Part 18

5K 228 4
                                    

"Permisi, bisa kita pindah sekarang?" Tanya suster sopan.

"Silahkan. Honey, aku ikutin dari belakang ya." Ucapku mengelus pipinya. Suster mendorong kursi rodaku keluar ruangan kemudian kembali ke dalam dan mendorong bangsal Ali menuju ruanganku , ini semua permintaan dari orang tua kami agar kami tidak terlalu khawatir satu sama lain saat harus berpisah ruangan.

-SKIP-

Mama dan papaku serta Kaia memutuskan untuk pulang mengambil pakaian ku dan Ali. Sedangkan mama papa Ali ke mushola untuk sholat. Sementara kedua pasang sahabatku tidak terlihat sejak siang tadi.

"Sayang." Ucap Ali dibalik tirai. Ku tarik tirai di samping bangsalku. Ku lihat Ali yang memandangku dengan wajah lemas.

"Kenapa honey?" Tanyaku.

"Sa..kit Ly, sakiiiittt." Rintihnya menitikkan airmata. Sontak aku kaget dan langsung berdiri disamping bangsalnya tanpa menghiraukan tali infusku yang mengeluarkan darah karena aku terlalu bergerak.

"Honey, mana nya yang sakit? Kamu kenapa sih. Honeyyy." Sahutku panik.

"Sa...yang. Aku udah ga ku..at. Maaf a..ku ga bisa jaga...in kamu. Aku say..yang kamu Ly, happy birthday sa..yangku. I love you, A..li L..ove Ii..Illy." Ucapan Ali benar-benar menyengat hatiku. Aku terkulai lemas, kakiku gemetar. Ada apa. Kenapa dia seperti ini. Matanya tertutup rapat. Airmata kembali banjir tak berbendung di pipiku.

"Honey bangunnnnn. Honeyyyy!!! Ga honey kamu ga boleh tinggalin aku ! Hey bangun. ALIIIIIIIIIIIII !" Teriakku sekeras mungkin, ku peluk erat dari belakang tapi tak menyentuh bagian yang dijahit, karena posisinya tengkurap. Ku kecup pucuk kepalanya.

Aku berlari keluar kamar, tak peduli dengan darah yang mengalir segar ditanganku karena infus yang ku lepas secara kasar. Difikiranku sekarang hanya Ali. Dia harus kembali sadar !

"Dokteeeeeerrr!!!! Tolong dokter!! Suster!" Teriakku di depan pintu ruangan.

"Astaga, kenapa anda keluar, kenapa infus anda lepas? Ada apa? Tanya suster panik.

"Cepat panggil dokter. Jangan hiraukan saya cepat selamatkan Ali!" Sahutku keras. Kupastikan semua mata yang berlalu lalang menatapku tapi aku masa bodo ! Yang penting Ali selamat.

Suster berlari memanggil dokter.

Dengan cepat dan teliti mereka memeriksa Ali. Entah apa maksudnya mereka memakai alat pacu jantung. Apa jantung Ali melemah? Atau Ali? Aliii? Arghhh tidak mungkinnnnn.

Aku terus menatapnya, menangis sejadi-jadinya.

"Mba ayo kita pasang dulu infusnya." Bujuk suster tapi aku selalu menolaknya.

"Ga ! Sampai dia bisa sadar lagi.!" Nada suaraku sudah meninggi. Aku sudah tak tau harus bagaimana.

Dokter terlihat pasrah, mama papa Ali yang baru selesai sholat masuk keruangan kami, mereka nampak shock melihat segala alat yang sudah dipastikan untuk pasien kritis.

"Sayang, Ali kenapa?" Tanya mama resi panik menghampiriku.

"Ali ma. Aliiii" Lirihku. Aku sudah tak bisa lagi berkata-kata, sesak sekali rasanya melihat lelakiku berjuang mati-matian untuk hidupnya karena kebodohanku !

Dokter telah selesai memeriksa Ali.

"Maaf pa, bu. Pasien kembali kritis, jantungnya sangat lemah bahkan tafi sempat kehilangan detaknya. Saya tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi berikutnya. Kita doakan saja yang terbaik. Pasien sudah sangat lemah dan saya akan membawa pasien keruang ICU kembali." Ucap dokter.

"Apa dok? Bukannya tadi dia sudah membaik. Kenapa dokter bilang begitu lagi?" Tanyaku tak setuju dengan pendapat dokter.

"Tenang dik. Saya harap tidak ada keributan diruangan ini, pasien harus benar-benar istirahat. Keadaannya yang belum stabil mengakibatkan fungsi organnya terganggu. Kita akan lakukan yang terbaik." Sahutnya yang membuat kakiku semakin lemas.

Jalan Pulang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang