04. Promise

53 7 1
                                    

Banyak yang bilang bahwa setiap ada pertemuan selalu ada perpisahan.
Entah itu perpisahan dalam bentuk yang bagaimana.

Berbagai foto berbentuk polaroid berjejer rapi di meja kerja Andini, ia menatap foto itu satu-satu sambil meneteskan air mata yang tiba-tiba datang tanpa izinnya. Rindu akan putra semata wayangnya yang diculik oleh orang tidak bertanggung jawab 7 tahun yang lalu.

"Bagaimana bisa dia ada di tempat yang seperti ini?" Andini menangis, jiwa seorang ibunya keluar. Bagaimana seorang ibu tidak sedih setelah berpisah bertahun-tahun, dan ketika hendak bertemu dalam keadaan dan kondisi anaknya yang diluar prediksinya.

Namun, setidaknya ia masih bisa mengucap syukur karena anak yang selama ini ia cari masih hidup.

"Antar saya kesana sekarang juga."

.

Bulan beserta teman-teman lain masih nyaman dengan kegiatan barunya, yaitu latian bernyanyi. Semua bernyanyi dengan serentak diiringi oleh gitar yang dimainkan oleh Bima. Menunggu jam mengamen, mereka memanfaatkan waktu walau sekedar menyanyi untuk hiburan bagi diri mereka sendiri.

Kedatangan 2 mobil berwarna hitam itu mencuri perhatian mereka dan tak lupa juga masyarakat di desa itu yang sedang melakukan aktivitas mulungnya.

Sosok wanita bergaya modis itu keluar dari mobil yang pertama, disusul dengan pengawalnya yang keluar dari mobil kedua.

Bulan dan Bintang tiba-tiba saja menoleh satu sama lain.
Semua aktivitas disana berhenti seketika.

"Selamat siang." sapa wanita itu, siapa lagi jika bukan Andini.

"Apakah anda tau anak kecil ini?" Andini mengeluarkan foto berbentuk polaroid kepada salah-satu warga disitu.

"Ini Bintang. Itu anaknya."
Sontak semua menoleh kearah Bintang. Tak terkecuali Bulan. Bulan dan Bintang saling berpegangan tangan, berhimpitan hingga tak menyisakan jarak diantara mereka.

Andini pun tersenyum, mencoba menjari jalan dengan sopan melewati berbagai tumpukan sedikit sampah berserakan yang ada di depannya, ia menghampiri Bintang.

"A-anda siapa?" tanya Bintang dengan sedikit takut.

"Saya Andini. Orang yang waktu itu kamu tolong saat kecopetan dan juga....  Orang tua kandung kamu."

Deg. Bintang terdiam. Ia masih menebak apa benar wanita didepannya adalah orang tua kandungnya?
Andini lagi-lagi tersenyum, ia dapat menebak apa yang ada dalam pikiran Bintang.

Disamping itu, Bu Risma, ibu angkat Bintang tiba-tiba keluar rumah sambil memegangi dadanya yang sakit.

Uhuk, uhuk. Suara batuk Bu Risma memecahkan ketegangan yang ada.

"Anda siapa?"

"Saya Andini, saya kesini ingin menjemput anak saya."

"Ada baiknya kita bicarakan ini didalam rumah." ucap Risma sambil memegangi dadanya. Andini pun setuju.
Andini, Risma, dan Bintang memasuki rumah mereka. Sedangkan diluar masih ada pengawal dan teman-teman Bintang yang masih belum menangkap sepenuhnya apa yang terjadi.

Miracles in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang