bagian sepuluh

1K 119 18
                                    

Waktu, mungkin itulah yang patut Jiyeon salahkan kali ini. Ia berjalan dengan tungkai yang agak sempoyongan begitu keluar dari mobil setelah memarkirkannya di basement gedung kantor Jungkook. Obsidian itu selalu diliputi mendung, pun kedua sudut bibirnya saling menekuk. Helaan napas beberapakali terdengar berhembusan dari rongga hidungnya.

Kepala itu pening setelah ia menerima segala bentuk angkara Seulhee kendati Taehyung sudah membuat alibi disertai bumbu kebohongan perihal ia yang datang ke club untuk pertama kalinya. Sungutan Seulhee masih bercokol di kepala membuatnya terkadang menggerutu selepas diinvestigasi lebih lanjut oleh perempuan Ahn itu.

Sebab Jiyeon sudah kelewat patuh terhadapnya. Afeksi Seulhee itu melebihi batas cinta yang diberikan orangtuanya. Atau lebih tepatnya, mereka sama sekali bahkan tidak sepeduli sang sahabat. Jadi, segala penuturan gadis Ahn itu sangat Jiyeon hargai karena itu demi kebaikannya secara personal.

Jiyeon nampak memukul pelan kepalanya sendiri demi mengusir denyut yang semakin berkecimpungan. Selain disebabkan kejadian tadi, ia semalaman nyaris tidak menjejalkan diri ke alam mimpi. Salahkan saja Jungkook sebagai terdakwa.

Kakinya menapak jengkal demi jengkal marmer mengkilap begitu masuk ke dalam lobby.

"Hei, Yeonie!"

Seruan itu mengembangkan senyum asimetris miliknya. Lantas Jiyeon memutuskan untuk singgah sebentar di meja resepsionis untuk balas menyapa.

"Hyejung!" Jiyeon melambaikan satu tangannya yang bebas. "Sudah lama tidak bertemu, ya."

Hyejung lekas mengangguk menyetujui. Tatapannya menelisik figur Jiyeon sebelum bertanya, "Ingin mengunjungi Jungkook?"

"Ya. Tentu saja." Bahunya mengedik sekilas, Jiyeon menukas ringan, "Siapa lagi yang akan ku kunjungi kemari selain dia?"

Pun Hyejung terkekeh kering membetulkan sembari mengangguk afirmatif.

"Kau benar. Tapi sekarang Jungkook sedang kedatangan tamu," balasnya.

Ada rasa penasaran yang menggelegak dalam diri Jiyeon hingga keningnya terlihat mengerut. Lantas ia bertanya, "Siapa?"

"Sepertinya teman dekatnya?" jawab Hyejung skeptis. Perempuan itu tampak berpikir mengingat-ingat kembali postur seseorang yang beberapa menit sebelum Jiyeon datang berkunjung kemari untuk menemui bosnya. "Dia agak tinggi dan penampilannya rapih. Kau masuk saja ke dalam. Lagian, Jungkook berpesan kalau dia tidak mengadakan pertemuan penting hari ini dengan siapapun."

"Oh. Begitu rupanya," gumam Jiyeon. Ia lantas merapihkan poninya yang sedikit berantakan, dan berujar, "Kalau begitu aku masuk dulu."

Nyaris saja Jiyeon menciptakan derap langkah pertama sebelum lambaian tangan Hyejung terlihat olehnya. Ia lekas bergerak mendekatkan wajah sesuai instruksi Hyejung tanpa suara.

"Kau tidak lupa membawa kondom untuk jaga-jaga, 'kan?" bisik gadis Lee itu.

Teruntuk gagasan yang baru saja terdengar olehnya, Jiyeon ingin memperbaiki sekon yang baru saja terlewati untuk bersikap apatis terhadap permintaan Hyejung. Ia pikir ada hal penting yang ingin diungkapkan, faktanya raut muka Hyejung berubah terkikik kecil setelah mendapati presensi Jiyeon yang total tercekat dalam posisinya.

"Hanya bercanda. Bercanda," kekeh Hyejung sekali lagi. Ia lantas memukul pelan bahu Jiyeon dengan dorongan kecil tanpa melunturkan gelaknya yang berderai. "Sudah masuk sana."

"Sialan kau, Lee Hyejung!" Jiyeon tidak dapat menahan umpatannya lagi.

Sembari melangkah menjauhi lobby dan masuk ke dalam lift, Jiyeon melihat bagaimana tawa Hyejung yang belum surut.

ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang