• Dua puluh lima

3.9K 264 1
                                    

Jana hanya diam dengan mata mengarah ke punggung terbuka Gema. Kebiasaan lelaki itu jika gerah, selalu membuka baju. Sudah Jana bilang naikkan saja volume pendingin ruangan Gema nolak sebab khawatir dengan Jana.

Aksi marah Gema ternyata hingga malam. Jana tidak menyangka, biasanya semarah apapun Gema dia tidak akan mengacuhkan Jana kecuali awal pernikahan.

Telunjuk Jana hinggap di punggung Gema, bergerak abstrak. Dia tau orang ini belum terlelap.

"Gee, Jana salah?"

Tidak ada sahutan.

Ditarik oksigen, Jana menurunkan jari. Mulai memejam. Biarlah, Jana malas membahas. Jika marah, silahkan.

Suara Gema membuat kelopak mata Jana terbuka.

"Tau kenapa Saya marah?"

Hati Jana nyeri, tadi Gema bilang apa? Saya. Sebegitu salahnya kah dia?

"Aku cuma mau makan pedes, Ge. Anak Kamu juga biasa-biasa aja. Aku tau Kamu jadi penanggungjawab kehidupan ku, tapi gak gini juga. Kadang Aku ngerasa tertekan, beneran deh. Jangan rubah Aku dong ge, hargai," kata Jana lelah.

Dia benar-benar tidak bisa membendung semuanya.

Kini Gema balik badan, kelihatan wajahnya sedikit oleh lampu tidur. Kebiasaan lelaki itu ternyata mematikan lampu sebelum tidur dan Jana ikuti walau sebenarnya dia tidak melakukan hal itu sebelum tidur. Dari semua hal terjadi Jana paling tidak dipuaskan, semua sudah diatur. Niatnya ingin bebas disini terkekang oleh Ibu. Sekarang Gema berubah jadi mengekang?

"Tau perasaan Aku gimana?"

Merasakan aura tidak baik Jana memilih untuk balik badan. "Nanti Kita omongin, Aku mau tidur."

Gema memegang bahu perempuan itu, berujar tegas tak terbantahkan. Berusaha meredam emosi. Sesabar apapun dia ketika marah akan seperti orang biasa. "Sekarang!"

Melihat Jana sudah menghadap, Gema duduk, menatap serius pada Jana yang masih berbaring.

"Aku marah karena ngerasa gak hargai. Semua larangan Aku seakan nggak ada harganya, tetep aja Kamu langgar, Kamu lakuin. Sebenernya siapa yang disini ngerasa gak dihargai? Capek Aku Jan. Tekanan semua bertubi-tubi, pernikahan ini? Aku juga nolak, tapi Bapak itu kuat. Aku akhirnya ngangguk aja. Bukan aku mau bahas masa lalu, tapi pas Kamu cuekin, pernah mikir perasaan Aku gimana? Ngebatin banget Jan. Setelah semua ini nggak pernah denger larangan aku. Kamu mau gimana?"



::


Jana tak habis pikir, Gema itu terlalu perfeksionis dan bukan tipenya sekali. Maksudnya ya namanya juga karakter bagaimana pun Jana ya begini. Kenapa harus dirubah, I be my self.

Sudah tiga hari setelah malam itu, keduanya tak saling akrab seperti biasa. Hanya berbicara seperlunya. Kebiasaan-kebiasaan manja Jana menguap seiring kesalnya hati dia mengingat ucapan Gema.

Kenapa Jana bisa tau Gema itu tipe perfeksionis? Sebab apapun lelaki itu punya peraturan dan jika melanggar akan kenal omelan. Walau tidak sengeri itu, tapi lama kelamaan muak dengar kalimat terlontar itu.

Memilih mengabaikan, Jana terfokus pada laptop. Dia masih mencari informasi tentang LSD yang kini belum ada titik temu. Berulang kali rasanya Jana mencari data tapi nihil. Tak satupun bisa terlacak.

Aneh betul. Seraya memijat pelipis Jana mendesah pelan, melirik jam kemudian bergulir memandang Gema tengah membaca alquran. Oh iya dari diketahui umur kandungan Jana sembilan bulan Gema rajin membacakan ayat suci alquran, biasanya juga begitu tapi perbedaan dengan sekarang tangan Gema memegangi perut Jana.

Akrasia |✔|Where stories live. Discover now