( ٣٥ ) Babysitter Dadakan

31 7 13
                                    

"Hueeee!" Aman menangis begitu saja setelah terbangun dari tidurnya, merengek dengan memukul-mukul pundak Sulh. Sementara Sulh hanya tersenyum menahan kesal dengan ekspresi yang menyeramkan.

"Woah, Aman jagoan." Mehmed berkomentar dengan tatapan mengejek dan berusaha tidak tertawa.

"Memang hanya Aman yang berani memukul Sulh." Syam ikut menambahi. Syam dan Mehmed pun saling lirik, pikiran mereka sama rupanya. Mereka kompak terkekeh pelan.

"Shh.. di-am-lah." Sulh dengan penekanan, membuat tangisan Aman semakin menjadi-jadi.

Jika yang memukulnya bukan bayi, sudah Sulh pastikan orang itu mendapat 'perlawanan' fatal dan membuatnya menyesal. Tapi kalau bayi beda cerita, nada tinggi pun tidak bisa dia keluarkan. Atau skill pasif Haidar bernama ceramah akan keluar dan mendoktrinnya macam-macam, meski pun doktrin itu hampir tidak pernah seratus persen berhasil.

"'Azzam. Jangan membentak anak kecil." Haidar menatapnya tajam, bagaikan elang yang tengah memantau calon mangsanya. Lihat, belum dibentak tapi surat peringatan sudah dilayangkan Haidar, pikir Sulh.

"Huft.. apa bayi selalu menangis ketika baru bangun tidur?" Monolog Sulh, masih berusaha mendiamkan Aman dengan menepuk punggung bayi itu.

"Mungkin dia cari ibunya. Anak kecil ketika bangun tidur selalu mencari ibunya 'kan?" Jawab Salman, mengelus kepala Aman dengan hati-hati.

"Masuk akal. Tapi, kita harus mencari ibunya dimana? Aman anak siapa saja kita tidak tahu!" Sulh mengerang frustasi.

"Sepertinya aku tahu dia kenapa." Zaid berjalan mendekat.

Kemudian Zaid sedikit menunduk, menyentuh popok Aman dengan jari telunjuknya. Seperti sedang menekan tombol berbahaya. "Seperti yang kuduga. Popok Aman sudah penuh, dia risih."

"Astagfirullahal Adzim!" Sulh dan Salman, ditambah Syam yang tiba-tiba muncul serempak beristigfar sambil berteriak.

"Kalian itu sedang apa sih?" Lelaki jakung berkulit putih itu berkacak pinggang. Sudah dari jauh dia memperhatikan delapan orang itu, pada akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri mereka.

"Thariq!" Mehmed berseru, memanggil teman sebangkunya itu. Haidar yang juga kenalan Thariq ikut berlari dengan Mehmed menghampiri Thariq.

"Riq, tolong kita dong!" Ucap Mehmed dan Haidar, setengah berdiri mengapit kedua tangan. Berpose meminta tolong pada Thariq dengan mata berbinar.

"Dar, apa kata anak mudabbir kalau lihat kamu dengan pose begini? Engga pantas tahu." Thariq menggeleng, tertawa mengejek. Salah satu mudabbir yang paling disegani berpose imut? Apa harga dirinya sudah jatuh?

"Shut ah!" Ekspresi puppy eye-nya luntur seketika, berubah menjadi wajah kesal. Segera saja Haidar menengok ke sekitar, memastikan tidak ada rekan mudabbir di sekitarnya.

"Sudah, bangun! Kalian itu mau minta tolong apa sih?" Thariq menarik tangan kedua kawannya untuk berdiri.

"Itu, bayi yang disana. Kau lihat?" Haidar menunjuk Aman yang masih menangis di dekapan Sulh. Thariq memicingkan matanya. Awalnya terkejut melihat siapa yang menggendong anak itu, tapi cepat-cepat Thariq mengangguk.

"Popoknya penuh. Kamu bisa 'kan membersihkan dan mengganti popoknya?" Mehmed menjelaskan, dia tahu bahwa Thariq memiliki banyak adik-adik yang masih kecil. Harusnya Thariq bisa membantu untuk urusan popok ini.

"Lalu? Darimana kita akan mendapatkan popok baru?" Thariq terlihat berpikir, melipat tangannya.

"Aku akan keluar dan membelinya!" Haidar mengajukan diri.

Şaghirul MujahidunWhere stories live. Discover now