10. Melihat

851 44 0
                                    

"Ayo, siram tanaman sama oma." ajak Adel kepada dua cucunya yang sangat menggemaskan.

Adel membuka pintu utama rumahnya, diikuti Bulan dan Bintang, lalu Adel mengambil selang air dan menyalakannya.

"Gini caranya." tunjuk Adel. "Kalian mau coba?"

Bintang tidak mengindahkan karena terlalu sibuk menatap bunga mawar merah yang begitu cantik di pekarangan rumah neneknya. Ia terpukau dan terpesona oleh keindahan tanaman itu.

Di sisi lain, Bulan tertarik dengan apa yang Adel lakukan. "Aku mau, oma."

Adel lekas memberika selang air itu pada Bulan dan membiarkan cucunya itu menyiram sesukanya yang penting mereka bahagia. Ini baru pertama kali, esok akan Adel ajarkan cara yang benar. Namun di luar dugaan, Bulan melakukannya dengan terampil.

"Bulan sudah bisa, nak?" tanya Adel agak terkejut.

"Mami ajarin." singkatnya.

"Pintar sekali cucu oma."

*

Mobil mewah Akash melaju di bawah pancaran sinar jingga yang dihasilkan oleh matahari yang ingin kembali ke peradaban. Seperti rutinitas biasanya, setelah pulang kantor ia tidak langsung pulang, melainkan ke suatu tempat yang hampir selalu ia kunjungi setiap hari tanpa ada seorang pun yang tahu.

Berhenti di rumah besar itu, Akash selalu berdoa jika ia bisa melihat... Gia dan anak mereka. Namun doa itu belum terwujud, tetapi Akash tidak pernah lelah menanti.

Berhenti di seberang rumah itu, Akash terbiasa menunggu untuk beberapa saat. Selain menunggu dan berharap, hal itu juga Akash jadikan sebagai ajang menenangkan diri. Di sana, ia seperti sedang mengharapkan sebuah kebahagiaan. Menanti.

Akash ternyum miring. Senyum remeh untuk dirinya yang terlalu pengecut. Harusnya ia turun dari mobil dan bertanya pada Ibunda Gia atau Wulan tentang keberadaan Gia dan anaknya. Bukannya jadi penguntit seperti sekarang.

Sekitar lima belas menit menunggu, Akash ingin pergi dari sana, namun tertahan ketika melihat Adel keluar dari pintu rumahnya. Padahal aktifitas wanita itu sudah nyaris sering Akash lihat setiap hatinya, namun kali ini berbeda...

Jantung Akash rasanya mencelos ketika melihat seorang gadis kecil bertubuh sedikit gempal, berponi seperti dora dan berwajah cantik serta imut-mengikuti Adel dari belakang.

"Siapa?" tanya Akash pada dirinya sendiri dengan suara sangat lemah.

Belum selesai keterkejutan Akash, ia kembali dihadapkan oleh seorang anak lagi. Sama seperti sebelumnya, tapi yang ini tampak lebih kalem dan tenang. Dengan keterdiamannya, anak itu seperti fokus pada salah satu tanaman di halaman rumah tersebut.

Rasa penasaran itu membumbung tinggi, membuat Akash melepaskan seat belt-nya dan turun dari mobil. Mengendap pelan, Akash mendekati pagar besi tinggi dan menyembunyikan dirinya di balik tembok. Menajamkan penglihatannya, Akash semakin mengenali wajah itu.

Bentuk wajah, hidung, serta mata mereka... sama persis seperti milik Akash.

"Anak gue?" lirih Akash sembari memegang dadanya yang terasa sesak.

Dosanya bukan hanya pada Gia, namun pada dua anak perempuan yang sudah Akash terlantarkan selama lima tahun.

Lima tahun...

Apa Akash masih pantas mendapat kata maaf?

Mata Akash memerah dan memanas, tanpa waktu lama pelupuknya sudah meloloskan cairan hangat. Ia ingin merengkuh dua malaikat kecil yang sangat cantik dan menggemaskan itu. Andai bisa.

"Bulan, Bintang, mandi dulu, yuk!!"

Akash terpana dengan suara merdua yang baru keluar dari pintu bersama sosok wanita yang kini terlihat dewasa dan semakin cantik itu. Gia, wanita yang sudah Akash sia-siakan.

"Mami, flower-nya cantik!!" ujar gadis yang sejak tadi menatapi bunga mawar merah.

Kalau Akash tidak salah dengar, Gia menyebut kedua anak itu dengan sebutan Bulan dan Bintang. Ya, itu nama anak Akash yang Gia sematkan.

"Mami, aku jago siram tanaman, lho!!" sombong satunya yang asik menyiram tanaman.

Tanpa sadar bibir Akash melengkung ke atas. Tidak tahu yang mana Bulan dan yang mana Bintang, namun keduanya super lucu dan pintar.

"Mandi, yuk, nak." bujuk Gia dengan sabar.

"Tapi aku mau mandi sama flower ini. Boleh, ya?"

"Memang boleh dipetik? Itu, 'kan punya oma."

"Boleh, ya, oma?"

Adel terkekeh santai. "Boleh, sayang."

"Yeay!! Mami, ambilin."

Gia dengan telaten mengambil satu bunga mawar itu untuk anaknya, lalu membujuk lagi yang satunya. Agak sulit sepertinya karena yang satu itu terlihat agak keras kepala. Namun pada akhirnya ke empat wanita itu masuk ke dalam rumah.

Dengan melihat secara diam-diam saja Akash sudah sangat bahagia, apa lagi jika bisa mengenalkan dirinya di depan kedua anaknya.

Apa Bulan dan Bintang mau mengakui Akash sebagai ayah mereka?

Akankah mereka senang jika tiba-tiba memiliki ayah?

Akash berlari ke mobilnya dan menangis di sana. Tangis penuh penyesalan. Sebab seluruh kesuksesannya sekarang tidak sebanding dengan momen yang telah hilang bersama kedua anaknya dan juga Gia.

Semuanya sudah berubah.

Janin yang Akash ingin Gia mengugurkannya, kini sudah menjadi dua manusia cantik.

Lima tahun bukan waktu yang singkat. Gia melaluinya tanpa Akash, ditambah lagi anak mereka bukan satu melainkan dua. Akash tahu, semua itu sulit untuk Gia.

Jika Akash kembali sekarang, apa masih pantas?

Apa Gia mau memaafkan pria itu, melupakan semuanya dan mereka hidup bahagia?

*

Regards,
Becca

1 September 2020

Madre JovenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang