1.Awal bermula

29 14 9
                                    

         Semua ini bermula dari suatu sore yang indah. Awal cerita yang terdengar manis bukan? Tapi tidak bagiku.

         Aku, Shaquille Melviano. Siswa kelas dua di Bridge School. Beberapa hari ini terlibat sebagai panitia Masa Orientasi Siswa baru di Bridge. Bertindak sebagai senior penanggung jawab urusan tata tertib. Aku pahami, mengingat tugasku tentu saja sikapku terhadap adik kelas sangat keras. Walau memang sifatku sendiri terkadang kejam. Tapi itu tidak merubah kenyataan kalau aku cowok populer yang disukai banyak siswi baru. Belum lagi siswi Bridge lain dari berbagai angkatan dan kalau dihitung dengan siswi lainnya dari luar sekolah, fangirl-ku sangat banyak.

         Aku boleh narsis dan blagu mengingat diriku ini pemuda tampan, pintar, kaya, keren, dan mempesona. Kurang apalagi kalau hidupku nyaris sempurna dan banyak orang yang iri padaku. Meski kuakui aku juga orang yang dingin, kejam, cuek, kurang perhatian dan... Sudahlah jangan bicarakan sifat jelekku yang lainnya. Yang penting aku ini cowok populer. Titik.

         Terbukti dari banyaknya surat cinta yang dikirim padaku. Yah, itu mungkin cuma surat iseng yang junior tulis untuk senior sebagai main-main. Tapi padaku, kebanyakan isinya serius. Banyak dari mereka yang sungguh menyatakan cinta, bahkan sampai ngajak pacaran. Aku sendiri tidak terlalu peduli. Meski katanya menurut perhitungan aku menempati posisi pertama perolehan surat cinta terbanyak. Kemudian menyusul si Onyet sang Ketua OSIS yang harusnya lebih populer dariku di mata para junior. Ya, masa bodo!

"Buang saja." Kataku dengan cueknya enggan membuka apalagi membaca surat-surat itu.

"Hoi Mbing! Hargain dong. Setidaknya simpan dulu kek, atau lihat ini dari siapa. Kapan-kapan baru kau baca. Jangan dibuang." Kata Nathan.

"Hhh... siapa sih dulu yang usulin rencana konyol kayak gini? Ngerjain banget tahu gak! Kau pikir aku punya cukup banyak waktu luang buat baca surat gak jelas, gak mutu kayak gini." Balasku.

"Ihh, salah sendiri kau populer, makanya dapat banyak surat cinta. Lihat tuh si Bencong Thailand. Liam dapat dua surat aja udah senang sampai nangis saking terharunya."

         'Hahaha...'
Aku tertawa geli dalam hati. Dasar Onyet bodoh! Bandingin aku sama Liam Ray, orang aneh seperti waria. Gak selevel kali.

"Hm. Maksudmu aku harus menari kegirangan gitu karena dapat lebih banyak ?"

"Paling banyak." Nathan mengoreksi.

"Cih, sama saja bagiku tidak penting."

"Hei! Hei! Sudah cukup. Berisik banget sih kalian berdua." Kata Saaqib bermaksud melerai. Padahal aku tahu dia bersikap seperti itu karena mulai merasa tidur sorenya terganggu oleh acara pertengkaran kami.

"Heh Nathan! Kalau Shaquille tidak mau terima ya sudah tidak apa-apa. Itu suratnya kalau bagimu penting dan gak boleh dibuang ya buatmu saja." Aku menyeringai. Setuju dengan usul Saaqib.

"Iya Nyet, semuanya untukmu. Aku ikhlas kok." Natgan cemberut, sejenak ia menghela nafas panjang.

"Haahh... buat apa aku terima surat cinta yang isinya namamu." Dia mulai iseng membuka satu persatu surat-surat itu.

"Dengar ya, hmm... isinya:
-Kak Shaquille keren.
-Kak Shaauille ganteng banget.
-Kak Shaquille cakep.
-Kak Shaquille aku suka kamu.
-Kak Shaquille aku cinta kamu.
-Love you very much.
-Aishiteru Kak Shaquille.
-Wo ai ni.
-Saranghae Kak Shaquille.
-Kak Shaquille kita pacaran yuk.
-Kak Shaquille aku mengagumimu.
Suka kamu, cinta kamu, ngajak pacaran. Yahh.. isinya hampir sama semua."

"Tuh kan dibilang percuma. Ngapain baca surat yang isinya gak bermutu." Kataku.

"Eh? Apa ini ?" Nathan heran memperhatikan satu surat.
"Gak ada fotonya. Jangan-jangan dari cowok lagi, hahaha..."

         Seperti tadi, cowok berambut pirang itu langsung membaca isi suratnya. Tidak lama ekspresinya berubah. Sesekali dia melirik padaku sambil nyengir dan menahan tawa seolah ada yang lucu.

"Ada apa ?" Tanya Samuel. Sikapnya yang mencurigakan membuat yang lain penasaran.

"Suratnya bagus, hehehe..." gumam Nathan.

"Hah? Surat cinta Shaquille ?" Nathan mengangguk.

"Wkwkwk... bagus. Bagus baget lho. Baru kali ini aku baca surat cinta kayak gini."

"Mana ?" Saaqib lekas merebut surat itu dari tangan Nathan.

         Samuel, Kafin dan Chris ikut melihat dari belakang, sama- sama membaca surat itu. Aku bingung, walau masih tidak bereaksi. Cuma merasa heran ekspresi mereka jadi berubah seperti Nathan tadi.

"Apa sih? Apanya yang lucu ?" Tanyaku penasaran.

"Wkwkwk..." tawa itu terdengar keras.

"Hahaha... Mbing, Mbing. Dasar bos setan lo."

"Surat cinta kutukan nih. Bahaya kalau kau gak terima cewek ini lho." Kata Samuel.

"Waduh Shaq, entar bagi- bagi ya kalo dapat kolak pisang. Hehe..." sambung Chris.

         'Duutt...'
Tiba-tiba bom atom milik cowok gendut itu meledak tidak terduga. Ruang OSIS yang sempit kini menjadi terkontaminasi gas beracun.

"Anjir, parah lu Chris. Makan apaan sih bau banget ?!" Protesku. Karena sialnya aku yang berada paling dekat dengan dia.

"Ups, sorry. Gak sengaja."

"Wkwkwk..." tawa teman-teman yang lain semakin menjadi-jadi.

"Gila. Pas. Pas banget waktunya."

"Oh, inilah yang namanya takdir."

"Wkwkwk... beneran angin kentutnya menghantarkan perasaan cinta."

"Wkwkwk..."

"Hahaha..."

"Hebat. Hebat."

         'Prok... Prok... Prok...'
Suasana makin heboh. Tapi cuma aku sendiri yang bingung. Tidak mengerti situasinya.

"Sini, berikan padaku." Lekas kurebut surat yang menjadi awal kehebohan ini. Mata hitamku seketika melotot, terbelalak tidak percaya saat membaca isi surat itu.

"Apa-apaan nih? Beraninya tuh orang. Siapa? Siapa yang berani ngatain aku kayak gini? Sialan !" Geramku setelah membaca surat itu.

"Meneketehe..." Nathan dan yang lainnya cuma mengangkat bahu.

"Alah Shaq, bukannya tadi kau bilang gak peduli soal surat cinta."

"Iya bener. Lagian paling itu cuma iseng."

"Heh, ini sih bukan iseng. Tapi penghinaan. Kita harus cari pelakunya." Protesku.

"Ya, terserah sih. Kalau mau cari ya cari sendiri." Kata Saaqib sambil menguap lebar dengan malasnya.

"Nih, coba kau cek satu-satu siapa kira-kira adik kelas yang mengirim surat tapi tidak diberi nama." Nathan menawariku setumpuk surat cinta lain.

"Atau kau ingat-ingat lagi, apa kau benar punya salah yang sampai membuat dia begitu dendam padamu ?" Sambung Samuel.

"Atau kau tunggu saja sampai ada yang memberimu kolak pisang itu dulu, kan lumayan." Kata Chris yang diingatnya masih saja tentang makanan.

"Tapi bukannya tadi kau bilang tidak peduli? Cuma surat isengkan, serius mau cari pengirimnya? Gak gampang lho." Kata Kafin.

"Ya, aku memang tidak peduli. Tapi..."

         Kupandangi dan membaca surat itu sekali lagi. Rasanya bikin sakit mata setiap melihat kalimat yang tertera di dalamnya. Aku benar-benar tersinggung.

"Hehehe... gimana Mbing? Seru jugakan dapat surat cinta." Sindir Nathan.

         Tanganku terkepal. Rahangku mengeras. Bukti kau benar-benar marah.

"Tidak bisa kubiarkan..."

Tbc

Affogato[END]Where stories live. Discover now