04. Promise

Mulai dari awal
                                    

"Maaf jika rumah kami kecil, kotor, dan bau sampah."

Andini tersenyum, walaupun ia seorang kaya raya namun ia tidak ada rasa jijik dan sombong sedikitpun, karena sebelum dirinya menjadi Andini yang seperti ini, ia dulu juga pernah hidup sebagai seorang anak penjual kue keliling.

"Tidak apa-apa."

"Anda siapa?" lagi-lagi Bintang bertanya.

"Saya ibu kandung kamu. Orang tua kandung kamu."
Bintang menatap Andini dengan berkaca-kaca. Tidak, ia tidak ingin percaya begitu saja bahwa wanita didepannya adalah orang tuanya.

"Saya menemukan Bintang didekat tong sampah ketika saya hendak memulung 7 tahun yang lalu. Saya menemukannya didalam sebuah kardus." ucap Risma memulai membahasa permasalahannya.

"7 tahun yang lalu, ketika saya hendak melahirkan. Suami saya berada di Korea Selatan sementara saya ada di Indonesia. Saat itu, tidak ada siapa-siapa di rumah saya karena pada saat itu saya masih belum mempunyai pembantu maupun pengawal. Saya sangat kesakitan pada saat itu lalu saya pingsan. Saat saya membuka mata, saya sudah berada di rumah sakit bersama salah-satu warga tetangga saya. Ada bagian yang sangat terasa nyeri dibagian perut hingga paha. Ketika saya lihat perut saya ternyata saya sudah melahirkan. Beberapa jam sebelum hilang, saya sempat melihat bayi saya dan memakaikannya gelang kain berwarna hitam. Ketika bayi itu hilang, suster pun tidak tau. Kami cek menggunakan cctv, bayi itu dibawa oleh seseorang perempuan yang sedang menyamar menjadi bagian dari rumah sakit itu dan membawanya kabur. Sampai saat ini, saya tidak menemukan bukti lain siapa perempuan itu."

"Apakah bayi itu adalah saya?" tanya Bintang dengan tubuh yang bergetar.

"Selain gelang itu, bayi saya mempunyai tanda lahir disekitar pinggangnya. Mempunyai tahi lalat kecil di telapak tangannya sebelah kanan."

Deg. Itu adalah ciri-ciri tubuh Bintang. Ia membalikkan tangan kanannya, terlihat tahi lalat kecil berjejer 2, dan ia juga memiliki tanda lahir di daerah pinggangnya.

"IBUUUU..." Bintang berhambur memeluk Andini, isakan tangis terdengar dari kedua ibu dan anak itu. Risma juga ikut andil dalam menciptakan suara tangisan haru yang mungkin saja terdengar sampai depan.

Tanpa mereka sadari, Bulan menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Apakah itu adalah tatapan haru? Atau tatapan sedih? Apakah ia harus senang akhirnya temannya itu, ah bukan, sahabatnya itu menemukan orang tuanya? Atau malah ia haris sedih karena itu tandanya mereka akan berpisah? Air matanya tiba-tiba menetes. Tak hanya Bulan, teman-teman lainnya juga ikut menangis melihat pemandangan haru yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.

"Ayo ikut mama pulang ke rumah."
Bintang melepas pelukannya, ia terlihat sangat bimbang saat ini. Ia melihat ibunya, ibu Risma. Dia mengangguk sambil tersenyum ikhlas. Dia tidak ingin egois dengan membiarkan Bintang-nya tumbuh bersamanya selamanya, Bintang juga mempunyai orang tua kandung yang selama ini Bintang cari-cari keberadaannya. Sekarang, Bintang sudah menemukannya, Risma tidak mungkin menahannya.

Seakan mendapat persetujuan dari ibunya, Bintang mengangguk mantap sembari tersenyum. Namun, dengan refleknya Bintang menatap pintu rumah, ditatapnya gadis mungil dan cantik itu lama.

Bodoh, ia baru tersadar. Bagaimana Bulan nantinya jika dia meninggalkannya? Dirinya sudah berjanji akan selalu ada disisi gadis itu.
Bulan menunduk, ia tak mau menyeka air matanya. Ia membiarkan air mata itu mengalir deras dengan sendirinya, begitupun juga dengan teman-teman yang lainnya.

Miracles in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang