BAB 7. Aku Manusia?

38 10 4
                                    

Kepada Meimei Maretta diharap segera ke ruang guru. Kepada Meimei Maretta diharap ke ruang guru sekarang juga.

Suara yang menggema di speaker kelas membuat Meimei yang asik rebahan jadi bangkit. "Gue dipanggil?"

Katrin mengangguk.

Sekali lagi, kepada Meimei Maretta diharap ke ruang guru sekarang juga.

Bunyi bising itu sangat menganggunya. Padahal, ia sedang asik rebahan. Malah disuruh ke ruang guru. Memangnya ia habis berbuat kesalahan?

Meimei berjalan sangat malas. Menguap lebar sepanjang perjalanan. Warga Starlight yang melihat Meimei sudah maklum. Meimei pun tak mempedulikan tatapan aneh orang-orang padanya.

Toh, hidup-hidup Meimei. Orang lain tidak berhak ikut campur.

Mengetuk pintu terlebih dahulu. Meimei masuk dan ....

"Akhh, sakit Pak," ujarnya merintih karena telinganya ditarik oleh Pak Budi—wali kelasnya.

"Kamu ya, Mei. Gak ada kapoknya bikin ulah." Pak Budi semakin keras menarik daun telinga Meimei.

"Iya, Pak, iya. Saya minta maaf. Lepasin dulu, Pak," pinta Meimei kemudian Pak Budi melepaskannya.

"Minta maaf mulu kalau diulangin lagi buat apa, Mei? Percuma."

Gadis itu malah cengengesan. "Manusia gak ada yang sempurna, Pak. Bisa salah juga," bela Meimei tak tahu letak kesalahannya.

"Meimei!" bentak Pak Budi membuat Meimei kicep.

"Iya, Pak."

"Hari ini kamu pelanggaran. Mengapa hari ini kamu menendang tong sampah sehingga sampahnya berserakan?"

"Hah?"

"Kamu tahu kan, aturan sekolah ini selalu menjaga kebersihan? Kamu tahu kan Starlight selalu mendapat penghargaan adiwiyata dari provinsi? Terus mengapa kamu malah mengotori lingkungan sekolah, Meimei." Jika Pak Budi sudah bersabda tentang aturan sekolah, Meimei bisa apa?

Memang, ia tadi tak sengaja menendang tong. Di luar dugaan, malah sampahnya jadi tercecer. Itu bukan salah Meimei sepenuhnya. Tong sampahnya saja yang lemah dan mudah jatuh.

"Beri alasan kenapa kamu mengotori lingkungan sekolah?"

Meimei diam saja sambil memainkan ujung rok lipitnya. Ingin marah, melawan,tapi ia urungkan. Takutnya Pak Budi yang sudah berapi-api nanti malah meledak.

Meimei membuang napas gusar. Ia masih berpikir. Mengapa Pak Budi bisa tahu kalau itu ulah Meimei? Siapa yang berani mengadukannya?

"Kok, Pak Budi bisa tahu itu ulah saya?" tanya Meimei penasaran.

"Ada yang mengirim ini ke saya." Pak Budi menunjukkan video perbuatan Meimei yang menendang tong sampah kemudian dengan seenaknya kabur tanpa rasa tanggung jawab.

"Wah orang iseng tuh, Pak. Beneran Pak. Saya tadi gak sengaja. Tadi saya kesel sama orang. Nah kebetulan tong di dekat saya, ya saya tendang aja buat pelampiasan," tutur Meimei panjang lebar.

"Tongnya terlalu lemah, Pak. Masa gitu aja langsung jatuh."

Pak Budi manggut-manggut. "Meimei, kamu udah salah masih ngelak." Pak Budi menggelengkan kepalanya.

Oke, Meimei hari ini harus jaga sikap. "Iya, Pak, saya minta maaf
Saya janji tidak mengulanginya lagi," ucap Meimei pasrah. Matanya tak sengaja menangkap manik mata dibalik punggung Pak Budi. Ya memang, sedari tadi Renath melihat interaksinya dengan Pak Budi.

Renath tersenyum meremehkan, Meimei dibuat murka. Sial! Pasti lelaki itu, batin Meimei nethink duluan.

Renath melewatinya dengan angkuh juga sebelah tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Mata Meimei memicing, ingin sekali mendorong lelaki itu ke dalam sumur.

Lima Detik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang