15. Manja

1.6K 212 21
                                    

Kalau ceritanya gini, apa kita bisa bersama hingga akhir?

***

"Pa, Yara mau ngomong sesuatu."

"Ah! Papa juga mau ngomong sesuatu sama kamu. Sini duduk deket Papa."

Yara mengernyit, tumben sekali Papanya terlihat sangat serius. Darren yang kebetulan ikut masuk kedalam rumah Yara hanya bisa diam dan memperhatikan.

Menurut, Yara duduk di sebelah Papanya sedangkan Darren, Yara suruh untuk duduk di single sofa.

"Kenalin, Pa, Darren." Yara menunjuk ke arah Darren yang tersenyum ke arah Papanya.

Dito tersenyum ke arah Darren, "Dia siapanya kamu?"

Yara mengerjap, dia melirik ke arah Darren. "Bukan siapa-siapa kok, Pa."

Darren hampir melotot saat Yara berbicara seperti itu. Yara menggeleng, seolah mengatakan pada Darren kalau sekarang bukan waktu yang tepat.

"Dia kakaknya Diana, Pa, temen Yara yang semalem itu." jelas Yara, jantungnya berdetak tidak karuan.

Dito mengangguk mengerti, "Ganteng ya?"

"Eh?" ucap Yara dan Darren bersamaan.

Dito terkekeh, dia mengusap puncak kepala Yara dengan lembut. Dia perlahan bangkit, "Ya udah, Papa ngomongnya nanti aja. Kalian ngobrol aja dulu."

Kepala Yara mengangguk, dia membiarkan Dito berjalan ke arah kamarnya yang ada di lantai satu. Dito memutuskan untuk pindah kamar karena dia sedikit kelelahan untuk menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Setelah Dito masuk kedalam kamarnya, Darren langsung menatap Yara tajam.

"Kok plinplan sih, kak?" tanya Darren kesal. Perasaannya seolah di jungkir balikkan.

Yara terkekeh, dia menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa. "Belum waktunya. Lo ngga liat itu Papa lagi sakit?"

Mendengar ucapan Yara, Darren memilih menghela napas kasar. Dia mengusap wajahnya kasar.

Usapan di kepalanya membuat Darren mendongak, dia menatap Yara yang berdiri di depannya.

Wajah Darren berubah sendu, dia menenggelamkan wajahnya di perut Yara.

"Papa pengecut ya?" gumam Darren dengan wajah yang masih di depan perut Yara.

Yara tertegun mendengarnya, jantungnya berdetak tidak karuan. Gerakan tangannya yang tengah mengusap kepala Darren langsung terhenti.

Pandangan Yara lurus kedepan. Pandangan dengan arti tidak percaya.

Darren menjauhkan wajahnya, dia menatap perut Yara yang mulai terlihat semakin berisi.

"Padahal cuman minta restu. Tapi, kenapa sulit sekali?" Darren memeluk pinggang Yara menggunakan kedua tangannya, "Kamu ngga mau gitu Papa temenin setiap malem? Sama Mama aja kan kurang."

"Andai kepercayaan Mama sama Papa ngga beda, pasti ngga bakalan kayak gini." Darren menempelkan wajah bagian kirinya di perut Yara, "Kapan keluarnya, eh? Ngga pengen liat Papa kamu yang gantenganya kelewatan ini?"

Yara tertawa, lenyap sudah suasana haru yang Darren ciptakan. Darren berdecak mendengar tawa Yara, dia lebih memilih mempererat pelukannya pada pinggang Yara.

"Jauhan dulu."

"Ngga mau."

"Ren, kok lo jadi manja?"

POSSESSIVE SENIOR (✔)Where stories live. Discover now