• Dua

10.3K 507 11
                                    

Qorni duduk ditempat Gema. Tak sengaja matanya menemukan map bagian depan yang bening jadi mudah terbaca, netranya menyipit, mengeja dengan perlahan.

BIODATA PEREMPUAN

Kelopaknya kedip-kedip, sebentar berfikir lalu menarik napas. Jangan suudzon dulu.

Dia Memandang kedepan, menyiapkan mental untuk kembali melirik map tersebut. Tidak ada yang berubah, masih dengan judul seperti tadi. Jantung Qorni mulai berdetak cepat. Pemikiran kolot masuk dalam kepala, nikah? Dengan cepat dia geleng kepala. Tidak mungkin. Gema tidak segegabah itu menikah saat masih sekolah. Hei ini bukan sinetron!

Demi menghindari untuk terlalu lama menelisik map, Qorni menyuapkan sesendok nasi kuning sambil mengedarkan pandangan untuk membunuh rasa penasaran. Kelas sedang tidak ada anak perempuan, paling kaum hawa itu tengah makan bersama di kantin.

Beruntung, jadi Qorni tidak dipaksa piket.

Faktanya sekarang kondisi kelas sangat berantakan. Qorni mengangkat bahu, toh juga hari ini nama piket bukan hanya dia. Biasanya Ratih akan siap siaga saat istirahat, memanggil siapapun yang piket berada di kelas. Tampang bengis dan nada sadis seperti menjadi karakter dalam gadis itu. Semuanya tunduk. Masalahnya perempuan itu akan melakukan hal kejam seperti memukul dengan pegangan sapu, memukul punggung bahkan melempar buku paket. Qorni pernah merasakan.

Melihat Gema datang dengan styrofoam khas, isinya siomay Pakdhe. Ketika tutup dibuka, aroma ikan tenggiri menguar. Hampir terlena, Qorni geleng pelan kemudian memperhatikan dengan seksama wajah didepannya. Harus segera bicara, Gema tidak bisa mengelak. Siapa suruh menyimpan dokumen itu dengan teledor.

"Biodata Perempuan, maksudnya apa?" tanyanya dengan nada datar.

Gerakan mengangkat satu somay terhenti, bola mata Gema bergerak kanan-kiri. Dia terjebak, lantas hela napas menjawab. "Gue mau dinikahin."

"Hah?!"

Buru-buru mata Gema beralih pada orang sekitar, aman. Lega. Langsung ditatap tajam Qorni. "Berisik!" desisnya kesal.

Masih dalam kekagetan. "Nikah? Gue berharap salah denger Ge," dia mengabaikan Gema yang tadi menatap garang.

Dengan acuh Gema mengangkat bahu. Membenarkan.

"Kok lo mau sih?" ada nada kekesalan diakhir.

"Ya... Terpaksa."

Qorni masih geleng kepala seraya matanya menyiratkan tanda terkesima dengan respon Gema yang seakan menerima saja. Maksudnya, ya, nikah. Dia tentu tau Gema bukan orang beranggapan kecil masalah serius ini, apalagi dengan mudahnya menerima seakan Gema telah siap. Kuliahnya bagaimana, Qorni juga akan mengambil jurusan yang sama dengan Gema.

Fakta bahwa perempuan itu belum dikenal banget membuat keheranan bertambah banyak, terbukti dengan adanya CV. Berteman dengan Gema sudah duabelas tahun Qorni tau sifatnya, dia akan menerima data jika belum paham. Mungkin tidak seperti itu dibeberapa kondisi, tapi membawa data ke sekolah adalah bukti keseriusannya dalam mengenal data tersebut. Dari semua perempuan Qorni tidak mengenal calon Gema.

Orangtua Gema memang agak kuno, benar-benar deh. Bahkan beberapa kali pernah melarang Gema untuk kerja kelompok dengan alasan pamali. Jika disertai alasan logis tak apa, ini, tidak! Jika Qorni menjadi Gema sudah minggat dari dulu-dulu. Sayangnya Gema bukan Qorni, dia anak penurut harus menjadi teladan.

Kini setelah beberapa menit berlalu dengan keterdiaman, Qorni kembali bertanya. "Emang lo udah siap jadi suami?"

Ujung bibir Gema tertarik sedikit, geleng pelan dan sama bingungnya.
"Gue gak tau."


Akrasia |✔|Where stories live. Discover now