( ٢٠ ) Maulid yang Tidak Biasa

20 8 8
                                    

"Mereka serius tidak apa 'kan?" Cicit Hunain gusar.

Ini adalah menit-menit terakhir sebelum akhirnya tim hadroh menaiki panggung. Tapi ketiganya belum juga berbaikan, bahkan saat persiapan mereka masih berjauhan. Juga sekarang mereka menunggu giliran naik panggung dan tetap enggan berdekatan.

Mehmed menepuk pundak Hunain, tersenyum. Mengisyaratkan bahwa tak akan ada hal buruk terjadi.

Saat mereka menaiki panggung yang bagaikan singgasana megah mereka. Masih berjauhan. Sebelum akhirnya berdiri berdekatan sebagaimana formasi setelah di ancam lewat isyarat mata oleh Haidar.

Lantunan shalawat merdu dilantunkan ketiganya. Tabuhan gendang dan rebana mengiringi mereka. Dalam kesatuan yang syahdu, mereka terlarut dalam shalawat yang mereka nyanyikan sendiri. Meski masih terbesit sedikit rasa kesal pada kawan blasterannya itu.

Meski begitu, demi sikap profesional mereka, keduanya melirik Syam khawatir. Dia tidak menyanyi sebaik biasanya, suara tingginya terdengar semakin lama semakin serak. Syam sendiri terlihat agak panik karena itu.

Di satu bagian part solo Syam, mendadak suaranya tidak keluar. Sulh segera tanggap dan berimprovisasi dengan baik, mengambil alih part yang seharusnya Syam nyanyikan. Beruntung Sulh dan Salman selalu berjaga-jaga menghafalkan lirik satu sama lain untuk kejadian seperti ini, meski Syam terlalu malas untuk menghafalkan lirik milik yang lain.

Salman sengaja mematikan mic-nya. Masih menghadap ke depan, dia lalu berbisik, "Matikan mic-mu. Sebaiknya kau tetap lipsing saja, aku dan Sulh akan menutupinya."

Syam benar-benar merasa tertolong. Ini adalah acara besar yang sangat dinanti. Dan Syam tidak mau mengecewakan seluruh tim hadroh. Dan jika sampai Azka, alumni yang kemarin memarahinya itu tahu suaranya habis, yang ada dia akan disuruh tasmi' empat juz.

Meski pembina hadroh sedikit heran kenapa mereka mengubah part seperti itu. Tapi penampilan mereka tetap bagus. Berkat kerja keras Salman dan Sulh yang bekerja keras menyamai suara tinggi Syam. Tidak sebagus Syam, tapi Sulh lebih dari cukup menyanyikan bagian nada tinggi milik Syam.

Salman yang duduk di tengah menyadari kondisi Syam yang kurang meyakinkan. Bibirnya sedikit pucat dan matanya sedikit sayu. Matahari satu itu lebih redup dari biasanya.

Salman kembali mematikan mic. Berbisik, "Jangan memaksakan diri. Lakukan semampumu."

Di sisi lain, dari kursi penonton pun mereka menyadari ada yang salah dengan Syam. Serempak menanyakan Mehmed yang paling mengerti biang kerok yang satu itu.

Mehmed menghela nafas, tersenyum tipis. "Dia itu takut tidak dimaafkan Salman dan Sulh. Kepikiran terus. Sampai kurang makan dan sulit tidur. Semalam aku bergadang temenin dia. Terus tiba-tiba dia tasmi' tanpa disuruh. Dapat tiga juz, lalu baru bisa tidur." Jelas Mehmed.

"Aduh ini anak sudah tahu mau ada jadwal tampil juga tapi tetap saja bergadang." Komentar Haidar memijit keningnya.

Penampilan hadroh kali ini adalah penampilan paling menegangkan yang pernah ada bagi mereka, terutama bagi Syam. Sulh mengakhiri shalawat terakhir mereka, yang seharusnya bagian Syam. Setelah memberi salam akhirnya mereka undur diri dari panggung itu.

Briefing sejenak dari pelatih dengan tim hadroh, disitulah kepanikan Syam menjadi-jadi. Dia tidak siap kalau harus 'dihakimi' sekarang di depan personel lain.

"Dan untuk 3S," Panggil Azka, selaku alumni yang juga melatih hadroh.

Ketiganya serempak menjawab tegas, meski sebenarnya mereka tak berani. Serempak, Salman dan Sulh menepuk bahu Syam. Memberi dukungan untuk tidak terlalu takut.

Şaghirul MujahidunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang