SEMAKIN JATUH DALAM

329 36 6
                                    

Biarkan seperti ini dulu. Aku ingin menikmati hariku dengan alunan namamu yang masih semu. Setidaknya sebelum Tuhan menghentikan nafasku, biarkan aku memilikimu walau masih dalam anganku.

¤¤¤¤

Sesampainya di rumah, Meisya menggandeng tangan Aisya menuju kamar mereka. Dyana yang melihatnya hanya geleng-geleng melihat tingkah keduanya.

"Mei, pelan-pelan ih."

"Iya makanya lo cepetan. Gue gak sabar mau cerita."

Mereka pun sampai di kamar. Baik Aisya dan Meisya menaruh tasnya terlebih dahulu. Kemudian melepas sepatu dan naik ke atas kasur.

"Aisy, lo tau gak, tadi tuh---"

"Tunggu dulu, lo mau bahas Pak Azzam nih?"

"Iya lah. Lo pikir gue sesemangat ini mau bahas apaan?"

"Ya udah lanjut."

"Tadi tuh kelas gue lagi gak ada dosen. Waktu jam pertama. Nggak tau kenapa hari ini dosen pada males masuk kelas kali ya? Tapi tiba-tiba Pak Azzam dateng tuh, nggantiin dosen jam pertama gue. Pas gue liat, gue langsung keinget sama lo dong."

"Oh ya? Masa sih? Bukannya hari ini jadwal Pak Azzam ada di kelas gue ya?"

"Emang. Tapi kan jadwal di kelas lo bukan jam pertama kan? Mungkin Pak Azzam lagi nganggur dan akhirnya ngisi di kelas gue deh. Pak Azzam tuh kaya nggak mau gitu kalo ada kelas yang kosong. Buang-buang waktu katanya. Tanggung jawab banget kan?"

Aisya tersenyum. Ia merasakan desiran ada di hatinya. Meisya yang melihatnya sontak melemparinya dengan candaan-candaan yang sukses membuat Aisya semakin malu-malu.

"Tuh kan, senyum-senyum sendiri. Terpesona lo ya sama Pak Azzam? Gimana enggak coba, dosen super duper ganteng plus pinter kaya Pak Azzam mah siapa yang nggak suka sih."

"Bisa aja lo ah."

"Eh tapi bener. Gue jadi tau kenapa lo suka."

"Dih? Emang kenapa?"

"Ya nggak tau kenapa ah. Lo pasti juga bingung kenapa lo suka Pak Azzam. Aduh, Aisy, coba aja gue bukan pacarnya Reyhan, dan lo nggak suka sama Pak Azzam, ah udah gue sikat aja itu orang."

"Hehh, maksud lo apa, hah?"

"Ya kan misalnya doang, Aisy. Lo ngerti omongan gue gak sih? Ah lo mah baperan."

"Maksud gue bukan gitu, Mei. Lo tuh bilang sikat-sikat kaya tadi, gak sopan banget lo sama dosen sendiri."

"Oh masalah itu? Hahaha, ya maaf, Aisy. Wah, lo belum jadi aja udah perhatian gitu. Lo udah dalem banget nih ya kayanya."

"Nggak tau gue. Gak paham. Gue mikir aja gitu, Mei, dengan keadaan gue yang kaya gini sekarang, nggak pantes banget kali gue suka sama orang seperti Pak Azzam. Menurut lo gimana?"

"Ya apa salahnya? Kita nggak bisa ngatur kita bakalan jatuh cinta sama siapa. Bukannya semua itu udah takdir? Lo jatuh cinta sama Pak Azzam ya itu udah takdir lo, Aisy. Lo nggak boleh pesimis. Lo mau milih jatuh cinta sama siapapun kalo emang lo seriusnya sama Pak Azzam ya udah bakal stuck disitu. Jangan karena lo sakit, lo jadi down untuk gapai apa yang lo mau. Lo nggak mau sama Pak Azzam emangnya? Hah?"

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang