15. Menanti

1.1K 59 16
                                    

Hari ini Gia sudah mulai kuliah, pun dengan kedua anaknya yang kembali ke TK. Dengan penuh tanggung jawab, tadi pagi Gia mengantarkan Bulan dan Bintang hingga ke depan gerbang sekolah dan menunggu mereka hingga benar-benar masuk barulah Gia pergi dari sana. Setelah itu laju mobilnya menuju kampus.

Namun saat jam pulang ini Gia tidak dapat menjemput karena ada kelas yang bertepatan dengan jam pulang si kembar.

Merogoh ponsel dari dalam tas, Gia mengirimi pesan singkat untuk sang sopir yang berada di rumah untuk menjemput anak-anaknya. Wulan dan Adel, mereka masih sibuk kerja di kantor.

*

"Kok mami lama sih, kak?" tanya Bintang yang sudah mulai bosan karena sekolah semakin sepi.

"Kita pulang jalan kaki aja, ya?" tawar Bulan.

"Memangnya kakak tahu jalan pulang?"

Bulan mengangguk. "Tahu. Kita tinggal keluar dari jalan ini, terus nanti belok kanan terus sampai ada lampu merah, terus belok kiri, lurus sampai ada patung-patung kuda itu kompleks rumah kita."

"Tapi, 'kan jauh..." keluh Bintang.

"Enggak apa-apa, kita jalan aja dulu. Siapa tahu nanti ketemu mami."

"Ya, udah." pasrah Bintang.

Kemudian kedua anak itu saling bergandengan untuk menyusuri jalan.

*

Sang sopir yang Gia berikan mandat, kelimpungan mencari Bulan dan Bintang karena tidak ada di tempat tunggu Taman Kanak-Kanan tersebut.

Menghampiri sang sekuriti yang ada di pos, sopir itu bertanya, "Permisi, Pak, apa masih ada kelas yang belum pulang?"

Sekuriti itu keluar dari pos tempatnya berjaga. "Wah, sudah selesai dari setengah jam lalu."

"Pak, lihat anak kembar enggak? Perempuan, anak baru."

Sekuriti itu mengingat, kemudian mengangguk. "Tadi sempat saya tanya, tapi katanya sudah di jemput. Jadi saya silakan pulang karena kebetulan saya membantu orangtua siswa yang kesulitan parkir."

Sang sopir panik. Mengucap terima kasih dan kembali ke mobil. Ia menghubungi Gia, tetapi tidak di angkat. Mengirim pesan pun tidak di balas. Maka ia dengan rasa takutnya menghubungi Adel.

"Apa?!" pekik Adel di seberang telepon.

"Tadi saya sedikit terlambat menjemput karena harus isi bensin, Bu."

"Ya, sudah, kamu cari mereka sampai ketemu. Nanti saya minta orang buat bantu cari juga."

"Baik, Bu."

*

Sudah pukul dua siang, Gia sudah kembali ke rumah namun masih belum menemukan Bulan dan Bintang. Gadis itu histeris ketika ibunya menelepon dan mengatakan bahwa si kembar tidak tahu sedang di mana.

"Mbak Eva, Bulan sama Bintang sudah datang?!" Gia berlari sembari mencari di setiap ruangan.

Eva menyusul Gia. "Belum, Gia. Pak Ahmad masih mencari, tapi belum ketemu juga."

"Ya Tuhan..." Gia memegangi dadanya yang terasa sesak. "Di mana kalian, Sayang?"

Gia berlari ke mobil dan mengacu dengan kecepatan tinggi. Menyusuri jalan sembari menengok kanan dan kiri. Benar-benar tidak fokus arah menyetir sampai beberapa kali hampir di tabrak dari berbagai arah.

"Bulan... Bintang..." lirih Gia, menangis.

Kedua gadis kecil itu sangat berarti untuk Gia. Mereka melebihi apapun hal mewah yang ada di muka bumi. Kebahagiaan Gia ada karena mereka terlahir ke dunia.

"Bulan... Bintang... Kalian di mana?"

Menghentikan mobil ke pinggir jalan, Gia hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Otaknya buntu dan tidak tahu harus berbuat apa. Pikiran-pikiran buruk terus saja menghantuinya tanpa henti. Terbayang jika anaknya diculik, dijual...

"Enggak..." Gia menggeleng. "Mami akan cari kalian sampai dapat, Sayang."

Namun nyatanya hingga pukul tujuh malam Gia pulang dengan tangan hampa. Bersimpuh di bawah kaki ibunya.

"Gia, berdiri." Adel berusaha mengangkat tubuh anaknya, tetapi Gia keras kepala untuk menangis di tempatnya.

"Ma, di mana mereka?" lirih Gia, sedetik sebelum tubuh wanita itu terkulai lemas.

"Gia!!" teriak Wulan kaget. Langsung mengambil sikap untuk membantu Adel mengangkat tubuh Gia ke sofa ruang keluarga.

"Gia, bangun, nak..." Adel menepuk-nepuk pipi Gia agar segera sadar.

"Gia..." gumam Wulan sembari memberi minyak kayu putih ke area hidung Gia. "Bangun, Gia."

Tak beberapa lama kemudian Gia membuka mata dan kembali menangis ketika sudah mengingat si kembar. Ia memeluk Adel dengan erat.

"Ma, di mana Bulan sama Bintang?"

"Sabar, Gia, orang-orang juga lagi bantu mencari." jawab Adel, mengusap punggung anaknya.

"Gimana kalau mereka hilang, ma?"

"Hushhh... Kita harus berpikir positif, Sayang. Anak-anak kamu pasti akan ditemukan."

"Gia enggak mau hidup kalau enggak ada mereka!!" teriaknya frustrasi.

Wulan menjauh dari sana karena tidak kuat melihat kesedihan itu. Air matanya sendiri pun membanjir sejak tadi. Bukan diam saja, Wulan juga sudah mengabari seluruh grup di kontaknya jika mungkin saja ada yang melihat Bulan dan Bintang.

*

Regards,
Becca

15 September 2020

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Madre JovenWhere stories live. Discover now