5. Menghapus kesedihan Syakila

18 9 5
                                    

         Tap... Tap... Tap...
Kuputar langkahku dan berjalan kearah sebaliknya aku biasa pulang. Kuikuti kemana Syakila pergi. Dan benar saja, dia masih menangis sendirian di taman sambil bermain ayunan.

"Cengeng." Seruku sambil mendekatinya. Sungguh aku tidak tahan lagi melihat air matanya mengalir karena si Gavin sialan itu.

"Syakila.. kau sangat menyukai orang itu ?" Tanyaku.

         Dia mengangguk pelan, air matanya makin mengalir. Setetes. Dua tetes. Tiga tetes. Dengan kedua ibu jari tanganku perlahan kuhapus setiap air matanya.

"Kau tahu, wajahmu yang jelek jadi lebih jelek kalau menangis." Godaku sambil bercanda.

"Aku tak peduli hiks... hiks..." jawab Syakila.

"Dia sudah membuatmu seperti ini. Apa kau masih menyukainya ?" Tanyaku lagi. Ayolah Syakila, dia sudah menolakmu. Untuk apa kau masih menangis dan memikirkannya.

"Mungkin iya..." jawab Syakila. Sudah kuduga ia akan bilang begitu.

"Kalau aku sangat benci." Kataku terus terang. Ya, aku membenci Gavin yang sudah membuatmu jadi seperti ini.

"Kenapa? Bukan urusanmu, kan?" Syakila balas bertanya padaku.

"Gadis yang kusukai sudah direbutnya." Jawabku dengan jujur.

         Itu kau, Syakila. Aku menyukaimu tapi Gavin sudah terlebih dahulu memikatmu. Aku sendiri memang baru menyadari perasaanku sekarang ini.

"Begitu? Kau juga sakit hati ?" Kata Syakila.

"Sangat. Tapi aku tidak menangis." Balasku, walau dalam hati aku pun merasa sakit saat kau mencintai orang lain sampai sedalam ini.

"Hebat." Kata Syakila memujiku.

         Ya, aku hebat. Dan aku tidak akan kalah dari si rambut pirang itu. Pasti akan kuhapus semua rasa sukamu terhadap dirinya. Akan kubuat kau kembali tersenyum.

         Kutatap mata hijau miliknya lekat-lekat sambil memperpendek jarak diantara kami.

"Karena itu mulai sekarang, sudah aku putuskan..."

         Kupejamkan mataku sementara bibirku mengecup bibirnya lembut.

"Syakila, ayo kita pacaran !" Ajakku dengan sungguh-sungguh.

.

.

.

         Mungkin ini tidak akan mudah. Perasaan seseorang tidak bisa begitu saja dirubah. Dan memang harus kumulai dengan menerima Syakila yang memang menyukai Gavin. Akan kutunggu sampai dia selesai menata hatinya kembali, lalu menerimaku dengan sepenuh hatinya.

         Karena itu, bagiku tidak apa bila dia masih belum bisa melupakan lelaki itu. Berpura-pura kuat walau aku tahu dengan pasti semakin dia coba menahan, rasa sakit dihatinya akan semakin menjadi-jadi.

         Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Syakila sampai mau menerima ajakan double date Marsya. Padahal bisa saja dia menolak, tidak usah sampai memaksakan diri 'bersikap biasa' pada dua orang itu.

         Melihat Gavin dan Marsya jalan bergandengan tangan dengan mesra, saling suap-suapan saat makan kue, bercanda, bersenda gurau, pacaran seakan dunia milik berdua. Sampai mana Syakila bisa tahan melihat semua itu ?

         Dan pucaknya, saat berada di bianglala...

"Kiss me..." kata Marsya tiba-tiba. Gadis itu dengan ganjen makin merapat pada Gavin. Memaksa minta dicium.

Affogato[END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ