35. Euphoria

Mulai dari awal
                                    

Mavi tetap menggeleng. Baginya tak ada yang lebih penting selain menjauh dan melindungi diri dari manusia resek seperti orang di sebelahnya.

"Hmm," gumam lelaki itu.

"Lo ngingetin gue sama cowok yang pernah gue temuin di sini. Parah, cakep banget, tapi jutek! Dia abis renang di laut terus marah gara-gara gue foto, hehehe. Tapi serius deh, cakep banget orangnya! Ototnya kenceng," celetuk orang itu.

Mendadak ia mencoba memegang lengan Mavi untuk dirasakan bisepnya, tapi langsung Mavi tepis agar tak menyentuh apapun yang ada di tubuhnya.

"Jangan kurang ajar!" Mavi mengingatkan.

"Nggak kok, mau pegang aja bentar." Dia masih kukuh pada keinginannya. "Biar gue ga penasaran lagi. Boleh ya?"

Karena kesal, Mavi pun mempercepat langkahnya meninggalkan orang itu. Tapi lagi-lagi ia dikejar. Bukan hanya itu, Mavi juga difoto berkali-kali seperti dirinya adalah seorang bintang yang dijadikan incaran paparazzi.

"Wow, keren! Rambut lo senada banget sama laut dan langit," kata dia.

Kemarahan Mavi bertambah, ia seketika menyerang lelaki tadi dengan mendorongnya kuat hingga tersungkur dan mengaduh tanda sakit. Tanpa memberi aba-aba, Mavi langsung lari ke ujung dermaga dan terjun ke air.

Mavi berenang cepat dengan perasaan cemas. Ia melindungi diri di laut karena yakin orang itu tak akan mengejarnya sampai ke sini. Sekelebat bayangan Alaia mendadak muncul dalam benak, membuat Mavi memikirkan sesuatu hingga jantungnya berdentum hebat.

"La Luna harus menjauh dari manusia. Manusia semakin gila, nggak terkecuali Langit," batin Mavi.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Jarum jam terus bergulir, kini menunjukkan pukul sepuluh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarum jam terus bergulir, kini menunjukkan pukul sepuluh malam. Acara resepsi sudah selesai sejak bermenit-menit lalu, sisa waktu yang ada dipakai untuk mengisi kebersamaan dengan orang-orang terdekat.

Alaia berganti alas kaki karena pegal memakai heels tinggi selama berjam-jam. Gaunnya pun sudah berubah menjadi dress pendek yang jauh lebih simple dengan warna putih.

Namun, kendalanya adalah bagian dada dress itu cukup terbuka hingga menonjolkan belahan dada Alaia. Karena itu Langit lebih melindungi istrinya dengan cara selalu merangkul pinggang Alaia ke manapun mereka pergi.

Ia dan Langit berbincang seru bersama para tamu. Alaia memang tidak kenal mereka semua, tapi sikap ramahnya membuat orang-orang itu senang terhadapnya. Tak sedikit yang memuji Langit karena bisa mendapatkan pasangan semanis Alaia.

"Kamu duduk aja, ya? Biar aku yang keliling." Langit berucap.

Alaia memeluk lengan Langit seraya menggeleng samar. "Nggak mau."

"Kenapa? Emangnya ga capek berdiri mulu?" tanya Langit.

Mata biru Alaia bergerak melirik segelintir manusia yang duduk mengisi kursi di sekitarnya. Alaia melihat ada beberapa yang kosong, tapi ia enggan ke sana. Ia malah mengeratkan pegangannya pada lengan Langit.

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang