Self-(dinner)-made

143 12 0
                                    

Drabbles
Cast : Sana // Yoongi
Slice of Life, Chef AU
Words : 680
Written by : Hiraethskies

"Aku udah di basement."

"Oke."

Perbincangan antara aku dan Sana terputus. Layar ponsel langsung menunjukkan wallpaper ponselku begitu telefon kami terputus.

Wallpaper ku adalah foto kami yang tengah bersandar di dinding kayu rumah teman kami. Malam itu sebetulnya hari jadi kami. Setahun sudah kami lewati dan entah mengapa kami memutuskan untuk menghadiri pesta teman alih-alih makan di restoran mewah atau setidaknya menghabiskan waktu berduaan.

Kami berdua tersenyum lebar ke arah kamera. Sana bersandar padaku. Rambutnya masih pirang keemasan saat itu, dia masih menyelesaikan sekolah kokinya.

Kalau bisa dibilang, kami masih ditahap menikmati rasa cinta kami satu sama lain.

Tahun demi tahun kami lewati bersama. Tak terasa empat tahun lebih aku bersamanya. Cincin tunangan sudah tersemat di jari kami. Dan kami sudah menjadi bagian dari rutinitas masing-masing.

Bertemu dengannya, menjemputnya, menemaninya ketika bosan.

Aku mengorbitkan diriku padanya. Kesibukanku hanya sesekali datang untuk memonitori supermarket yang kumiliki. Sementara Sana, dia jauh lebih sibuk. Bekerja di hotel, menghadiri les private dengan seorang koki ternama, dan kembali belajar untuk mendapatkan sertifikasi lainnya.

Aku selalu ingin hadir untuk menghiburnya atau setidaknya ada untuk dia.

Ketukan di jendela mobil membuatku terlonjak. Sana sudah berdiri di sisi mobil, tanpa senyuman. Ah, aku tahu ini bukanlah hari yang baik baginya.

Setiap hari aku berharap dia pulang dengan mood yang baik. Tapi aku terlalu egois kalau hanya ingin dia senang tiap harinya. Jujur, aku agak sulit menghadapi Sana yang kesal. Dia bak putri es tiap kali moodnya sedang kurang bagus.

Satu hal pasti yang harus kulakukan; tutup mulut.

"Sudah?" pertanyaan itu terlontar dari mulutku dan langsung dijawab dengan anggukan samar.

Aku pun menjalankan mobilku. Mengendarai mobil bersamanya dalam keheningan. Aku menerka apa kali ini yang terjadi padanya? Mungkin dia kelelahan? Karena aku dengar hari ini dia harus membuat 400 porsi untuk anggota dewan yang melakukan rapat di hotelnya.

Diam masih membelenggu bahkan hingga kami masuk ke dalam apartement Sana. Memberanikan diri akupun bertanya.

"Kamu udah makan?"

"Aku lagi pengen kimbap."

Ucapan tersebut diakhiri dengan ambruknya Sana ke atas sofa. Kakinya masih menggantung di ujung sofa. Mungkin kami memang harus membeli sofa yang lebih panjang.

Aku pun beralih ke kulkas Sana dan memerhatikan isinya. Dia suka sekali menyetok bahan makanan meskipun dia sendiri jarang makan di rumah. Semua bahan membuat kimbap ada.

Terdorong dengan rasa ingin mengapresiasi kerja keras Sana, aku memutuskan untuk membuatkannya kimbap. Meskipun aku sebetulnya tidak pernah membuatnya. Aku orang yang tidak mau ribet, dan selalu memesan makanan  kalau lapar.

"Kamu mau pakai timun tidak?" tanyaku sembari mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.

Kepala Sana mencuat dari balik sofa. Keningnya berkerut tak yakin, "Kamu mau masak?"

"Iya."

"Sini—"

"Sshh, kamu istirahat aja," potongku sebelum Sana bangkit dari atas sofa. "Seharian kamu masak untuk orang lain. Siapa yang memasak untukmu?"

Sana tersenyum tipis dan kembali tiduran di sofa.

Aku tidak tahu bagaimana ini akhirnya. Tapi semoga saja berhasil.

.

Aku menatap miris hasil gulungan kimbapku. Terlalu besar dan tampak menjijikan. Nasi yang berlebihan hingga tercecer keluar dari gulungan. Sayuran yang ikut-ikutan keluar dari tempatnya. Bentuknya sangat tidak cantik. Tapi rasanya lumayan.

Chef Baek Jongwon juga tidak akan bisa membantu.

Ah, mana peduli dengan tampilannya? Yang penting rasanya kan?

Aku menyerengit jijik melihat hasil masakanku. Masih dengan celemek yang kukenakan, aku mendekati Sana. Dia sama sekali tidak bersuara selama aku memasak, hanya beberapa kali terdengar audio dari ponselnya.

Sana langsung duduk begitu aku di dekatnya. Dengan jelas aku bisa membayangkan Sana menertawaiku dan pada akhirnya kami akan memesan makanan. Maksudku, memang dari visualnya saja sudah pantas untuk ditertawakan.

"Kamu mau segigit?" tanyaku, menjulurkan piring berisi potongan kimbap.

Sana memerhatikan isi piring sesaat. Aku sudah siap dengan hujatannya.

Namun tanpa kuduga, dia tidak tertawa melainkan tersenyum lebar. Dia meraih salah satu potongan kimbap, "Kenapa cuman segigit? Aku mau semuanya."

"Serius?" tanyaku ragu. Sana memakannya. Sesaat dia hanya mengunyah, menentukan apa yang ia rasakan di mulutnya. "Bagaimana rasanya?"

Sana tersenyum kecut dan mengerutkan dahinya. "Well, rasanya tidak bohong."

Tawaku tak tertahankan. Bisa-bisanya dia menahan diri untuk tidak langsung menghujat masakanku dan malah terus mengunyahnya.

"Sudah, sudah jangan dikunyah lagi. Kita pesan saja oke?"

𝐰𝐢𝐧𝐞 | 𝐛𝐚𝐧𝐠𝐭𝐰𝐢𝐜𝐞 ✔️Where stories live. Discover now