( ١٦ ) Masih Kuat Puasa

25 9 1
                                    

"Panas.." saat Haidar menyentuh tangan milik Hunain. Panasnya melebihi perkiraan Haidar.

Haidar menghela nafas kasar. Dia merasa gagal menjalankan tugasnya sebagai ketua kamar, yang seharusnya bertanggung jawab atas seluruh anggotanya.

Dia kembali melanjutkan membaca Al-qur'an. Haidar percaya lantunan ayat suci bisa membuat kawannya lebih baik. Ruangan unit keselahatan madrasah itu bersuasana syahdu, begitu tentram.

Perlahan, Hunain mulai mengerjapkan matanya. Lantunan surah Al-hijr menyapa lembut telinganya. Tajwidnya yang elok membuat siapa pun betah mendengarnya.

"Subhanallah. Mumtaz jiddan." Komentar Hunain dengan suara serak.

Tadarus indah itu terhenti. Atensi Haidar kini adalah kawannya yang telah tersadar. Lega sekaligus bahagia melihatnya. Bisikan hamdalah terucap darinya.

"Lainkali Haidar harus membacakan Al-qur'an lagi khusus untukku ya." Ucap Hunain dengan senyumannya yang khas.

Belum selesai dengan rasa leganya, Haidar tersentuh dengan senyuman itu. Membuatnya tak sadar mengembangkan senyum tulusnya yang jarang terlihat.

"Ah, Hairi sudah merasa baikan?" Ucap Haidar pelan. Dia tidak pernah berkutat di dunia kesehatan, jadilah dia tidak tahu harus melakukan apa pada seseorang yang baru saja siuman.

"Seperti yang Haidar lihat sendiri-" Hunain terbatuk beberapa kali. Dia terlihat tidak nyaman dengan tenggorokannya.

"Ah.. eh.. Hairi mau minum?" Haidar kepayahan. Mencari-cari salah satu obat yang sekiranya bisa membuat Hunain merasa lebih baik.

"Haidar lupa? Hari ini 'kan kita lagi puasa." Hunain tertawa pelan.

Haidar baru ingat hal itu, terdiam sejenak. Tampak berpikir.

"Hairi batalin saja." Ucap Hunain memecah keheningan.

"Tidak mau!" Seru Hunain. Sampai menghentakkan tangannya di atas selimut.

Hunain memang lelah, sangat lelah bahkan. Tapi tidak terpikirkan sedikit pun kalau dia akan membatalkan puasanya hari ini.

"Hairi. Kau itu sedang sakit. Dan orang-orang sakit itu mendapatkan ruksah untuk tidak puasa. Terlebih lagi ini puasa sunnah." Jelas Haidar, dengan nada sedikit memaksa.

"Saya masih kuat, Haidar." Hunain bersikukuh, juga dengan nada memaksa.

"Dengar. Puasa itu memang bagus, tapi tidak diciptakan untuk memberatkan. Kalau semisalnya kamu sakit apalagi sampai pingsan begini, lebih baik kamu berbuka. Semua ibadah termasuk puasa merupakan syi'ar Islam. Tidak bagus apabila orang nonmuslim diluar sana melihat kamu pingsan dalam keadaan berpuasa."

"Dar, sahabat rasul saja tidak berbuka puasa meskipun beliau berpuasa sambil berperang. Beliau tetap menjalankan puasanya meski dalam keadaan sakratul maut."

"Tapi-"

"Keadaan saya tidak seburuk beliau, Dar. Lantas kenapa saya harus berpikir untuk berbuka?" Hunain masih mencecar Haidar dengan opininya. Sementara Haidar hanya bisa pasrah karena yang dikatakannya juga benar.

"Rasul itu suka sekali berpuasa sunnah di hari kamis. Karena pada hari itulah amal kita diserahkan. Dan Rasul senang sekali kalau saat amalnya diserahkan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa."

"Siapa juga yang tidak mau meneladani baginda Rasul, Dar?" Dengan wajah kesal, Hunain mengakhiri opininya dengan menatap Haidar selaku lawan bicaranya.

Hunain melemparkan arah pandangnya dari Haidar. Berusaha menahan lisannya dari segala kata-kata buruk yang bisa menyakiti Haidar

"Hairi, tolong dengarkan aku juga.." Haidar menarik baju Hunain. Haidar mengerti bahwa semua orang di Al-hijr sangat semangat akan puasa sunnah, tak terkecuali Hunain.

Şaghirul MujahidunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang