16. Pertama kalinya

17 3 3
                                    

Bulan menuruni anak tangga dengan pelan dan anggun. Dibawah sana terlihat Andi dan Elang yang saling menatap tajam satu sama lain. Bulan menggeleng-gelengkan kepala. Dua manusia itu sama-sama keras kepala ternyata.

Bulan juga perlahan mengetahui kalau Elang dan Andi adalah saudara. Namun mengapa mereka selalu saja berkelahi dan berbuat onar di sekolah. Bulan kembali menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.

"Bulan."
Andi memutus kontak matanya dengan Elang lalu menatap Bulan yang baru saja datang.

"Sudah siap?"

"Udah gue bilang dia pulang sama gue."

Andi menghembuskan nafasnya, adik tirinya memang sangat keras kepala.

"Yaudah silahkan. Hati-hati. Makasih udah bawa gue pulang."
Ucap Andi sembari tersenyum menatap adiknya berjalan meninggalkan rumah besar itu.

Elang menggenggam tangan Bulan, menuntunnya menuju mobil yang tak jauh terparkir dari teras rumah mereka.

Andi menyusul ke depan, mengantarkan keduanya sembari tersenyum simpul.

"Masuk."

Bulan masih menatap Elang yang berdiri di sampingnya.

"Masuk, Bulan."

Bulan menurut. Dirinya memasuki mobil sport mewah yang pintunya sudah dibukakan oleh Elang.

Elang pun menyusulnya dan memasuki di jok kemudi.

Tidak ada percakapan selama perjalanan. Keduanya sama-sama sibuk. Bulan yang menatap keluar jendela, sementara Elang yang fokus menyetir.

"Udah puas?"

Bulan menoleh, menatap laki-laki tampan yang juga sedang menatapnya.

"Udah puas ikut campur urusan keluarga gue lagi hah?"

Bulan menghela nafas, Elang kembali kedalam sifat yang semula. Jutek, galak, dan dingin.
Bulan menuliskan satu kata membuat Elang memutar bola matanya malas.

"Maaf."

"Gara-gara lo gue harus pulang ke neraka itu."

Bulan hanya menatap cowok itu walaupun sebenarnya dirinya ingin tau lebih mengapa Elang selalu menyebut rumah itu seperti neraka. Padahal selama dirinya disana, dia tidak merasa seperti di neraka.

"Jangan pernah bilang ke siapapun masalah ini atau lo bakalan mati ditangan gue."

"Aku bisu. Aku juga tidak punya teman. Bagaimana aku bisa menyebarkan berita ini?"

"Lo kan deket sama Bintang. Serumah juga."

"Bagaimana kamu tau aku serumah sama kak Bintang?"

Elang terdiam. Fokus kembali ke jalannya, "Gak usah dipikirin."

Bulan mengerucutkan bibirnya, Elang menatapnya sekilas lalu kembali menatap jalan raya yang ramai.

Drrt..
Ponsel Bulan terdengar, Bintang menelfonnya lebih dari 5 kali. Mau tidak mau Bulan mengangkatnya.

"Bulan. Kamu dimana sih. Masih lama?"

Bulan tidak menyahuti. Dia segera mengetik pesan di whatsapp nya agar Bintang membacanya. Sebelum selesai mengetik, Elang berteriak, "Aman. Dia diperjalanan sekarang. Tunggu aja."

Bulan menatap Elang,

"Bulan. Itu bukan suara Andi."

"Gue Elang."

"Lo pasti yang bikin Bulan pingsan. Lo ngapain disana sama Bulan? Gak usah macem-macem sama Bulan. Inget, gue gak ba... "

"Berisik."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 22, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Miracles in DecemberWhere stories live. Discover now