30. Dark Sky

Mulai dari awal
                                    

Di saat-saat yang membuatnya pening seperti ini, pikiran Bastian berpindah ke objek lain yang secara mendadak muncul. Kerutan di keningnya perlahan sirna, juga napasnya menjadi lebih stabil.

Objek itu adalah sosok yang tadi Bastian temui di rumah Langit. Seorang cewek cantik yang pernah berpapasan dengannya di rumah sakit, dan kejadian itu terjadi sebanyak dua kali.

Sambil tersenyum miring, Bastian menyapukan pandangan ke teman-temannya. Dari tatapannya yang nakal seperti itu, mereka sudah paham bahwa ada rencana yang Bastian pikirkan.

"Lo liat cewek yang tadi sama Langit ga?" Bastian bertanya pada semua orang yang berada di markas.

Beberapa dari mereka mengangguk karena memang melihat Alaia. Karena itu Bastian bertepuk tangan satu kali dengan wajah semringah yang mengartikan perasaannya jauh lebih baik daripada detik-detik lalu.

"Pasti itu pacarnya Langit, kan?" Bastian tersenyum lebar.

Tapi kemudian, senyumnya menghilang dan digantikan ekspresi penuh kebingungan. Ia teringat percakapannya dengan Alaia di lift. Kala itu Bastian menanyakan beberapa hal tentang gadis tersebut....

"Punya pacar atau masih single?" Bastian bertanya tidak sopan.

"Ragas bilang aku punya pacar." Alaia menjawab.

"Ragas?" Bastian sedikit bingung.

Dia yakin nama Ragas tidak pasaran, lalu apakah Ragas yang Alaia maksud adalah Ragas yang tiba-tiba muncul di benak Bastian? Ragas kakaknya Langit?

"Ragas siapa?" Bastian penasaran.

"Ragas anaknya Bunda." Alaia berucap seadanya tanpa dibuat-buat.

"Bunda siapa?" Bastian nanya lagi.

"Bunda aku." Jawaban Alaia membuat Bastian nambah bingung tapi pada akhirnya ia lega.

"Oh... Ragas sodara lo gitu? Paham, paham." Bastian tertawa sambil manggut-manggit. Ia pikir Ragas saudara kandung Langit. Setau Bastian Ragas hanya memiliki adik lelaki.

... Seketika Bastian menyentuh jidat dan tak habis pikir dengan apa yang barusan ia ingat tentang percakapan tadi. Ternyata, Alaia saudaranya Ragas? Berarti, Alaia saudaraan juga dengan Langit.

Kini Bastian memegang kepala dengan dua tangan. Ia meraung dan memukul kepalanya seperti orang tidak waras.

"GILA, GILA!" Bastian memaki.

Teman-temannya terheran melihat tingkah Bastian yang semakin aneh dan tidak jelas. Apalagi sekarang anak itu beranjak sambil mondar-mandir di dekat sofa. Bastian berkacak pinggang dengan kepala mendongak dan mata terpejam.

"Kayaknya gue punya rencana bagus, nih." Bastian berujar.

Setelah matanya kembali terbuka, Bastian mengamati pasukan Kazute cukup serius. "Gue mau bikin Langit nyesel udah permaluin gue. Gue juga bakal bikin dia kapok dan berenti ganggu cewek gue!"

Laskar menatap Bastian bosan dan mendengus. Ia enggan bicara, sama halnya seperti Daren yang malah sibuk membersihkan kotak vape sampai mengkilap.

"Gue mau culik adeknya Langit!" Bastian berucap penuh semangat. "Kalo perlu gue bikin kotor tuh otaknya. Keliatannya dia polos banget. Cocoklah sama gue, hahaha!"

Daren bangkit dari duduknya dan membuang asap tepat ke wajah Bastian. "Lo aja, gue ga ikutan. Jujur, gue makin males ikutin lo. Kayaknya otak gue udah mulai waras nih."

"Lo mau ke mana? Mau cabut?!" Bastian memperhatikan Daren yang melangkah menuju pintu exit.

Seraya merogoh saku untuk meraih kunci motor, Daren menoleh sambil membalas, "Ada urusan. Lebih penting dari rencana receh lo itu."

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang