bagian sembilan

1.1K 144 32
                                    

Apdetnya kemalaman mulu aku tuh :(

***

Hidup berdampingan dengan konflik bukanlah opsi yang Jiyeon inginkan ketika lahir.

Apakah kebahagiaan adalah sesuatu yang ia inginkan?

Sudah jelas. Semua orang pasti menginginkan hal serupa. Tak ayal dengan presensinya.

Sebuah pilihan sederhana yang sebetulnya mungkin terjadi. Tapi, Jiyeon memberikan penyangkalan.

Dalam lingkup hidupnya hingga tumbuh menjadi seorang gadis remaja, persoalannya selalu dikerubungi oleh sekumpulan kontradiksi yang ruwet. Argumen yang kerapkali dikatakan bersifat idealis dan bisa diterapkan oleh semua orang, maksudnya—bukti nyata saat ini adalah Jiyeon tidak pernah menjejaki diri pada kehidupan makmur seperti orang-orang.

Mengeluh bukan menjadi hakikat atau hal dasar sebagai jawaban atas kondisi yang menimpanya. Sekalipun berdebat dengan berkontemplasi pun tidak akan merubah apapun termasuk kehidupan yang dilakoninya.

Semerbak dari aroma nasi goreng kimchi yang ia sajikan menari-nari di rongga penciuman disela ia sibuk berperang dalam diam.

Pandangan irisnya kosong pada permukaan wajan.

Yang perlu Jiyeon lakukan sekarang adalah menjalani semua jenis hubungan yang rumit dan terjerat di dalamnya. Menghabiskan hari tanpa beban—pft, terdengar seperti lelucon pria tua yang nyaris diambang batas kehidupannya.

Ah, Jiyeon masih ingat frasa Jungkook yang membuatnya ingin meludah saat itu ditengah mereka berdialog dengan serius.

"Bukan dunia yang rumit, Ji. Tapi kaulah yang membuat dunia ini rumit."

Jika memang itu kehendaknya, Jiyeon tidak akan mengeluhkan setiap peristiwa yang menimpanya. Aksara itu seperti bualan semata untuk Jiyeon yang ia tanggapi kelewat acuh.

Jiyeon lantas inisatif menambahkan beberapa sayuran untuk ia sajikan di dalam bekal makanan berwarna maroon, pun tidak lupa dengan membawa sekotak susu pisang kesukaan sang kekasih.

Setelah sentuhan terakhir, pun Jiyeon menepuk tangan satu kali dengan sudut-sudut bibirnya yang tertarik tipis. Satu tangannya lantas bergerak menyeka keringat di dahi, pun ia mulai mengemasi semuanya dan bersiap ke kantor Jungkook.

Sembari melepas celemek, Jiyeon mencoba menghubungi pria itu. Ada dering yang cukup lama sebelum terdengar suara berat sang kekasih yang menyapa pendengaran.

"Honey?" Itu Jungkook.

Mendengar nada berat prianya, Jiyeon lantas tersenyum simpul. "Kau dimana?"

"Aku? Tentu saja di kantor, Sayang. Kenapa?"

Figurnya melangkah menaiki anak tangga menuju ke kamar untuk bersiap-siap.

Jiyeon lantas berujar saat ia menutup akses pintu masuk kamarnya. "Baiklah, kalau begitu. Selamat bekerja."

Sepertinya Jiyeon tidak perlu memberitahukan niatnya untuk datang berkunjung ke sana.

Pun Jungkook ikut dibuat heran. "Babe? Are you okay?"

"Ya, aku baik. Kenapa?"

Untuk beberapa detik semua hening sebelum suara Jungkook kembali terdengar, "Tidak biasanya kau menelepon tanpa percakapan yang jelas seperti ini," jelasnya.

Lantas Jiyeon terkekeh kecil dan membenarkan kalimatnya. Perempuan itu lekas bergerak membuka kancing kemejanya setelah mengaktifkan loud speaker. Pun berujar, "Aku membenarkan hal itu. Tapi, sejujurnya aku ingin mendengar suaramu."

ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang