07 [Namanya Bukan Chantik]

Mulai dari awal
                                    

Memang benar Abi. Betapa terkejutnya Icha saat mendapati siapa Abi yang dimaksud. Namun, bagaimana bisa?

Icha memutuskan untuk mengembalikan celana cowok itu saat pulang sekolah saja. Setelah mencari keberadaannya, akhirnya ia  menemukan Abi. Cowok itu berada di kantin bersama teman-temannya. Icha ragu untuk menghampirinya. Ia tidak mau digoda saat mengembalikan celana. Jadi, Icha memilih untuk duduk membelakangi mereka sambil menunggu mie yang ia pesan.

Icha masih bisa mendengar suara-suara gaduh di belakangnya saat mie yang ia pesan tinggal separuh. Icha pun memperlambat makannya, agar ia memiliki alasan untuk berada di sana cukup lama.

Hingga akhirnya Icha bisa melihat satu per satu cowok melintas di sampingnya. Namun, ia sama sekali tidak melihat Abi. Ke mana lagi cowok itu? Padahal, sudah jelas-jelas Icha melihatnya di sana tadi.

"Nyariin gue?"

Pertanyaan itu mengejutkan Icha yang tengah mencari-cari keberadaan Abi di belakang punggungnya.

Cowok itu, Abi, tanpa basa-basi langsung mengambil mangkuk mie milik Icha dan melahapnya.

"Eh eh, kok dimakan?" protes Icha.

"Minta."

Abi baru mengembalikannya dengan kondisi mangkuk yang sudah kosong, hanya ada sendok dan garpu yang menimbulkan suara denting.

"Makasih makanannya," ucap Abi dengan senyum merekah.

Jujur saja, dengan melihat Abi pada jarak sedekat ini dan mendengarnya berbicara membuat tubuh Icha meremang hingga gemetar. Jantungnya? Jangan ditanya lagi. Icha sangat yakin kalau jantungnya sudah seperti saat ia berlari keliling lapangan. Berdebar tak karuan.

Sebelum Icha jatuh terlalu dalam dan malah membuatnya terlihat memalukan, ia segera mengambil celana dari dalam tas dan memberikannya pada Abi.

"Makasih buat celananya. Sorry baru ngembaliin sekarang, kemarin-kemarin gue cariin nggak nemu," ujar Icha.

Abi pun menerimanya. "Cuma makasih doang nih?" tanyanya dengan senyum miring.

"Iya."

Abi tampak berpikir sebentar sembari mengamati wajah Icha. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan menyodorkannya pada Icha. "Gue minta nomer lo sebagai balasan atas bantuan gue."

Icha melihat ponsel itu dan Abi berulang kali. Ia tidak salah dengar kan? Telinganya masih berfungsi secara normal kan? Cowok di depannya ini memang benar-benar Abi? Atau hanya halusinasi seperti biasa?

Satu lagi pertanyaan yang datang di otaknya; memangnya Abi tahu siapa dirinya?

"Emang lo tahu siapa gue?" Dan pertanyaan terakhirlah yang akhirnya keluar.

Abi tertawa sebentar. "Lo nggak amnesia kan? Atau jangan-jangan, malah lo yang lupa sama gue?" balasnya.

"Jadi, lo inget siapa gue?" tanya Icha dengan wajah cengonya.

Abi mengangguk. Senyumnya tak sedetik pun luntur. "Lo Chantik kan?"

Seolah jantungnya sudah tak mampu menampung oksigen yang keluar masuk, Icha merasa jantungnya pecah menjadi berkeping-keping saking senangnya. Ditambah lagi dengan perutnya yang seketika terasa geli. Jika kata orang-orang, seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perut.

Cowok ini, cowok yang ada di depannya ini, cowok bernama Abi ini mengingatnya! Ia bahkan memanggil Icha dengan namanya. Nama yang sangat ia rindukan.

Namun, Icha tak bisa membiarkan euforia itu menguasai dirinya. Akan terlihat bodoh jika ia senyum-senyum sendiri tanpa alasan.

"Bukan." Icha ingin mengetes, apakah Abi ingat nama panjangnya.

"Bercanda nih. Chantika Annisa, itu nama panjang lo kan?"

Benar. Itu nama lengkapnya. Jadi, Abi masih mengingatnya sampai sekarang?

"Masih nyangkal kalo lo bukan Chantik?"

"Nama gue bukan Chantik." Icha tetap menyangkal, walau sebenarnya Abi seratus persen benar.

Abi tertawa sebentar, lalu matanya sedikit turun untuk melihat badge nama milik Icha. Namun, ia tidak menemukan apapun di atas saku seragam itu. Kerutan di dahinya sedikit terlihat, dan ia cukup lama memandangi bagian itu sehingga membuat Icha curiga dan segera menutupinya dengan tas.

"Gue colok mata lo!" gertak Icha

Sekali lagi, Abi tertawa mendengarnya. Setidaknya, gadis di depannya ini masih memiliki beberapa sifat yang sama seperti lima tahun lalu; pemarah.

"Nggak keliatan juga meski gue liatin seharian," goda Abi.

Sontak, Icha memukul kepala Abi dengan sendok. "Heh!"

"Aduh!" seru Abi begitu sendok berlumurkan mie itu mengenai kepalanya dengan cukup keras. Abi menunjukkan ekspresi kesakitan, meski dalam hati ia senang saat Icha memperlakukannya seperti dulu. Tanpa malu dan ragu.

"Gue cuma mau liat badge nama lo doang, Chan," ungkap Abi dengan tangan yang masih mengelus kepalanya.

"Udah gue bilang kalo nama gue bukan Chantik!"

Abi terkejut saat mendengar suara Icha yang semakin meninggi. Dan hembusan nafas yang tidak teratur itu membuat Abi berspekulasi kalau Icha marah. Namun, marah karena apa?

"Lo kenapa sih?" tanya Abi bingung.

"Icha. Nama gue Icha. Panggil gue Icha. Jangan sebut nama Chantik lagi di sini," jawab Icha dingin. Ia segera beranjak dari sana. Namun, ia teringat jika tujuan utamanya mencari Abi adalah untuk mengembalikan celana cowok itu. Juga memberi sesuatu sebagai balas budi. Jadi, ia kembali menghampiri Abi dan menaruh sebuah kotak persegi dengan kasar di depan Abi.

"Sekali lagi makasih!"

~•~•~

CHANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang