"Ini hari pertama sekolah, nggak bakalan kondusif belajar, Anya. Lagian ni ya, katanya bakalan ada tanding basket lawan sekolah Gapara." Ujar Sifa memberi tahu.

"Kata siapa lo?" tanya Anya tak percaya.

"Gini-gini gue nggak kudet kaya lo, liat aja nanti deh." Balas Sifa lalu berjalan menuju kantin meninggalkan Anya.

Bule resmi dikeluarkan oleh pihak sekolah akibat tindakannya, sedangkan Kale tidak. Kepala sekolah juga sudah membersihkan nama Kale serta memberi tahu pada semua muridnya untuk tidak membahas kasus tersebut.

Tempat biasa ini nampak membosankan, tak ada asap rokok yang biasa Bule keluarkan pada wajah Epot. Tak ada yang berteriak tidak jelas, dan tak ada pembullyan. Meri sendiri ikut sedih, walau Bule memang menyebalkan tapi Meri juga ikut merasa kehilangan.

Faisal mendekati ketiga laki-laki yang tengah galau tersebut. "Kalau Bule di tahan, siapa yang jadi ketua tawuran lawan anak Alberto lagi Bulan depan?"

Sungguh dari awal Kale tidak respect hal semacam kekerasan itu, bahkan ia semakin benci hal berbau kekerasan karena kondisi Ica sekarang.

"Apa pentingnya si ikut kaya gitu, kenapa harus Bule ketuanya? kenapa juga lo mikirin itu saat Bule lagi nyoba ngerasa nyaman sama lingkungan yang nggak menyenangkan di sana?" tanya Kale dengan emosi yang menggebu-gebu.

Semua mata menatap pada Kale. "Berhenti jadi orang yang waras bisa nggak si? supaya gue punya alasan buat nyebut lo gila." Ucap Kale lalu bangkit dan pergi meninggalkan tempat tersebut.

Faisal menelan saliva di mulutnya, ucapan dari Kale sungguh pedas. "Bisa-bisanya tu orang ngomong lancar disaat emosi." Kata Epot.

Jawa mengangguk. "Kalau lo pasti udah belepotan." Ejek Jawa pada Epot.

Bingung, Faisal harus tertawa atau marah. "Temen lo itu berbakat buat ikut debat." Ucap Faisal.

"Dia mah bidang apa aja jago." Balas Epot.

Alis Jawa terangkat satu. "Dia emang keliatan hampir sempurna, tapi gue yakin dia juga punya kekurangan yang kita nggak tahu."

Kale berjalan sambil sesekali menghela nafas untuk meredakan emosinya. Langkahnya terhenti saat gadis yang menjadikan wajah Kale visual di komiknya berdiri tepat di depan Kale.

"Ka-kak apa kabar?" tanya Lina.

Wajah Kale terlihat datar dan tidak bersahabat. "Penting gue jawab?"

"Kale!" panggil Hary. Dia Kakak kelas Kale yang satu eskul dengannya.

Hary mendekati Kale dan memandang Lina, tanpa diminta Lina langsung pergi.

"Apa?" tanya Kale.

"Kak Uje minta lo ke ruangannya, mungkin mau bahas soal pencalonan diri lo." Jawab Hary.

Kale hanya mengangguk dan berniat berjalan menuju ruang Kak Uje, ya Ka Uje adalah pembina ekstrakulikuler pecinta alam.

Ka Uje terkenal pembina yang cukup tegas dan sangat mementingkan kedisiplinan, jadi sebelum Kale memasuki ruangan singa itu ia harus merapikan dulu baju seragamnya.

"Mana dasi mu?" tanya Kak Uje.

Di depan manusia yang tegas sekalipun Kale bisa terlihat santai. "Ada di Bule." Jawab Kale.

"Bule?" tanya Kak Uje yang tak akrab dengan nama panggilan itu.

"Ada di Jeff." Ralat Kale membuat Kak Uje terdiam. Anak itu sekarang tengah berada dalam sel bagaimana mungkin Uje meminta Kale untuk mengambilnya.

Uje berdehem untuk mencairkan suasana. "Gimana visi misi kamu?"

"Aman, kapan mulai sertijab?" tanya Kale.

KALE [END]Where stories live. Discover now