꒰ 🛒 "32♡ᵎ market date

10.3K 876 93
                                    

hayyyiii! akuu udah mulai ngisi draftt yeyyy, semoga bisa update rutin lagi abis inii. ayoo rameinn guyss :3

VOTE! VOTE! VOTE!

t i g a d u a. Market Date

Paginya, Juni dikejutkan dengan dua orang yang sudah menunggu di depan gerbang rumahnya.

Juni terkesiap sambil menarik pagarnya untuk menutup akses orang rumah melihatnya dengan dua cowok sekaligus. Bener sih ibunya desak dia buat menikah, buat ngenalin cowok ke orang rumah, tapi kan ya satu aja gitu, nggak sekaligus dua begini, mana cakep-cakep pisan, pingsan si ibu kalau Juni maunya sekaligus dua.

"Hey," Juni menyapa untuk keduanya. "Pada ngapain?"

Dia belum sadar kalau Zav mengeluarkan aura permusuhan, nampak sekali merasa posisinya terancam. Sementara Rohim jelas tak perlu diragukan, pembawaannya yang tenang selalu membuat orang-orang di sekitarnya juga merasa aman.

Rohim bergerak mendekat ke arah Juni, mengusap lengannya dengan sapuan ringan dan tersenyum. "Aku nungguin kamu daritadi, jadi ke terapi kan?"

Zav dari tempatnya melotot. Itu tangan kok main sentuh-sentuh Juni aja sih? Nggak sopan.

Juni menepuk kepalanya lalu bergumam heboh. "Oh iya! Kamu ngajakin terapi yaa?? Aaa aduh, lupaaa."

Rohim terkekeh bertepatan Zav yang menyemburkan tawa. Selama memiliki janji dengan Zav, cewek itu mana pernah melupakan agenda jalan mereka, malah dia yang paling excited dan tak pernah membuat Zav menunggu, sehingga acara jalan mereka biasanya selalu berjalan mulus, kalau tidak ada gangguan mendadak di tengah jalan, seperti Zav yang tiba-tiba ada kelas atau Juni yang mendapat panggilan kantor dari atasannya. Setidaknya, Zav merasa dia ada satu langkah di depan Rohim. Zav tersenyum miring, puas akan fakta itu.

Rohim mengangguk, tak masalah. "It's okayy. Maybe kita bisa jalan-jalan aja? Atau kamu mau ke jembatan lagi?" Rohim terkekeh melihat rona merah di pipi Juni.

Juni mendengus geli dan meninju pelan lengan berisi Rohim. "Nggak!" Hidungnya kembang-kempis. "Bakso gila aku nggak sempet kemakan tau yang semalem," adu Juni.

Zav melotot untuk kedua kali. Sial! Kok udah aku kamu aja sih njer?? Trus itu maksudnya apa ngajakin ke jembatan coba? Dasar cowok genit! Zav menendang batu yang ada tepat di kakinya, menyalurkan rasa kesal, berharap dua orang ini mengalihkan atensi padanya yang sejak tadi tampak tak dianggap presensinya sama sekali.

"Nanti kita beli lagi, sayang."

"Hah?" itu respon Zav dan Juni. Bedanya Zav agak nyolot.

Rohim menahan senyumnya gemas kepada Juni, bukan Zav. Sementara cowok itu sudah panas-dingin mau menonjok Rohim yang kelewatan.

"Maksudnya, sayang kalau nggak nyobain bakso gilanya, udah rela-rela antri juga kemarin," jelas Rohim.

Juni ber-oh ria dengan kepala mengangguk paham sementara Zav mana mau percaya, cih modus.

"Yaudah yuk, keburu rame. Malam minggu kan nih," ajak Juni menarik lengan Rohim tanpa repot-repot menoleh ke arah Zav. "Eh kamu ganti parfum ya?" Juni tanpa sadar mendekatkan wajahnya ke arah ceruk leher Rohim membuat Zav melotot dan lantas menarik lengan baju cewek itu agar menjauh. "Eh, eh— Zav?? Apaansih?"

"Ngapain cium-cium begitu? Trus sejak kapan kamu ngeiyain ajakan jalan dia? Kamu nggak liat daritadi aku nungguin kamu di depan sini? Aku dateng lebih awal daripada oom-oom ini loh," sewot Zav.

Juni mendelik kecil mendengar panggilannya. The heck?! Sejak kapan nih anak aku-kamuan? Gelii.

"Ya lo mau apa?" tanya Juni setelah melirik ke arah Rohim meminta untuk menunggu. "Gue awalnya kan punya urusan sama Rohim, ya gue mana tau lo ada urusan sama gue, nggak ngomong," bela Juni.

Juni Mega & The CrushWhere stories live. Discover now