Aksi 4 - Semoga Nggak Galak

Start from the beginning
                                    

"Presiden modelan kamu begini, yang ada negara berubah bobrok."

Shera terkekeh kemudian memasang wajah songong. "Tapi aku nggak bakal biarin para koruptor hirup oksigen lebih lama. Nyusahin aja mereka."

"Jadi kaki kamu sakit buat jalan?"

"Nggak sakit sih, Mas. Tapi, kayak nyut-nyutan gitu. Tahu deh, apa penyebabnya. Aku skip penjelasan dokternya, nggak minat." Shera menyuapi Obelix seiris lagi. "Overall aku nggak apa-apa."

Ini yang bikin Obelix geleng-geleng kepala terhadap Shera. Mau semengerikan apa pun lukanya, Shera selalu menganggap remeh dan tidak ambil pusing. Kalau Obelix boleh berterus terang, luka yang dialami adiknya sekarang tidak sebanding dengan kejadian cedera kepala beberapa bulan lalu. Namun, tetap saja, Obelix tidak menyukai hal-hal aneh yang disukai Shera.

"She, kamu tahu kan kalau Mas sayang kamu?"

"Tahu kok."

"Bisa berhenti buat ngelakuin ini?" Gadis itu terdiam, bahkan untuk mengunyah pun benar-benar tak dilakukan. Obelix mendesah pasrah. Seberat apa pun menanggung tingkah Shera, buat Obelix tidak jadi masalah. Shera adalah sosok terpenting bagi hidupnya. "Mas cuma nggak bisa lihat kamu begini. Jatuh, luka, berdarah, emangnya bukan perkara sepele?"

"Mas nggak percaya kalau aku bisa jaga diri?"

"Lalu sekarang apa?" tanya Obelix. "Ini yang kamu sebut bisa jaga diri?"

"Ini cuma lagi sial. Biasanya aku—"

Obelix lebih cepat memungkas, "Nggak ada baik-baik saja kalau konteksnya begini. Oke?"

Kepala Shera tertunduk ke bawah. Di antara manusia-manusia yang ada, Shera paling tunduk pada kakaknya. "Maaf, Mas," cicitnya. "Aku udah buat ulah lagi. Bikin Mas khawatir dan pusing lagi. Tapi, aku sayang Mas juga kok. Mas pun masih jadi cowok terganteng sejagat raya buat aku."

"She, kamu nggak benci ke Mas, kan?"

Shera mengangkat kepalanya segera. "Mas, kok ngomongnya begitu?"

"Barangkali karena ini kamu jadi segan atau takut ke Mas. Parahnya sampe benci." Obelix memindahkan segera loyang pizza dan cup soda ke meja kecil. Tidak ada barang-barang lain kecuali vas dengan bunganya adalah buatan. Maju sedikit, lengan Obelix menjangkau sang adik ke dalam pelukan. "Jangan ngelanjutin hobi aneh kamu yang itu lagi, ya?"

"Maksudnya tawuran?"

Obelix mengangguk. "Sejenis itu pokoknya."

"Kalau balap motor? Plis, Mas, yang ini jangan. Sayang banget kalau Blacky sampai jadi pengangguran."

Blacky yang dimaksudkan adalah sebuah motor Kawasaki ninja Z1000 berwarna hitam. Pemberian Obelix saat Shera berulang tahun ke-18. Sekali lagi, imej Shera adalah tanggung jawab Obelix. Sehingga motor tersebut bersifat rahasia seperti tingkah Shera selama ini. Obelix yang menyimpannya dan Shera hanya bisa menggunakan motor tersebut sewaktu-waktu. Tentu dengan kehati-hatian agar tidak tertangkap basah oleh keluarga.

"Berani jamin nggak bakal ada luka lagi?" Jarak mereka kembali terbentang. Dari matanya, Obelix bisa melihat bagaimana peribahasa bagai pinang dibelah dua bekerja. Shera dengan mamanya nyaris kembar yang berbeda zaman. "Sampai hobi itu bikin kamu masuk sini lagi, Mas ogah buat setujuin."

Yang bisa Shera lakukan hanyalah mengangguk ragu.

Cuma butuh sehari untuk Shera berada di rumah sakit. Selepas itu, Obelix-lah yang menampung adiknya untuk beberapa hari ke depan. Seperti biasa. Paling tidak sampai cedera di sana sembuh dan kruk kehilangan fungsinya karena kaki Shera bisa berjalan normal lagi. Beruntungnya dari segi alasan, pihak keluarga tak memberatkan. Mamanya percaya jika Shera hanya ingin tinggal di rumah baru sang Kakak.

Pop the QuestionWhere stories live. Discover now