50

3.5K 309 19
                                    

"Aku tak pernah berbuat seperti itu."

"Percayalah padaku, Prilly."

"Hei! Buka, sayang."

Ali menyandarkan punggungnya di pintu yang terkunci dari dalam oleh Prilly. Kenapa Thalia harus datang disaat ia sedang berbahagia bersama Prilly? Wanita itu memang penghancur kebahagiaan.

"Hei! Bagaimana aku bisa menjelaskan, kalo kamu seperti ini, Prilly."

Ali menghela nafasnya. "Kasian Anak kita, Prilly," kata Ali lagi.

Hiks.

Ali mengusap wajahnya saat mendengar suara tangisan Prilly. Tak tahan lagi, lebih baik ia segera bertindak agar mencari kebenaran dari masalah yang membuat Prilly kembali benci padanya.

"Cari tau semua ini, jika tidak. Kamu dan Anak buahmu akan kena akibatnya."

"Hmm, saya tunggu!"

Klik

Ali menghela nafasnya kembali. Tak ada jalan lain selain mengambil kunci cadangan yang ia punya. Ali beranjak dari duduknya.

Clek

Baru saja selangkah. Langkahnya berhenti saat mendengar suara pintu terbuka. Ali membalikkan tubuhnya dan tersenyum melihat Prilly membukakan pintu untuknya.

"Kakak masuk aja! Ini kan kamar Kakak bukan kamar aku. Aku akan tidur di kamar tamu." Ali menggelengkan kepalanya. Kenapa Prilly sampai berpikiran seperti itu?

Ali menerobos masuk dengan tangan yang menyeret Prilly. Ali mendudukan Prilly diatas ranjang, tangannya mengelus pipi Prilly yang mulai menirus.

"Apa Kakak pernah berbohong?"

"Sering bahkan hobi Kakak memang berbohong." Ali menghela nafasnya sambil menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Thalia berbohong Prill, mana mungkin aku melakukan hal sebodoh itu," ujar Ali jujur. Prilly mendelik sambil memalingkan wajahnya.

Tiba-tiba saja Prilly memegang perutnya yang terasa kram. Membuat Ali panik. "Kenapa?" tanya Ali khawatir.

Ali merebahkan Prilly di atas ranjang. Kramnya sedikit mereda, Prilly tetap tak mau berbicara dengan Ali sebelum kebenaran menghampirinya. Ali duduk di atas ranjang, lalu membuka menyalipkan pakaian Prilly agar ia bisa mengelus perut Prilly.

"Baby jangan marah sama Papa."

"Papa sayang sama Baby. Papa gak akan melakukan hal sebodoh itu."

Sejak kapan Ali jadi bawel?

Bahkan Prilly baru menyadari Ali tak lagi dingin padanya. Prilly menghapus air matanya yang menetes, masih terbayang-bayang Kayleen tentunya. Bahkan dulu hanya sakit hati yang ia dapat sewaktu Kayleen dalam kandungan.

"Mending kamu keluar! Aku gak mau liat kamu," usir Prilly. "Atau aku yang akan keluar," sambung Prilly.

Ali menggelengkan kepalanya. Pria itu malah mendekati Prilly lalu memeluk Prilly dari samping. Prilly berusaha melepaskan pelukan Ali yang sangatlah berat.

"Jangan marah-marah, sayang."

"Gak usah sayang-sayangan kalo Kakak hamilin Thalia." Prilly melepaskan pelukan Ali, lalu beranjak dari ranjangnya ini.

Lagi-lagi Prilly merasakan kram pada perutnya. Membuat Prilly meringis kesakitan, gerakan Prilly tentunya terlihat oleh Ali. Membuat Ali langsung sigap menghampiri Prilly.

"Kenapa?"

"S----sakit hiks."

Buru-buru Ali menggendong Prilly. Keringat dingin mulai membasahi tubuh Prilly. Prilly takut bayinya kenapa-kenapa didalam sana, Prilly mencengkram kaos yang Ali gunakan. Kram ini benar-benar membuatnya mati rasa.

TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now