( ٦ ) Menuju Festival

31 11 1
                                    

Zaid menyuap makanannya. Sambil mendengarkan Hunain bercerita panjang lebar mengenai apa yang sudah dilewatinya dari absen dua hari ini.

"Dan apa kamu tahu bagian terbaiknya?"

Zaid menelan makanannya. "Apa?"

Hunain tertawa. "Tadi siang Kak Ghani bicara padaku. Aku ditemani Haidar kesana. Katanya, dia salah kasih kita hukuman."

Zaid hampir tersedak mendengarnya. Cepat-cepat menelan makanannya. "Benarkah?"

"Ya! Dia terlihat menyesal. Dia bilang itu harusnya hukuman untuk kelas 4 ke atas, jika telah dilakukan lebih dari ketiga kalinya. Untuk kita, harusnya membersihkan pondok tiga hari dan hafalan lima hadits. Jadi, siang nanti hari terakhirku. Tinggal setor lima hadits, aku sudah hafal semua jadi bukan masalah."

"Woah, aku baru hafal tiga." Komentar Zaid.

"Huh? Hanya itu setelah kau diam di kamar selama dua hari?" Sulh sudah dua hari ini memutuskan makan di kamar, membuntuti Hunain yang diminta tolong Zaid untuk membawa makanannya.

"Aku juga mengerjakan tugas susulanku. Dan jangan lupakan setoran hafalan mingguan. Kau kira kerjaku cuma tidur saja dua hari ini?" Sarkas Zaid.

"S-sudah.." Hunain berusaha menengahi.

"Lagipula, kenapa sih kau makan di sini?" Tanya Zaid, tak suka. Pasalnya dia justru memancing Zaid.

"Yah.." Sangat tidak mungkin 'kan jika Sulh bilang kalau dia ingin melihat kondisinya?

"Ha-habisnya.. kapan lagi aku punya alasan untuk makan di kamar?" Sulh harap alasannya cukup meyakinkan.

"Setidaknya taruh dulu lah kertas itu. Kau bisa melanjutkannya setelah makan bukan?" Zaid menurunkan nada bicaranya, melihat Sulh yang tanpak makan sambil membaca lembaran kertas.

"Baik baik." Sulh mengalah, tidak ingin memperpanjang perdebatan.

"Padahal baru masuk. Tapi kenapa ya, senior sudah pada sibuk? Apa memang biasanya seperti itu?" Tanya Hunain.

"Memang lah, pesantren memang sesibuk itu. Bukankah kalian paham kalau banyak sekali buku yang harus dihafal? Belum lagi hafalan Al-Qur'an." Sulh menjelaskan.

"Apalagi jadwal kita padat. Ada jeda sedikit antar jadwal Halaqah, diisi sama kajian." Tambah Sulh. Dijawab anggukan Zaid dan Hunain.

"Tapi, kalau awal tahun sih bukan karena itu. Ada festival untuk kalian, para anak baru. Lebih tepatnya besok sore. Kami sibuk menyiapkan performa kami tentunya."

Zaid dan Hunain saling melempar pandang, dengan senyum merekah. Mereka bertukar tos, "Ada festifal, yes!"

🕌 🕌 🕌

Mehmed susah payah membawa tumpukan buku itu, saking tingginya hampir menutupi pengelihatannya. Sesekali dia harus berhenti untuk membetulkan susunan buku itu, juga kacamatanya yang kadang merosot.

Dia kembali dari Halaqah Lail-nya. Jalan yang remang-remang mempersulit Mehmed. Mana lagi jalanan becek karena habis hujan sejam yang lalu.

Sepatunya licin, salah melangkah. Menginjak lumpur yang licin, jadilah dia tergelincir. Masuk selokan yang untungnya cukup landai. Tawa-tawa menyebalkan terdengar di telinga Mehmed. Dan kabar baiknya, buku-buku itu tidak ikut terjatuh.

Mehmed membuka matanya. Disana ada Haidar, Salman, Syam, dan Sulh. Mereka tertawa, dengan Syam yang sampai menangis bahagia karenanya.

"D-dia jatuh!" Sorak Syam.

"Dan masuk selokan.." Tambah Sulh.

"Maaf, tadi betulan estetik." Salman pun tak kalah. Menggigit bibirnya menahan tawa, meski pada akhirnya dia tertawa juga.

Şaghirul MujahidunOù les histoires vivent. Découvrez maintenant