Him desire to hang out with me

562 79 2
                                    

[Mark]
Lo mau jalan-jalan?

[Anggi]
Boleh?

[Mark]
Boleh, gue jemput ya.

[Mark]
Otw

Anggi menunggu Mark di luar rumah sakit dengan tangan yang ia selipkan di saku hoodie. Mata fokus ke handphone dengan kepala yang menunduk. Menunggu kabar dari Mark yang akan menjemputnya.

[Mark]
Gue liat lo dari sini

Anggi langsung mendongakkan kepala dari handphonenya dan memasukkan ke dalam saku hoodie nya. Ia mencari Mark dengan berjinjit, berusaha melihat dari atas kepala orang-orang yang berlalu lalang di hadapan nya.

Dalam waktu singkat, Anggi bisa melihat Mark yang melambaikan tangan nya dan menyuruh Anggi untuk segera menghampiri nya.

Dengen penuh energik, Anggi berjalan sediki berlari melewati beberapa orang yang berjalan melawan arahnya.

Hingga di menit setelahnya, Anggi bisa masuk ke mobil Mark dengan senyuman yang tidak luntur sama sekali.

Mark ikut tersenyum dan membantu memasangkan sealtbet ke Anggi.

"Lo udah bilang ke Dokter?" tanya Mark.

"Udah."

"Izin ke orang tua lo?"

"Udah."

"Haechan?"

"Udah."

"Apa kata Haechan?"

"Kenapa yang ditanya Haechan aja?" Anggi menatap Mark dengan pandangan heran. Mark hanya ingin mengetahui ucapan selanjutnya dari Haechan, bukan yang lain.

Mark mengacak rambut Anggi pelan. "Soalnya dia paling ribet."

"Haechan gak jawab pesan gue dari tadi." jawab Anggi dan memperlihatkan layar handphone yang terisi roomchat Haechan.

Mark ber'oh. "Dia juga gak bales pesan gue."

"Yaudah tunggu apa lagi? Ayo jalanin mobil nya!"

"Okay, jangan lupa berdoa." Anggi mengangguk.

Mereka menangkupkan kedua belah tangan masing-masing dan meletakan tangan mereka ke arah hidung dan memejamkan mata nya.

'Jangan kumat'

'Jangan kumat'

'Jangan kumat'

Mark menatap Anggi ketika ia sudah selesai dan melihat Anggi yang masih berdoa dengan tenang. Anggi yang terlihat begitu bercahaya saat ini membuat hati nya menghangat.

Anggi menghembuskan nafas nya dan menaruh kembali tangan nya ke saku hoodie nya. Ia menatap Mark yang sedang menatapnya, kemudian mereka tersenyum bersama.

"Kenapa doa nya lama banget?" tanya Mark.

"Sekalian nanya ke Tuhan," Anggi menatap Mark lebih dalam. "Boleh gak kalau gue suka sama orang yang ada di hadapan gue sekarang." jawabnya dengan senyuman manisnya.

Mark sedikit terkejut tapi ia bisa mengembalikan kembali wajah nya. Ia merasa sangat senang. "Jadi gue dikasih kesempatan?"

Anggi mengangguk dan tersenyum. Kemudian senyum itu meluntur. "Lo pucat." tangan nya melayang untuk menyentuh wajah Mark, kemudian ia tarik kembali karena merasa malu. Wajahnya mulai memerah.

Mark terkekeh kecil. Ia menarik tangan Anggi dan membiarkan tangan kecil itu menangkup wajahnya. Mark tersenyum kecil. "Ragu banget ya?"

"Dingin, Mark."

"Soalnya ada lo."

"Gue ngerasa ada yang beda dari lo." ucap Anggi dengan pandangan khawatir.

Mark menggeleng. Meyakinkan ia tidak apa-apa. "Ada lo, gue ngerasa dunia gue bercahaya "

*****

Haechan mengusap wajah nya. Ia menatap beberapa teman nya yang sama sekali belum menyelesaikan latihan nya. Mereka tetap melempar dan melempar bola ke sembarang arah.

Haechan berjalan pelan dan terduduk di kursi panjang yang di tempati pelatihnya. Ia membuka tas kecil yang berada di sampingnya. Mencari benda pipih yang selalu ia bawa.

Ketika ia mengeluarkan benda tersebut, ia langsung disambut dengan pesan berjejer dari dua orang yang ia kenal. Anggi dan Mark.

[Anggi]
Mau ikut gak?

[Anggi]
Mau jalan-jalan sama Mark.

[Anggi]
Woi

[Mark]
Gue izin bawa Anggi main.

[Mark]
Gue bawa mobil sendiri kok.

Mata Haechan membulat lebar. Ia mengetik sesuatu dengan cepat dan mencoba menelpon Anggi dan Mark. Walaupun sudah beberapa kali tidak ada balasan maupun menerima telepon, Haechan tetap berusaha hubungi mereka.

"Sial." maki Haechan ke handphone nya. "Mark bego, penyakitnya bukan main-main."

*****

"Lo ngerasa gak sih, langit tiba-tiba mendung?"

Pertanyaan Yuta terlontar begitu saja ketika mereka keluar dari gedung besar ini. Memandang langit-langit yang mulai menggelap dan angin yang terasa sejuk.

"Hujan bisa dadakan kaya tahu bulat." jawab Johnny.

"Beda banget gitu hawa sama suasana nya. Ngerasa gak sih?" tanya Yuta lagi.

"Berisik, ayo pulang. Keburu hujan." ucap Doyoung yang berjalan melewati mereka dengan cukup cepat.

Saat mereka sudah berada di kendaraan nya masing-masing, Doyoung memegang dada nya, entah ia seperti merasakan ada yang menusuk di dada nya. Doyoung sendiri merasa bingung dan menatap kedua teman nya.

Johnny mendekat ke arah Doyoung. "Lo gak apa-apa?"

"Perasaan gue kok gak enak ya?" tanya Doyoung dengan dahi mengerut.

"Gue juga kaya ngerasa gimana gitu." ucap Johnny.

Yuta tiba-tiba ikut menghampiri mereka walaupun ia sudah memakai helm nya. Yuta berjalan sedikit berlari dan memperlihatkan handphone ke kedua sahabatnya.

"Mungkin ini alasan perasaan lo gak enak." ucapnya dengan menunjukan handphone itu.

Doyoung dan Johnny melihat dan mengabaikan nya. "Kecelakaan? Bukan nya itu sering terjadi?" ucap Johnny cuek.

"Emang," jawab Yuta. "Tapi kali ini korban nya orang yang kita kenal."

"Siapa?"

"Anggi."

Nama tersebut terlontar dan membuat Doyoung yang niatnya ingin memasang helm ke kepala nya terdiam. Ia menatap Yuta dengan penuh tanda tanya tapi ia berusaha menutup bibirnya.

"Anggi sama cowok. Katanya, cowok itu mukul kepala nya sendiri, Anggi nya berusaha ambil alih stir tapi gagal." jelas Yuta yang membaca artikel tersebut. "Banyak yang beranggapan kalau kecalakaan ini karena Anggi."

"Kok gitu?" tanya Johnny.

"Karena Anggi banting stir, kenapa dia gak coba rem mobil nya?" ujar Doyoung asal. "Udah ayo pulang, ngapain ngurusin orang sih?" lanjutnya dan langsung memasang helm di kepalanya dan mengeluarkan motornya dari parkiran.

'Anggi, tolong bertahan sebentar lagi'

7 days -DoyoungWhere stories live. Discover now