HBA1C

178 22 0
                                    

Biarlah senyum mereka tetap terbit. Tanpa mereka tau tentang lukaku yang masih sangat sakit. Biarlah mereka tertawa, atas bahagia yang telah mereka rakit. Dan biarlah aku di sini, terdiam bersama rasa sakit yang pahit.

• Meisya Syahzeeqava •

¤¤¤¤

Di pagi buta, sebelum matahari menampakkan dirinya dan memancarkan sinarnya, rupanya sudah banyak manusia yang bersiap untuk melanjutkan kegiatan. Langit masih menyiratkan mega merah sebab sebentar lagi mentari akan segera terbit.

Di dalam rumah yang terletak di salah satu sudut kota itu, para penghuninya sudah disibukkan dengan persiapan untuk pergi ke tempat yang jauh untuk beberapa hari.

Seusai sholat shubuh tadi, Aisya dan Meisya berolahraga sebentar. Sekedar merenggangkan otot-otot dan berlari-lari kecil di halaman rumah. Kemudian mandi dan berkemas.

Ya, hari ini, Aisya akan berangkat ke Singapore selama 1 sampai 3 hari ke depan bersama kedua orang tuanya untuk mengurus persiapan pengobatan penyakitnya di sana. Saat ini, Aisya sedang memasukkan barang-barang yang dibutuhkannya ke dalam koper. Ia juga dibantu oleh Meisya. Pagi-pagi sekali ia berkemas. Sebab pesawatnya akan terbang jam 7 pagi.

"Mei,"

"Hm?"

"Lo beneran nggak mau ikut gue?"

Meisya menghentikan kegiatannya memasukkan beberapa baju Aisya ke dalam koper. Kemudian, Meisya menatap Aisya sebentar.

"Lo kan cuma sebentar doang di sana." Jawab Meisya.

"Tapi kan lo sendirian di rumah. Mending ikut gue aja, Mei."

"Nggak bisa, Aisy. Hari ini gue ada presentasi."

"Izin kan bisa."

"Sayang kalau izin-izin terus, Aisy. Lagian kan lo sebentar doang. Terus pulang lagi. Nanti kalau lo bener-bener udah mulai pengobatan, nanti bisa deh gue pikir-pikir lagi buat ikut ke Singapore."

"Ah, kenapa harus jauh banget sih gue berobatnya,"

"Lah, kenapa emang? Lo nggak mau?"

"Ya nggak gitu juga. Kalau yang dekat ada kenapa harus yang jauh?"

"Aisy, papa tuh kalau ambil keputusan nggak bakalan sembarangan. Pasti udah dipikirin matang-matang. Lagian nih, ya, kalau di Singapore tuh kualitasnya lebih bagus."

"Lo tau darimana?"

"Ya mungkin aja. Kata papa kan banyak tuh yang sakit kayak lo, terus sembuh setelah berobat ke sana. Mungkin memang alat-alatnya lebih bagus, Aisy. Obat-obatnya juga. Kualitasnya udah nggak diragukan. Masa lo nggak mau? Kan demi kesembuhan lo juga."

"Ya gue mau-mau aja, Mei. Tapi, gue harus jauh dari tempat ini. Gue nggak bisa masuk kuliah dong."

"Kenapa? Nggak bisa masuk kuliah, apa nggak bisa ketemu Pak Azzam?" Tanya Meisya sembari menaik-naikkan alisnya.

"Dih, apaan sih lo? Ngaco deh."

"Gue sih tau, Aisy, lo nggak mau berobat jauh-jauh karena biar lo tetep bisa ketemu Pak Azzam, kan? Hehehe, kebaca sama gue."

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang