Part 9. Calon Papa

2.7K 356 46
                                    

Happy Reading

Yara menghela napas, dia menyenderkan punggungnya ke kepala ranjang kamar Darren. Setelah mengetahui kalau keyakinan mereka berbeda, kedua orang tua Darren menyuruh mereka untuk berdiskusi. Tapi, bukannya diskusi keduanya malah sibuk dengan kesibukan masing masing walaupun otak mereka terus bekerja.

"Kenapa?" tanya Yara saat melihat Darren melemparkan ponselnya asal setelah dia mendapatkan balasan dari Zeline.

"Gak ada ide buat jalan keluar." jawab Darren, dia menarik bantal guling untuk ia peluk. Tubuhnya menghadap kearah Yara.

"Terus nih anak gimana?" tanya Yara, bagaimana dia begitu bodoh? Seharusnya kalau mau nganu sama orang yang keyakinannya sama, jadi kalo ada hasil tidak akan bingung.

Darren menghela napas, dia menggeleng. "Gue gak tau."

Yara menoleh, menatap jam yang berada di atas nakas. Gadis itu menegakkan tubuhnya. Darren yang melihat itu mengernyit, dia menatap jam miliknya.

"Mau beribadah, kak?" Yara menoleh, dia mengangguk. "Biar gue pinjem punya bibi. Kayaknya punya dua."

Yara mengangguk, dia membiarkan Darren pergi. Sedangkan dirinya berjalan menuju kamar mandi, melakukan tugasnya sebagai seorang muslim. Walaupun Yara jauh dari kata baik, dia masih belum melupakan tugasnya.

Darren kembali dengan mambawa mukenah. Tangannya sedikit bergetar saat membawanya. Darren menghembuskan napasnya perlahan, dia membuka pintu lalu menutupnya kembali.

"Kak, ini--"

Darren mengerjap perlahan melihat Yara yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah. Perempuan itu baru saja selesai melakukan wudhu. Darren mengakui, Yara memang benar benar cantik.

Gerakan saat kedua tangannya mengusap wajahnya yang basah membuat Darren salah fokus. Darren menggeleng, menghilangkan segala pikiran yang muncul di otaknya.

"Ren," Darren tersentak, dia menatap Yara. "Itu,"

Darren menyerahkan mukenah itu ke Yara, setelahnya dia mengusap lehernya canggung. "Gue keluar dulu."

Tanpa menunggu jawaban dari Yara, Darren langsung keluar dari kamarnya. Sedikit berlari menuju dapur karena dia yakin, sang Bunda tengah menyiapkan makan malam.

Darren mengusap tangannya yang terasa merinding, cowok itu menarik kursi lalu duduk. Diana yang melihat kakaknya bersikap aneh, mengernyit. "Kenapa lo bang?"

"Enggak," Darren menggeleng singkat.

"Kak Yara mana?" tanya Diana lagi.

"Lagi ibadah," jawab Darren. Tubuhnya kembali merinding, Darren merasa ada sesuatu yang menariknya dengan kuat untuk melihat Yara yang tengah melakukan tugasnya sebagai seorang muslim.

"Darren gak nemenin?" tanya sang Bunda.

Darren menggeleng, "Enggak. Tapi adem banget liatnya."

Bunda tersenyum geli, dia yang tengah memasak menoleh. "Darren suka gak sih sama Yara?"

"Enggak, Bun." jawan Darren, dia menyangga kepalanya menggunakan tangan kanan. "Tapi keknya, kak Yara suka sama aku."

"Kok yakin banget?" tanya Diana, dia tengah membantu sang Bunda.

"Keliatan banget. Waktu pertama ngajak temenan juga keliatan seneng walaupun keliatan gak rela." jawab Darren.

Bunda tersenyum, "Kenapa Darren gak coba suka sama Yara?"

POSSESSIVE SENIOR (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang