31. M

110 26 11
                                    

"Kok kamu pulang? Nggak temenin Willo di rumahnya?" tanya Mela ketika melihat Langit memasuki rumah.

Langit hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Bundanya.

"Ayah mana?" tanya Langit balik.

Berselang beberapa detik Arif keluar dari kamar dan menuju meja makan.

"Hei! Kamu kenapa lagi hm? Berantem sama Lana?" tanya Mela ketika putranya terlihat murung.

Langit masih diam sambil memandangi wajah kedua orang tuanya, ia telah gagal menjadi anak berbakti untuk orang tuanya dan menjadi seorang pelindung bagi Wanda.

Arif mendekati Langit sembari menepuk pelan pundak putranya itu dan membimbing Langit untuk duduk di sofa.

"Kalau kamu ada masalah sama Lana, kamu harus selesaikan baik-baik sama dia, jangan malah lari kesini. Kamu harus tanggung jawab sama prinsip yang telah kamu buat." ucap Arif menasehati putranya.

Kalimat itu semakin membuat Langit menjadi pengecut dan laki-laki brengsek, secara tidak langsung dia telah menyakiti dua perempuan sekaligus.

Wajahnya semakin pucat, dan telapak tangannya juga dingin. Melihat itu Arif langsung khawatir dan duduk mendekati putranya.

Mela yang menyaksikan dari dapur pun mulai resah dengan keadaan putranya dan memilih bergabung di ruang tamu.

"Ada masalah apa kamu sampai seperti ini? Coba jujur sama Ayah." tanya Arif pelan.

"Ma-maafin Langit, Kepercayaan yang kalian kasih ke Langit selama ini udah rusak. Langit minta maaf." ujar Langit sambil berlutut di hadapan kedua orang tuanya.

"Langit cowok brengsek Bun, Langit minta maaf, hiks.... Tapi Langit janji bakalan tanggung jawab."

Ia menangis tersedu-sedu di hadapan kedua orang tuanya, berkali-kali ini memeluk kaki kedua orang tuanya dan mengucapkan kata maaf.

Arif yang tidak paham langsung berdiri dan menarik Langit untuk berdiri sejajar dengannya.

"Apa yang kamu maksud? Coba jelaskan pada Ayah sekarang!" tanya Arif penuh selidik.



























"Langit,,, hamilin anak orang Yah." cicitnya pelan sambil menunduk.

Arif dan Mela sama-sama terkejut, bagaikan di tusuk duri-duri tajam dan di timpa batu besar.

Mela geleng-geleng tidak percaya, bahkan air matanya telah menetes mendengar pernyataan putranya.

Plak!

Arif menampar Langit keras sekali, se akan menyalurkan kekesalannya. Langit yang terhuyung ke belakang langsung bangkit dan berteriak minta maaf.

Arif menyuruh Mela untuk masuk melalui sorot matanya dan akan menyelesaikan masalahnya dengan Langit.

"SINI KAMU!" teriak Arif keras dan membuka gespernya.

Langit yang telah pasrah hanya diam sambil merasakan hantaman dan pukulan dari Ayahnya.

Bahkan, hal yang lebih dari ini sudah pantas ia dapatkan.

"Dasar anak tidak berguna! Saya menyesal membesarkan kamu! Keluar dari rumah saya!" teriak Arif murka sambil menendang perut anaknya.

Bukannya pergi, Langit malah tergopoh-gopoh menggapai kaki Ayahnya dan menjerit minta maaf. Namun Arif langsung mendorong putranya dan meninggalkan Langit di ruang tamu sendirian.

Ia menuju kamarnya dan melihat Mela sedang terduduk di atas kasur sambil menangis tersedu-sedu.

"Tanya sama anakmu, anak siapa yang dia hamili." ujar Arif dingin dan berlalu ke kamar mandi untuk menyegarkan kembali pikirannya.

Langit Untuk LanaWhere stories live. Discover now