37. Broken

66 15 3
                                    

"Brengsek!"

"Tolol!"

"Bajingan!"

"Lo lupa pernah gabung sama kita? Otak lo dimana hah? Gue cuman minta tolong buat jagain Kelvin dan lo tolak mentah-mentah?"
"Mulut gue udah jijik nyebut lo sebagai teman anjing! Mati aja lo."

Sumpah serapah dengan mudahnya lolos dari bibir Galang, entah ke berapa kalinya ia saling adu jotos dengan Langit siang ini.

"Eh bangsat dengerin gue untuk terakhir kalinya, setelah gue susul Willo ke bandara, gue bakal abisin lo sampe gue puas. Tunggu kedatangan gue." ancam Galang sambil mencengram erat kerah seragam Langit.

Sedangkan Langit hanya diam dengan segala umpatan yang di lontarkan temannya itu.

Selang beberapa menit Lana dan Gita datang menyusul dengan membawa paper bag berisi seragam Lana yang kotor tadi.

Melihat Langit dan Galang dalam keadaan kacau, mereka berdua berusaha memisahkan namun Galang masih dalam emosinya.

"Gal tenang! Lo inget nggak sama pesan Aga beberapa hari lalu? Dia udah melarikan diri dari kita, sekarang kita sama dia nggak ada hubungan lagi." ujar Gita begitu menusuk di hati Langit.

Sepertinya pertemanan mereka benar-benar tidak bisa di satukan kembali.

"Iya Gal, mending kita susul Willo dari pada urus orang asing ini, bisanya mainin cewek doang, nggak jijik lo deketan sama brengsek kayak dia?" sahut Lana mantap.

Sekarang hatinya benar-benar sudah muak dengan semua perlakuan Langit, memang benar pepatah yang mengatakan habis manis sepah di buang.

"Lana gue minta maaf, ada hal yang harus gue jelasin sama lo." jawab Langit dan kemudian mendekati Lana walaupun ia masih pusing dengan tonjokan dari Galang.

"Semuanya udah cukup jelas Lang, lo ninggalin kita dalam keadaan dalam masalah, lo ninggalin gue, lo permaluin gue di depan bunda lo sendiri, Flo mati dan lo acuh aja. Asalkan lo tau cuman Flo temen gue buat ngomong di rumah."

"Gue udah kayak orang gila ketika dia mati! Gue stres! Orang tua gue entah kemana! Dan lo malah mikirin keinginan lo sendiri dan acuh sama masalah ini."

"Sebegitu menjijikan kah untuk kembali sama kita lagi?"

"Kenapa lo ngilang dan nggak pernah cerita!"

Lana hanya bisa menangis sesegukan sambil mengutarakan isi hatinya kepada Langit, entah beberapa hari mereka tidak bertegur sapa dan inilah yang pertama kalinya.

Melihat perempuan kesayangannya menangis terasa ada goresan luka di hatinya, beginilah yang Lana rasakan ketika Langit hilang darinya. Harapan yang Langit berikan kepada Lana harus ia kubur dalam-dalam agar tidak terlalu berharap.

"Lo dengan mudahnya peluk gue, ngasih perhatian segala macam, dan setelah lo bikin gue terbang se tinggi-tinggi lo malah ninggalin gue tanpa kabar dan kembali dalam wujud brengsek kayak gini."

"Apa yang bikin lo berubah Lang?"
Kali ini nada bicara Lana mulai melembut, ia mendekat dan mengusap pipi Langit pelan.

Se akan ini semua hanya mimpi, dan mereka kembali bersama lagi, namun itu hanya kemungkinan yang tidak mungkin.

Langit meraih pundak Lana dan memeluknya erat, se andainya ia bisa menghentikan waktu, maka ia tidak ingin ini berakhir.

"I miss you so bad." bisik Langit tepat di telinga Lana.

"You broke my heart." tutur Lana dan melepas pelukan itu.

"Kita mau pamit Lang, nanti keburu Willo pergi." pamit Lana dan di ikuti oleh Galang dan Gita.

Kini ia di tinggal sendiri oleh teman dan orang tercintanya.

Beginilah rasanya di tinggal oleh orang yang kita sayang.



🍄🍄🍄





Di dalam mobil mereka hanya saling diam satu sama lain, Galang masih dengan emosi yang sama menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Sedangkan Gita masih menggengam tangan Lana karena ingin menenangkannya sesaat.

"Lo yakin masih mau lanjut sama Langit?" tanya Gita meyakinkan.

Mendengar itu lagu mobil sedikit melambat setelah Gita melontarkan pertanyaan itu.

"Udah lah Lan, apa sih yang lo perjuangin dari dia, udah tau kan sifat aslinya kayak gimana. Lupain aja." jawab Galang sinis.



🌭🌭🌭





Sesampai di bandara, mereka bertiga langsung berlari dan mencari keberadaan temannya, Gita menelfon Aga dan berjalan menuju arah yang di tujukan.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka menemukan Aga dan Willo sedang duduk di kursi tunggu.

"Woi anak setan ya lo berdua! Kenapa nggak ngabarin gue sih hah! Lo nggak tau apa gue—" teriakan Galang langsung mendapat perhatian dari orang-orang yang berada disana.

"Shuutt!!!!" ujar mereka serempak menghentikan teriakan Galang.

Gita dan Lana langsung berlari ke arah Willo dengan raut wajah sedih dan memeluknya erat.

Willo pun dengan senyuman manisnya membalas pelukan dari dua sahabatnya itu.

"Nanti harus kabarin gue setelah lo sampai ya."

"Inget sholat Will, makan harus tiga kali sehari, telfon kita juga harus tiga kali sehari ya." sambung Lana.

"Iyaa, nanti kalo kalian liburan bilang ke gue, biar bisa kesini lagi."

"Lo harus nurut apa kata Galang ya Git, jangan ngelawan, dia itu abang lo."

"Lo juga harus kabarin temen kalo ada apa-apa Lan."

"Lo juga harus jaga temen-temen lo Ga."

"Dan elo... Kok lo babak belur begini njir, abis baku hantam dimana lo." tanya Willo yang sedang mengamati wajah Galang.

"Abis berantem sama Azka anak kelas tetangga, biarin ajalah. Kalo sok jagoan emang gitu." bohong Gita agar tidak menambah beban pikiran Willo.

"Kayak anak TK ya, adu jotos mulu. Yaudah deh, nanti titip pesan ke Langit, Wanda, Sera, sama Kelvin supaya baik-baik pas gue tinggal, awas aja kalian pada berantem." pesan Willo kepada mereka.

Beberapa detik kemudian panggilan untuk penerbangan Willo sebentar lagi akan lepas landas, sehingga ia sesegera mungkin menyudahi acara pamitan dengan teman-temannya.

Yah... Memang begitulah hidup, pertemuan akan di akhiri dengan perpisahan, dan semoga saja Tuhan bisa membuat nereka bertemu kembali.

Walaupun berat, namun dari hal ini mereka harus belajar lebih dewasa dan belajar mengikhlaskan. Baik itu rasa sakit, luka dan cinta.




______________________________________

Hello! Long time no see guys!

Gimana kabar kalian selama daring?

Sorry, typo bertebaran

Vote dan komen dari kalian sangat di butuhkan yeorobun!

Next part kalian mau kek mana merekanya?

Luvyou all ❤❤

Langit Untuk LanaWhere stories live. Discover now