bagian enam

7.5K 737 143
                                    

Bolpoint yang terselip diantara jemarinya yang panjang berputar dengan sangat lihai. Choi Taehyung menumpu siku di atas meja dengan bibir yang mengatup, atau sesekali ia akan mencebik saat kepalanya kembali menggali beberapa keping ingatan panas malam itu bersama Son Jiyeon—ya, Taehyung masih mengingat dengan jelas namanya.

Cukup menarik. Ah, tidak. Sangat menarik. Prinsip Taehyung harus hancur lebur ketika ia menghabiskan sepertiga malamnya dengan tubuh mereka yang saling menyatu, mendekap, mencecap, menghisap—ah, euforia yang tidak akan pernah Taehyung lupakan dalam ingatan. Ketika Taehyung dulunya hanya menjadi pihak pasif—sebab, ia lebih suka dibombardir oleh hujaman kenikmatan dari perempuan—nyatanya, hal itu tidak berlaku untuk Jiyeon.

Taehyung kalap, seperti kehilangan akal sehat ketika papilanya mencecap setiap inchi epidermis si jelita yang terasa manis. Mendadak isi kepala Taehyung kosong dengan pandangan berkabut, pun semua total buyar. Ia tidak tahu mengapa demikian, namun saat itu terjadi Taehyung total merendahkan dirinya. Sebab, selama ini bukan Taehyung yang menggerus samudera kenikmatan. Bukan ia yang rela bergerak untuk menggali, membuang-buang energi, dan menjadi aktif dalam masalah percintaan.

Tapi, Taehyung tidak menyesali hal itu terjadi.

Lantas ia memutar kursi kebanggaannya menghadap pada jendela besar gedung perkantoran, mempertunjukkan pemandangan kota Seoul yang begitu menakjubkan dari lantai lima belas. Kendati sikap si gadis sangat ketus dalam meresponsnya saat Taehyung membahas masalah malam itu, ia tidak peduli. Taehyung adalah Taehyung. Ia akan meminta pertanggungjawaban perempuan itu atas perlakuannya.

Yang benar saja, Taehyung kehilangan satu mangsanya yang sudah ia beri cek.

"Dia membawa pergi uangku cukup banyak," tiba-tiba Taehyung bergumam kesal. Geligi saling mengetat, namun pandangan tidak berubah sedari awal. "Tapi, aku tidak akan miskin juga dengan uangku yang hilang—"

Brak!

"CHOI TAEHYUNG!"

Terperanjat, Taehyung dan gumaman lirihnya harus terhenti ketika teriakan menggema itu datang mengisi rungu. Sungguh menyentakkan. Menghancurkan berbagai fantasi Taehyung yang sudah ia tata apik dalam kepala.

Tidak perlu diterka lagi pemilik intonasi suara yang sudah sangat amat ia kenal. Maka, Taehyung mempertahankan posisinya, tidak perlu menghadap sumber suara sekalipun.

"Mm?" Merupakan Taehyung yang bersuara sarkas.

"Mm katamu?!"

Tuan Choi, laki-laki berusia 50 tahunan itu harus menahan diri agar tidak tersulut emosi dengan tingkah laku putranya sendiri yang tidak jauh berbeda darinya dikala muda. Maka, jemarinya dibawa memijat pangkal hidung yang menyisakan nyeri. Menekan angkara agar tidak meledak dan membuat hidupnya berakhir detik itu juga.

"Semalam kau ke club lagi?" Ia bertanya dengan aksen sedikit melembut, melampiaskan teriakan melalui tangan yang terkepal di sisi tubuh. "Taehyung, sopanlah kepada Ayahmu dengan duduk menghadapku!"

Taehyung tidak membantah, ia memutar kursinya namun defensif pada ekspresi yang sengaja dibuat angkuh—dagu dipongahkan, dan tatapan yang menusuk serta datar. Ah, sial. Ia akan menerima ceramah lagi dari pria tua itu yang kini berkacak pinggang. Pasti ada seseorang—bawahan Ayah mungkin—yang melaporkan kegiatannya kemarin malam pergi bersenang-senang.

Tapi, hei, Taehyung tidak butuh pengawasan ketat atau mata-mata sebab ia bisa menjaga diri.

Lantas, apa guna otot-ototnya yang dibentuk susah payah setiap pagi sebelum mandi, dan malam sebelum tidur? Mengkonsumsi makanan sehat, buah dan sayur untuk membentuk otot-otot perut walaupun belum seratus persen sempurna?

ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang