6- Curahan hati seorang adik

34 21 6
                                    

Hello gais!! nyaris 2000 kata nih. Pegel ngetiknya hehehe tapi semoga kalian gak capek yaa bacanya. Jangan lupa tinggalkan jejak ya gais, lophyuu😙😙

HAPPY READING\^♡^/

Tiara kembali harus mengalami kesusahan tidur dengan banyaknya hal tertumpuk di kepalanya hingga terasa rongga pikirannya penuh sesak.

Namun saat ini tidak ada lagi air mata yang mengalir di sudut matanya seperti beberapa jam yang lalu. Meski kekecewaan masih memenuhi relung sanubarinya, namun rasa sakit hatinya tidak sesakit malam-malam sebelumnya.

Tiara masih terdiam sibuk dengan segala pikirannya yang belum tertata. Tawaran ayahnya tadi mungkin bisa dia pertimbangkan, tapi rasa ragu dan takut membuatnya bimbang untuk mengambil keputusan final.

Dalam lamunan itu tiba-tiba sosok lain mendekatinya secara perlahan.

"Kak?"

"Hah?" Remaja itu sontak terduduk saking terkejutnya. Dia bernapas lega setelah menjumpai wajah sang adik meringis kecil ke arahnya.

"Abang ngapain ke sini? Ini udah malem loh, Abang emang besok gak sekolah?" cecar Tiara.

Ragil dengan takut-takut mendekati kakaknya yang masih mengamati tindakannya.

"Abang ke sini soalnya takut," ujarnya lirih.

Tiara akhirnya menghela napas panjang. "Abang nonton film horor lagi?"

Bocah laki-laki itu menggeleng. "Abang takut Kakak kenapa-kenapa."

Tiba-tiba suara tawa singkat datang dari bibir Tiara. "Kakak baik-baik aja kok Bang. Udah sana Abang balik ke kamar terus tidur gih. Entar kalo ketauan bisa dimarah ayah sama bunda loh," ujarnya menakuti.

Tapi Ragil tetap bergeming di tempatnya. Mengabaikan ucapan Tiara tersebut. "Kenapa Kakak gak jujur aja sih sama bunda dan ayah? Abang tau selama ini Kakak nahan diri kan buat gak ngecewain mereka?" Ragil mengambil napasnya dalam-dalam dan menatap lekat manik kakaknya itu, "tapi inget Kak, Kakak juga manusia yang punya hak buat mutusin semuanya dan punya hati yang harus di dengerin keinginannya. Kakak itu harusnya-"

"Diem Bang!" potong Tiara cepat.

"Abang gak tau apa-apa. Jadi please Abang sekarang mending tidur di kamar Abang dan-"

"Seenggaknya Abang tau Kakak itu tertekan! Abang tau Abang gak tau apa-apa soal urusan kalian di sini, tapi Abang bisa tau ada yang gak beres sama keluarga Abang sekarang." Ragil menatap Tiara berkaca-kaca.

"Kalian semua berubah! Mulai dari ayah yang jarang nanyain tentang sekolah Abang lagi, terus bunda yang jarang datengin Abang buat meriksa PR Abang, dan yang paling mencolok itu sikap Kakak yang lebih pendiem dan suka ngelamun sendiri di kamar." Bocah itu menyapu kasar air mata yang mengalir di pipinya.

"Kalo kalian ada masalah itu cepet diselesaiin, kalo gini terus lama-lama Abang gak bisa bentah tinggal di rumah! Mending Abang ikut kakek sama nenek di Jakarta!" ungkapnya dengan emosi yang tanpa sadar telah membangunkan dua orang dari ruangan lain.

Tiara balas menatapnya dengan marah. "Abang pikir Kakak gak nyoba nyari jalan keluarnya?! Ini tuh soal masa depan Kakak Bang yang harus dipertaruhkan! Abang mana ngerti," sarkas Tiara yang mulai terpancing emosi.

Ragil yang semula kesal mulai terkejut dengan perkataan Kakaknya yang membalasnya dengan lebih sengit. Dia bahkan belum pernah menghadapi versi Tiara dengan murka yang seperti ini. Karena biasanya kemarahan Tiara selalu hanya candaan semata.

Remaja itu tertawa kering mengingat ucapannya sendiri. Dia lalu menghirup napas dalam-dalam. "Abang balik kamar sekarang. Udah malem," tekannya mencoba menelan semua luapan emosinya yang berusaha menguasainya lagi.

Too young to marryWhere stories live. Discover now