➖09➖

710 101 15
                                    


⭕Zain POV

"eugh..."

Gelap. Itulah yang pertama kali saya lihat. Tangan saya terulur meraba-raba di nakas mencari ponsel lalu menghidupkan senternya. Lalu meminum air yang sudah saya siapkan sebelum tidur.

Pukul 22:24. Berarti belum lama saya tertidur. Saat ingin berbaring melanjutkan tidur, saya tidak melihat keberadaan Caca disamping. Kemana dia?

Saya tunggu, mana tahu Caca hanya pergi ke kamar mandi. Tapi sudah sepuluh menit saya menunggu, Caca belum juga menampakkan batang hidungnya. Saya bangkit sambil memegang ponsel untuk melihat ke kamar mandi. Mana tahu dia tertidur disana sehabis buang air kecil. Namun saat saya lihat ternyata kamar mandinya kosong.

Saya keluar dari kamar mencari ke dapur. Namun hasilnya tetap sama, tidak ada orang sama sekali.

Saya panik, pikiran-pikiran buruk menghantui kepala saya. Bagimana jika Caca pergi? Atau lebih buruknya lagi diculik? Oh tidak, saya tidak ingin hal itu terjadi. Saya sangat menyayangi Caca, bahkan sejak dia masih kecil. Saya tidak ingin Caca kenapa-napa.

Saya panggil bi Una menyanyakan mana tahu dia melihat Caca, tapi dia bilang tidak tahu. Tidak mungkin Caca tidur di kamar mama ataupun Dul, tidak ada kerjaan sekali.

Saat sedang panik mencari ke tiap sudut rumah, tak sengaja saya melihat pintu samping yang terbuka. Kuncinya masih tergantung disana. Sudah pasti Caca yang membukanya.

Pikiran buruk terus menghantui saya. Bagaimana mungkin Caca kabur dari rumah setelah pertengkaran tadi sore. Saya tahu saya salah, saya tahu dia marah dan kecewa karena saya sudah menuduhnya. Mengingat bagaimana dia tidak mau berbicara pada saya tadi. Tapi tidak menyangka saja kalau dia akan bertindak sejauh ini. Sekecewa itu kah dia pada saya? Padahal dia sendiri yang berjanji tak akan pernah meninggalkan saya.

"Caca janji nggak bakalan ninggalin om. Terkecuali jika itu hal yang menyakitkan apabila di pertahankan."

Ucapannya saat itu kembali terngiang di telinga saya. Apakah sesakit itu hingga dia pergi meninggalkan saya? Apa saya sudah keterlaluan saat memarahinya?

Saya jemput kunci mobil di kamar, tak lupa saya ambil hoodie dan langsung saya kenakan. Lalu masuk ke garasi mengeluarkan mobil.

Setelah membuka gerbang, saya jalankan mobil dengan perlahan mengingat keadaan yang sedang hujan deras. Ah, bagaimana bisa anak itu pergi saat hujan-hujan seperti ini. Nanti kalau Caca sakit bagaimana? Sungguh saya tak ingin hal itu terjadi. Saya yang akan merasa paling bersalah atas sakitnya itu.

DUAR...

Suara petir menggelegar memekakkan telinga. Saya semakin dibuat cemas. Caca takut petir, saya tahu itu. Apakah sekarang dia baik-baik saja? Apa dia sedang ketakutan? Tapi dimana dia?

DUAR...

Lagi, petir di sertai dengan kilat-kilat datang beruntun. Sambil menyetir saya melihat ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan istri kecil saya itu. Saat sedang beralih melihat ke bagian kanan, tampak seseorang sedang melambai-lambaikan tangan di depan sana.

Ternyata Caca.

Segera saya hentikan mobil, mengambil payung di dashboard. Dengan tidak sabaran saya membentang payung lalu berjalan ke arah Caca yang berlari menghampiri saya.

Maung Wife✔️Where stories live. Discover now