08 [Dia Semakin Dekat]

2 1 0
                                    

Icha kira ia bisa bebas berkeliaran tanpa malu di lingkungan sekolah saat tidak ada yang mengambil video saat ia terjatuh serta menyebarkannya. Namun ternyata, ia benar-benar salah!

Memang benar jika berita itu tidak tersebar saat keesokan harinya. Namun tepat seminggu setelah acara itu, lebih tepatnya lagi setelah pemberian penghargaan kepada Abi dan kawan-kawan setelah usahanya yang berhasil menyumbang piala untuk sekolah.

Icha tak habis pikir. Untuk apa mereka menunda hingga seminggu? Atau selama ini, Icha kurang peka? Ia juga jarang memeriksa media sosialnya.

"Re," bisik Icha. Saat ini, mereka sedang berada di perpustakaan untuk mengerjakan tugas tambahan dari salah satu guru karena nilai ulangan mereka yang di bawah KKM.

"Hm," balas Reta. Ia tengah sibuk mencari buku yang menarik minatnya. Namun, bukan berarti telinganya juga ikut mencari. Tentu telinganya cukup peka untuk hal-hal menyangkut Icha. Apalagi, sejak ia melihat video itu beredar pagi tadi. Pasti Icha akan membahasnya hari ini.

"Gue kira mereka nggak se-tertarik itu sama gue. Eh nyatanya gue salah."

"Siapapun bakal tertarik sama kejadian lucu sekaligus menyedihkan. Apalagi, ada objek yang membuat mereka semakin tertarik," ujar Reta.

"Objek?" ulang Icha.

"Abi."

Lagi-lagi, Icha mendengar nama itu selain dari mimpi dan halusinasinya. Ia rasa akan bosan jika berkali-kali mendengar dan melafalkannya terus-menerus, dan ternyata ia salah. Bukannya bosan, ia malah semakin ingin bersama Abi untuk bernostalgia. Ya, apalagi yang disukai mereka yang pernah satu sekolah di masa lalu kecuali bernostalgia?

"Daripada lo mikirin video itu, kenapa nggak liat video yang gue kasih aja?" Reta memberi saran dengan mata yang masih jeli mencari dan tangan yang dengan lincah menyusuri tiap buku di rak berwarna coklat itu.

"Video apaan?" Icha masih belum mengerti ke mana arah pembicaraan ini.

Reta menghela nafasnya. "Abi."

Hanya dengan satu nama itu, Icha langsung menoleh. Sebuah senyum langsung terbit di bibirnya. "Sumpah, Re, gue makasih banget sama lo!" ujarnya sambil memeluk Reta dari samping. "Gue nggak nyangka kalo dia bisa jadi ganteng kaya gitu."

"Lah, emang dulu dia nggak ganteng?" tanya Reta bingung.

"Gue sama dia kan pas SD doang. Lo tau sendiri kalo SD tuh wajahnya masih natural. Ya ganteng sih kalo menurut gue mah dari dulu. Hehehe..." jawab Icha.

Reta kembali menghela nafas. Kali ini, ia melakukannya karena lega dan berhasil mengalihkan perhatian Icha dari video dirinya saat terjatuh. "Awas aja kalo gue dengar kata-kata 'sahabat tak berguna' lagi," ancamnya.

"Hehehe ... Iya, maaf deh. Gue janji nggak bakal gituin lo lagi."

Lima menit berlalu, bahkan Reta sudah berpindah rak. Namun, Icha masih berada di tempatnya dengan bibir yang tak berhenti tersenyum.

Reta menggelengkan kepalanya. "Emang susah sih berhadapan sama orang yang lagi kasmaran," ujar Reta.

Bukan kasmaran lagi namanya, tapi cinta lama bersemi kembali. Malah semakin bergelora saat bercampur dengan gairah anak muda yang Icha miliki.

~•~•~

Sebuah chat singkat masuk ke ponsel Icha. Melihat nama si pengirim membuat Icha bingung. Pasalnya, ia merasa tidak pernah menyimpan nomor seseorang dengan nama 'bee'. Apalagi dengan emoticon hati di belakang. Namun, begitu ia melihat dan mengenali foto profil dari nomor itu—meskipun dengan posisi membelakangi, Icha langsung membukanya.

Bee❤ : Chan?

Icha mendengus melihatnya. Sudah ia duga kalau nomor itu milik Abi. Namun, mengapa Abi menamainya bee? Pakai emoticon hati lagi. Kalau saja Icha tidak ingat bagaimana sifat Abi dulu, mungkin ia akan baper duluan.

Icha masih saja memikirkan arti dari bee. Bee? Kalau di bahasa Inggris, itu artinya lebah. Nggak mungkin Abi bandingin dirinya sama lebah. Bee. Bee. Cara bacanya... Bee. Bi? Abi?

Astaga, Icha tak mengerti kalau jalur akselerasi yang cowok itu ikuti juga memengaruhi pikirannya. Segala nama dibikin susah. Membuat Icha harus memutar otaknya. Namun, satu yang belum bisa Icha terjemahkan; apa arti dari emoticon hati. Semakin memikirkannya, membuat Icha semakin baper saja. Bisa-bisa, ia salah paham dan membuatnya malu sendiri.

Ah sudahlah, lupakan soal nama. Yang penting, sekarang Icha sudah punya nomor Abi! Betapa senang hatinya saat ini. Apalagi, Abi yang menghubunginya duluan.

Namun, isi chat yang dikirim Abi membuat Icha kes. Cowok itu masih saja memanggilnya dengan nama itu. Bukan apa-apa, hanya saja nama itu kini menjadi beban untuknya karena fisik yang ia punya saat ini jauh berbeda dengan nama yang ia punya.

Icha lalu mengetikkan sebuah balasan.

Icha : Udah gue bilang jangan panggil gue pake nama itu!😡

Icha sengaja memberi emoticon marah, agar cowok itu berhenti memanggilnya dengan nama 'Chantik'.

Sementara itu, jauh di seberang sana, seorang cowok tengah berbaring sambil memainkan ponselnya. Sudut bibirnya tertarik saat melihat balasan dari chat yang ia kirimkan.

"Masih pemarah ternyata," ujarnya.

Bee❤ : Selow dong hahaha

Icha : Kalo sama lo gk bisa selow!

Abi tergelak melihat balasan Icha. Ternyata, gadis itu lucu juga kalau di dunia maya. Kenapa nggak dari dulu dia minta nomornya ya? Padahal, Arka—temannya yang dulu 'pernah menyatakan perasaan' pada Icha mempunyai nomor gadis itu.

Kalau Abi punya nomor Icha sejak mereka SD, sudah pasti mereka tidak akan hilang kontak seperti ini. Abi saja baru sadar kalau Icha satu sekolah dengannya beberapa hari saat ajaran baru dimulai. Itu pun karena letak kelas mereka yang bisa dibilang cukup dekat dan untuk melihat satu sama lain pun mudah.

Kelas Abi yang sekarang berada di lantai satu gedung bagian depan, sedangkan Icha di lantai dua. Sehingga saat Abi bersantai di gazebo depan kelas, ia dapat dengan mudah melihat Icha—itu pun kalau Icha sedang berada di luar kelas.


Bee: Btw lo gk kangen gue nih😂

Icha : Ogah!

Setelahnya, Icha mematikan data seluler. Ia tidak mau terlalu larut dengan Abi, alias ia ingin jual mahal sedikit. Meskipun kondisi fisiknya tidak mendukung hal tersebut. Jangankan jual mahal, jual murah saja belum tentu ada yang tertarik. Eh, ngomong apa sih ini. Icha makin ngelantur saja.

Mencoba melupakan kejadian yang hanya berlangsung beberapa menit bersama Abi, Icha memutuskan untuk kembali menonton drakor di laptop. Gini-gini, Icha juga pecinta drakor. Khususnya drakor dengan pemeran utama yang buruk rupa, lalu berubah menjadi cantik. Sesuai dengan apa yang ia inginkan saat ini; cantik.

~•~•~

CHANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang