Love Cuisine [25]

3.6K 389 2
                                    

"Bagaimana respon mereka?"

Wanita itu bertanya sembari melanjutkan kegiatannya menghias diri dibantu stylish nya.

"Kamu akan menjadi brand ambasador cabang New York." Manager yang sudah bekerja bersamanya lebih dari lima tahun itu menjawab dengan bangga.

Jolie tidak begitu puas dengan jawaban singkat itu. "Apa direktur nya tidak bertanya apapun atau berbicara tentang ku?"

"Aku tidak bertemu langsung dengan beliau hanya dengan general manager saja."

"Oh."

Ia terlihat sedikit kecewa,jujur saja ia ingin mendengar reaksi pria itu, setelah mendengar cerita dari Abraham mengenai status pernikahan pria itu ia sedikit lega, meski terlihat jahat tapi Jolie harus mengakui jika ia masih menyimpan rasa pada Abraham.

Ia merasa buruk dengan kenyataan kalau teman kecilnya adalah wanita yang menjadi ibu dari anak pertama pria itu meskipun ia menjamin Abraham tidak akan jatuh cinta pada Coco.

Tidak akan pernah ada pria yang menyukai wanita gemuk seperti itu, Jolie jauh lebih tahu karena ia pernah mengalami hal serupa.

Jolie sangat tahu betul menjadi wanita tidak diinginkan, dan karena itu dia berubah menjadi seperti sekarang.

Ia kasihan pada Coco, tapi bukankah ia sampai pada posisinya sekarang ini juga karena harus bahagia?

***

Sudah beberapa hari berlalu dan Coco merasa jauh lebih baik setelah mengeluarkan isi hatinya kemarin pada Abraham tapi ia juga menyesali perbuatannya itu setelah melihat kelakuan Abraham belakangan.

Wajar saja ia merasa ngeri sendiri melihat pria itu kini terang-terangan datang ke kamarnya walaupun dini hari Abraham tidak segan membuka pintu kamarnya dengan kunci cadangan.

Bukan tanpa alasan, pria itu melesat masuk tatkala mendengar rengekan putra mereka, ia yang memang sering tidak tanggap dengan tangisan Ian selalu kalah cepat.

Bahkan seperti saat ini tatkala ia sedang memanaskan makanan yang dimasak Abraham pagi tadi disusul Ian menangis kencang dan pria itu langsung berdiri dari posisinya yang menikmati hari liburnya minggu ini.

"My little sudah bangun.." Abraham bermonolog pada bayi mungil dipelukannya sembari berjalan ke arah dapur mendekati Coco yang sudah mematikan kompornya.

"Popoknya sudah penuh?" Ia mencoba menebak sebab Ian menangis.

Abraham menggeleng. "Sepertinya Ian haus." Ucapnya sembari mencubit hidung putranya itu.

Coco mengangguk dan meminta Ian diberikan kepadanya, setelah itu ia berjalan ke arah sofa dan duduk sembari menyusui Ian di balik kerudungnya.

Abraham yang memang mengikuti wanita itu duduk disebelah Coco membuka kembali ponselnya melihat email yang masuk.

"Rumah yang diperbaiki kemarin sudah selesai." Coco sedikit memelankan suaranya takut jika Abraham terganggu.

"Hm." Pria itu menggumam tidak jelas masih hanyut pada file yang ia baca.

"Minggu depan Ian dan aku akan kembali ke sana." Coco melirik takut-takut pada pria itu yang langsung menghentikan kesibukannya.

"Bukannya dua bulan?" Abraham meletakkan ponselnya di atas meja dan melipat tangannya menatap intens wanita itu.

"Aku meminta mereka menyelesaikan lebih cepat dan minggu depan rumahnya sudah bisa ditempati."

Abraham tidak menjawab lagi.

"Kalau Sir sibuk aku bisa pergi sendiri dan Sir tidak perlu mengantar kami." Coco mengartikan diamnya pria itu sebagai tanda jika tidak dapat mengantar mereka, ia tidak tahu jika pria itu sedari tadi sudah menekuk alisnya menahan kesal karena wanita dan anaknya itu akan pergi.

Love Cuisine [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora