Episode 1: Latte yang Tumpah

55.4K 4.3K 38
                                    

Setelah kejadian 3 hari yang lalu di gazebo, Chessy melakukan aksi protes dengan sang Bunda dengan cara mogok ngomong.

"Dosa loh diemin Bunda lebih dari 3 hari" sahut sang ayah— Umar duduk dikursi kosong samping putrinya.

Chessy yang tengah memandang langit malam di balkon kamarnya menengok presensi sang ayah "Ayah kok belain Bunda sih? Lagian belum lebih dari 3 hari" rutuk Chessy kesal.

"Hush! Kamu ini! Gaboleh ya sampe diterusin mogok ngomongnya. Lagian kenapa enggak dicoba aja dulu? Siapa tahu cocok"

Chessy mendengus sebal "Ayah, zaman udah modern gini kita sendiri yang menentukan siapa yang akan jadi pendamping hidup. Lagian, Chessy inginnya nikah sama orang yang cinta sama Chessy, begitu sebaliknya"

Tak dapat dipungkiri. Di kamus seorang Chessy Arinda Hifza menikah itu sekali seumur hidup. Jika ia tidak mencintai pasangan hidupnya pun begitu sebaliknya, bagaimana bisa mereka akan bertahan dalam bahtera rumah tangga? Pondasinya saja tidak punya.

"Cinta bisa tumbuh seiring waktu berjalan. Pacaran setelah menikah bukan hal yang buruk kok. Ayah dan Bunda juga kayak gitu dulu" ayah menyampaikannya dengan kalem, seperti biasanya selalu lebih tenang setiap menasehati putera - puterinya.

"Tapi ini Chessy, bukan Ayah atau Bunda. Chessy enggak bisa nikah sama orang yang belum Chessy kenal"

Ayah tersenyum kecil "Ya makanya kenalan dulu. Baru setelah itu silahkan kamu mau melanjutkan atau enggak"

"Ayah kayak gakenal Bunda aja. Sekalinya Chessy nerima buat ketemu, Bunda enggak akan biarin Chessy gitu aja" racau Chessy mengingat bagaimana sifat sang Bunda. Sudah dapat dipastikan jika ia menerima untuk bertemu dulu, Yaya akan melanjutkannya menuju pernikahan.

"Yasudah. Kamu sholat istikhoroh dulu sana, minta petunjuk. Ayah keluar" ayah mengusap pucak kepala Chessy sebelum beranjak meninggalkan kamar putrinya.

☆☆☆

Chessy ke meja makan dan tidak mendapati Yaya disana. Hanya ada ayahnya dan Valdi.

"Bunda kemana Yah?" Chessy memilih bangku didekat umar. Mulai menyendok nasi goreng.

"Di kamar. Enggak enak badan katanya" jawab Umar.

Chessy mendesah khawatir.

"Kamu sih kak! Udah tua juga ribet amat sih mau nikah. Inget umur, mending masih ada yang mau!" Valdi menyahut dengan santai.

Kalimat penuh ejekan Valdi tentu saja tak diterima oleh Chessy. Lagian tau darimana ini anak. Dapet aja infonya macam ibu - ibu gosip "heh bocah! Gausah ikut - ikutan deh. Kuliah aja yang bener sana!"

"Eh maaf ya. Meski kuliah Valdi gabener, Valdi gasampe bikin Bunda sakit" ledeknya.

"Udah. Ingat tata krama di meja makan" ingat Umar. Kemudian melirik Valdi "Valdi, sehabis sarapan Ayah tunggu di ruang kerja"

Valdi mengulum bibirnya rapat - rapat. Dia merutuki dirinya karena sudah keceplosan dihadapan sang ayah.

"RA. SA. IN!" Chessy mengamit meledek sang adik dan melanjutkan makannya dengan santai.

Selepas sarapan, Chessy menyempatkan diri untuk melihat keadaan Yaya sebelum berangkat ke kantor.

"Bun, Bunda sakit apa? Udah minum obat?" Tanya Chessy.

Mata Yaya tidak memejam. Tapi bungkam dan tak menyahut sama sekali pada pertanyaan putrinya.

"Bun. Jangan gini dong Bun. Kalau Chessy udah ketemu calon Chessy. Chessy janji bakalan langsung kenalin sama Bunda."

(GAK) SUKA BERONDONG [Selesai] - UNDER REVISIONWhere stories live. Discover now