Pelakor lagi?

2.4K 165 122
                                    

"Gue kesel banget nih. Semenjak ada si Airin itu, semua orang selalu bangga-banggain dia." Aletta menggerutu, senyuman yang selalu menghiasi wajah cantiknya tergantikan oleh gurat kekesalan.

"Sama, gue juga kesel banget Let, berasa pen nimpuk muka sok polosnya tau," sahut Seila tak kalah kesal.

Caca menaikan sebelah alisnya. "Airin itu siapa?"

"Lo gak tau Ca? padahal dia satu tim sama Rega juga loh." Aletta menggeleng tak habis pikir, dia tak menyangka bahwa Rega tidak menceritakan tentang Airin pada Caca.

Caca semakin dibuat penasaran, dia menoleh pada Ara yang sibuk membaca buku. "Ra, lo tau Airin?"

Ara mengangguk pelan. Dia menutup buku lalu menatap Aletta, Seila dan Caca. "Airin dokter magang baru yang katanya cantik terus baik dan penuh pesona itu kan?"

Aletta menatap Ara dengan tatapan tidak percaya. "Alan nyeritain sampe se detail itu?"

"Iya, Alan selalu cerita apapun yang dia lakuin. Menurut gue lo gak perlu takut Alex di ambil Airin, mau gimana pun Airin di sanjung, di hati Alex cuma ada elo kok Let. Jadi gue harap lo santai aja, kalo emang si Alex macem-macem biar gue yang mukul dia." Ara menatap Aletta yang cukup terkejut karena Ara tau bahwa dirinya tengan dilanda api cemburu. Aletta tersenyum simpul, harusnya dia memang tidak cemburu berlebihan.

"Satu hal lagi, pernikahan itu tentang kepercayaan, kalo kita udah saling kehilangan kepercayaan itu berarti kita udah bikin space buat pelakor masuk. Jadi gue harap kita semua jangan gampang di makan api cemburu. Apalagi langsung percaya omongan orang yang belum tentu bener. Lo ngerti kan Ca?" Ara kembali memberi nasihat, matanya terus tertuju pada Caca yang sibuk termenung, Ara seolah tau apa yang sedang dipikirkan oleh Caca.

Caca mengerjap, dia tersenyum sembari mengangguk. "Gue ngerti kok, makasih ya ibu ustadzahnya kita."

Perkataan Caca kembali menerbitkan senyuman indah di setiap wajah ibu muda cantik yang tengah menunggu bayi-bayi mereka melakukan perawatan.

***

"Katanya ada dokter magang baru yang cantik ya?" Caca yang tengah mencuci piring, melirik ke arah Rega yang sedang menyesap kopi moccacino.

Rega refleks menaruh kembali kopi miliknya. Dia langsung menatap ke arah Caca yang sudah kembali fokus dengan pekerjaannya.

Rega mendekat. Dia memeluk Caca dari belakang lalu meletakkan dagunya pada bahu Caca. "Marah ya?"

Caca memilih diam dan melanjutkan mencuci piring.

"Diem artinya marah," sahut Rega lagi, dia melepas pelukannya lalu beralih ke samping Caca.

Rega menghentikan tangan Caca yang akan kembali membilas piring kotor, dia membersihkan tangan Caca lalu melihatnya dengan penuh sayang.

"Ya ampun tangan Cintanya Rega jadi sedikit kasar gini. Maapin aku ya, aku malah biarin kamu ngurus rumah." Rega mengecup dua tangan milik Caca dengan penuh sayang.

Caca tetap diam.

Rega tersenyum. Dia mendongak lalu menatap Caca. "Maapin aku, aku tau aku salah karena gak cerita tentang Airin ke kamu. Aku bukannya gak mau jujur, Cuma kamu tau sendiri kan akhir – akhir ini saking sibuknya aku bahkan gak bisa ngobrol banyak sama kamu."

Rega menunduk. "Maap, aku gak bias jadi Alan buat kamu. Aku gak bisa jadi Alan yang selalu ngeutamain Ara. Aku—"

Caca dengan cepat menghentikan ucapan Rega. "Aku tau kamu bukan Alan, karena aku juga bukan Ara. Tapi aku mau kalo ada apa-apa di rumah sakit, kamu langsung cerita sama aku, istri yang tau sesuatu tentang suaminya dari orang lain itu rasanya gak enak loh."

Rega mengangguk paham. "Lain kali aku gak akan ngulang. Jadi mau maapin kan?"

"Hmm... di maapin gak ya?" Caca tersenyum jahil.

"Maapin dong ma, Aku mau kok di hukum apa aja. Nyuci piring juga boleh deh." Rega ikut tersenyum jahil.

"Yaudah, hukumannya, kita cuci piring bareng. Gimana?"

"Wish ya pasti mau lah, kapan lagi bisa nyuci piring bareng mama muda yang cantik kan." Rega menaik turunkan alisnya membuat tawa indah Caca menggema.

Mereka berdua terus saja tertawa, keduanya terlihat kembali baik-baik saja. Untuk kesekian kalinya Rega dan Caca berhasil meredam ego demi kelangsung keluarga kecil mereka.

***

Caca masih tetap melihat Rega yang juga terus menatapnya. Hari ini, Caca sengaja mengantar Rega ke rumah sakit bersama dengan Raga tentunya. Rega dan Caca masih betah saling memandang sambil tersenyum.

Namun untuk beberapa saat atensi Rega teralih saat seorang gadis cantik memakai hijab marun mendekat. Caca bisa melihat gadis itu tersenyum bahkan ada binar cinta dimatanya.

"Dokter Rega," sapa Airin dengan disertai senyuman.

Rega hanya menoleh sebentar, dia kembali menatap lurus sambil menerbitkan senyuman manisnya.

Airin mengikuti arah yang Rega lihat, Netra indahnya menangkap seorang wanita cantik tengah menggendong bayi laki-laki. Airin bisa melihat wanita itu mengangguk kemudian Rega yang ada di sampingnya pergi begitu saja meninggalkan dirinya.

Airin masih betah berdiri di tempatnya, dia terus saja menatap Caca yang sudah semakin dekat dengan dirinya.

Begitu sampai. Caca tersenyum ramah. "Dokter Airin ya?"

Airin mengangguk. Dia tersenyum canggung.

"Saya Cantik, ini putra saya dan dokter Rega, namanya Raga." Caca memulai perkenalan singkat sembari memperlihatkan Raga yang tertidur pulas.

"Bayi itu lucu ya, mereka bisa tetap tertidur dengan nyaman tanpa tau apa yang sedang terjadi pada dunia. Raga masih sangat kecil untuk tau apa arti rasa, tapi saya tau kamu sedang menaruh rasa pada suami saya kan." Caca menatap Airin masih dengan memasang senyuman di wajah cantiknya.

Airin tertegun, dia refleks menunduk.

"Saya gak tau hal apa yang sudah suami saya lakukan pada kamu di masa lalu, sampai kamu masih tetap berusaha mendekati dia, padahal kamu sudah tau, bahwa dia memiliki seorang istri dan seorang anak." Airin semakin merasa terpojok. Dia bahkan tidak berani menatap Caca.

"Saya tidak menyalahkan hijab yang kamu kenakan. Tapi saya sungguh menyayangkan ternyata hijab yang kamu kenakan masih belum bisa membuat kamu sadar atas kesalahan yang sedang kamu lakukan."

Caca terus menatap Airin yang semakin menunduk. "Kamu cantik, saya yakin ada banyak pria single di luar sana yang ingin meminang kamu. Semoga kamu ngerti ya, semangat." Caca mengulas senyuman seraya menepuk pelan pundak Airin.

Airin tersadar. Dia menatap Caca yang sudah menjauh. Ya Allah, maapkan hamba, hamba hampir saja merebut kebahagiaan orang lain.

***


Haii ketemu lagi dalam tulisan. 😄
Oh ya mau tanya 😆
1. Siapa karakter favorit kalian?
2. Kenapa kalian pilih dia jadi karakter favorit?
3. Kalo kalian jadi Caca terus ada yg keliatan suka sama doi kalian,  apa yg bakalan kalian lakuin?

Yang mager silahkan di jawab 😎

Suddenly Married [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang