Epilog

30.9K 3.6K 815
                                    

Ara tidak tahan lagi untuk tidak memeluk Pangeran. Gadis itu memeluk Pangeran dengan erat dengan isakan tangis yang mengiringi. Dadanya terasa sesak menahan sakit. Ia tidak sanggup lagi. Dirinya benar-benar mencintai Pangeran.

"Aku mencintaimu, Pangeran," cicit Ara pelan mengakui perasaannya kepada Pangeran.

Pangeran mematung di tempat. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ara sendiri yang berkata kalau dia tidak mencintai dirinya 'kan?

"Ra ..."

"Aku benar-benar mencintaimu, Pangeran. Semua yang aku katakan padamu waktu itu hanyalah kebohongan. Aku pikir dengan melakukan itu semuanya akan selesai. Tetapi kenyataannya tidak. Aku mencintaimu, sangat." Air mata Ara semakin mengalir deras. Pundak gadis itu bergetar.

Pangeran membalas pelukan Ara sama eratnya. Ia mencium kening gadis itu beberapa kali. Hatinya merasa senang mendengar penuturan Ara. Itu berarti cintanya tidak bertepuk sebelah tangan 'kan?

"Gue juga cinta sama lo, Ra. Banget."

Keduanya berpelukan lama. Saling menyalurkan rasa yang menggebu di dada.

Pangeran mengurai pelukannya. Jemarinya menghapus pipi Ara yang sangat basah. Mata gadis itu sembab namun tidak mengurangi sedikit pun kecantikannya.

"Jadi, kita saling cinta?" Pangeran tidak kuasa menahan senyumnya. Ia menggendong Ara lalu memutar gadis itu dengan senyum senang. Hari ini ia merasa begitu bahagia.

Ara berteriak senang saat Pangeran menggendongnya ala bridal dan memutarnya. Apalagi tampilan mereka berdua yang menyerupai Pangeran dan Putri. Sungguh, dunia terasa milik berdua.

Pangeran menurunkan Ara dari gendongannya. Senyumnya semakin mengembang. "Gue butuh banyak penjelasan," ujar Pangeran serius.

Ara langsung murung saat itu juga. Helaan napas panjang keluar dari mulutnya. Dirinya belum siap. Tetapi, waktunya hanya tinggal beberapa jam lagi.

Ara memejamkan matanya sejenak. Sebentar lagi malam akan tiba. Dirinya akan berubah menjadi seorang peri dan saat itu juga Ara harus kembali ke dunia asalnya. Sungguh berat.

"Kita bicara di tempat lain. Empat mata." Ara menarik tangan Pangeran menuju ke taman belakang.

Sesampainya di taman belakang SMA Arjuna, Ara mengajak pemuda itu duduk di atas kursi di bawah pohon mangga yang menaungi. Pangeran merasakan jantungnya yang berdebar tidak karuan.

"Kalau aku mengatakan yang sesungguhnya, apa kamu akan percaya?" tanya Ara dengan serius. Matanya menatap dalam manik hitam milik Pangeran.

Pemuda itu tersenyum tipis lalu mengelus rambut Ara. "Gue percaya sama lo," jawabnya.

"Kalau aku mengatakan kalau aku ini adalah seorang peri, apakah kamu percaya?"

Pangeran terbahak saat itu juga. Ia mencubit pipi Ara dengan gemas. Apakah gadis itu sedang melawak? Lucu sekali, macam anak kecil.

"Bagi gue, lo itu bidadari, Ra." Pangeran tersenyum lebar.

Ara menatap pemuda itu sedih. Bagaimana caranya agar Pangeran bisa percaya kepadanya?

"Aku serius. Katanya, kamu akan percaya kepadaku?" Ara mengerucutkan bibirnya.

Pangeran menaikkan dagu Ara agar gadis itu menatapnya. Matanya menelisik manik Ara. Ia sama sekali tidak menemukan kebohongan di sana. Ara ... serius?

"Lo bercanda 'kan? Jelas-jelas lo manusia, Ra." Pangeran mengacak rambut Ara. "Lo polos banget, sumpah."
Ara menatapnya sendu. "Aku merasa sedih, apakah kamu tidak bisa melihatnya?" Ara terisak, Pangeran dibuat terkejut saat itu juga.

Putri Dingin (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang