02. Harapan

61 10 5
                                    

Banyak orang mengatakan, pendidikan adalah hal yang penting bagi kehidupan kita. Namun, apakah kita pernah berpikir? Bagaimana nasib mereka yang kesulitan dalam hidupnya. Tidak berteman dengan buku dan sejenisnya, tetapi berteman dengan barang yang mungkin bagi kita kurang layak.

Itu yang dialami Bulan, gadis kecil yang masih berusia  7 tahun itu sudah merasakan bagaimana susah dan kerasnya hidup. Tak peduli panas, hujan, badai. Ia lewati hanya untuk menghasilkan pecahan rupiah. Ditemani oleh baju lusuh yang menurutnya favoritnya.

Disaat yang lain mendambakan dan menyukai baju kekinian, berbeda dengan Bulan. Baju lusuh dan sedikit berlubang itu menjadi baju favoritnya. Topi yang ia gunakan hasil dari mengambil dari tempat sampah yang sudah dibuang oleh pemiliknya.

Namun, ia bersyukur dengan itu semua. Setidaknya, ia masih bisa menghirup udara secara gratis pemberian Tuhan. Yah, itu yang selalu ia ucapkan sebelum tidur. Dalam hati.

Pagi-pagi sekali Bulan bangun dari tidurnya, berjalan menuju kamar ayahnya yang sepi, itu tandanya ayahnya sudah berangkat bekerja.
Bulan menghela nafas, ini masih subuh. Bahkan matahari pun belum menunjukan aktivitasnya, namun ayahnya sudah bekerja.

Bulan ke kamar mandi, mengambil air dalam ember yang sudah dilubangi, mulai berniat dan berkumur. Setelah selesai, ia tersenyum.

Alhamdulillah, aku masih bisa menikmati segarnya air wudhu. Begitulah kata-kata yang ia ucapkan dalam hati.

Ia berjalan ke almari, almari kecil yang hampir rapuh. Tempat ia menyimpan mukenah dan baju khusus yang ia gunakan sholat.

Ya Allah, berikan ayah hamba kekuatan agar bisa lancar mencari uang untuk kami. Berilah kesehatan dan juga panjang umur kepada kami. Lindungilah kami dari segala sesuatu yang jahat, berkahilah rezeki kami, ampunilah dosa-dosa kami. Kabulkan do'a hamba Ya Allah.

"Bulaaannn.. Udah bangun? Aku masuk ya?"

Ya Allah, do'anya udah dulu ya. Kak Bintang udah jemput Bulan. Berikan kelancaran hari ini ya, Bulan sayang sama Allah. Semoga hari ini dapat buanyak hasilnya, biar bisa buat ayah berobat. Kasian ayah Ya Allah.

"Bulan kok lam.. Eh.. Aduh, emm. Aku tunggu diluar ya.. "
Bintang segera berbalik, karena terburu-buru, ia menabrak pintu kamar.

"Aduh, eh maaf.. Ini ngeselin banget sih." Bintang memukul pintu itu, kemudian ia keluar dengan rasa bersalah.

Semoga Kak Bintang juga sehat selalu Ya Allah, supaya bisa sama-sama terus sama Bulan. Aamiin, Bulan tinggal dulu ya Ya Allah. Al fatihah.

Bulan segera merapikan, ganti baju dengan baju favoritnya, menyusul Bintang yang sudah menunggunya di luar.

Bulan menepuk pundak Bintang, menyodorkan kertas yang bertuliskan, "Kak Bintang maaf buat nunggu, Bulan habis sholat."

"Iya gapapa. Santai ae lah."

Bintang menggandeng tangan Bulan, membawanya berjalan menyusuri jalan yang masih sepi, fajar sudah mulai terlihat. Tak ada percakapan seperti biasa. Tangan mereka masih setia bertautan, hanya senyum dari keduanya yang mewakili perasaan mereka saat ini.

Mereka duduk dibawah pohon rindang, menatap sungai yang kini ada didepannya. Menunggu matahari terbit, ditemani angin pagi yang masih terbebas dari polusi Jakarta.

"Bulan.."

Yang empunya nama menoleh, menatap manik mata sang pemanggil.

"Kalo misalnya nanti kita berpisah, Bulan harus jaga diri ya."

Bulan menunduk, 10 kata yang membuatnya menjadi sedih. Bintang merangkul pundak Bulan, ia paham apa yang dirasakan gadis disebelahnya.

"Kan misal, Bulan. Aku juga gak mau kalau kita pisah beneran. Oh ya, aku penasaran sama orang tua asliku. Kamu penasaran gak?"

Miracles in DecemberWhere stories live. Discover now