• Dua puluh tiga

3.5K 273 3
                                    

Jana menghembuskan napas, melirik samping.

Semenjak Nisa hampir diperkosa, Gema menjadi sangat protektif. Melayani kemauan Nisa yang tanpa sadar melukai Jana. Dia rindu sosok Gema dua minggu lalu, bermanja-manja tanpa gangguan. Melirik jam dia bangkit, mengusap perutnya sambil menatap diri dari cermin. Anaknya menendang seakan mengukuhkan sabar dalam hati Jana.

Teringat acara kumpul di apartemen Kinan, dia berganti baju dengan gamis hijau army dan kerudung senada. Selesai itu dengan menutup pintu dia berjalan menuju luar, tak sengaja melihat Gema dan Nisa tengah duduk berdua sambil memandang televisi. Posisi Nisa memeluknya.

Dengan langkah berat Jana mendekat, mengambil tangan Gema tanpa bicara. Hingga kalimat tanya dari lelaki itu menyapa setelah dari pagi tidak berbincang.

"Mau kemana? Aku antar."

Sebelum mulut Jana menyahut, Nisa memotong duluan.

"Kita jadi beli burger king, Bang Ge?"

Halus betul penolakannya.

Lelaki itu menatap gusar, dia melirik Jana yang nampak diam juga datar. Tak ingin menyerobot sama sekali. Ibu hamil itu berharap Gema bersedia mengantar, mengingat waktu berdua sulit terjadi.

"Abang antar Ka Jana dulu, nt-" dengan cekatan Nisa merenggangkan pelukan itu, cemberut lalu melekatkan tatapan puppy eyes dan naasnya Gema tidak bisa mengelak.

"Maaf, Jan sorry Aku ngga b-" belum menyelesaikan kalimat Jana melenggang pergi tanpa berbicara sepatah katapun.

Lelaki itu memandang jilbab Jana dengan sedih, menoleh kearah adiknya penuh khawatir.

Dia sama sekali tidak paham, Jana berbeda dari sebelumnya. Apa ada hubungannya sama Nisa? Gema rasa tak mungkin. Semua orang tau perempuan di samping ini ialah adiknya. Adik! Jadi tidak ada alasan untuk menganggap lebih.

Mungkin Jana sedang baper. Perempuan gampang baper, kan.


::


Jana menuruni tangga dengan pelan, mengusap perutnya berulang. "Sabar ya, kita makan mie aja yuk."

Melewati ruangan kosong itu agak menyeramkan, udara dari luar, dingin dan bila peka akan mencekam. Namun buru-buru Jana menepis pikiran aneh. Setan tak nampak. Tidak.

Menurunkan mie, Jana memulai rebus air lalu mengeluarkan bumbu-bumbu dalam kemasan sesekali beristighfar. Setelah tahajud tadi perutnya mendadak ingin diisi, tak tega melihat raut lelah Gema jadi memutuskan untuk sendiri saja. Jadwal lelaki itu sedang padat-padat nya, maklum mulai masuk semester dua. Mempersiapkan berbagai ulangan yang menanti.

"Ngapain?"

Terlonjak kaget, Jana sontak menoleh dan mengusap dada. Menarik napas panjang, menunjuk dengan dagu kearah rebusan air.

"Makan mie, Ibu kenapa bangun?" tanya Jana ingin memperbaiki hubungan.

"Nggak boleh saya bangun? Berharap mati, gitu?" sahut Ibu sambil membuang sesuatu. Dia melupakan kemarahan kegiatan Jana ini.

Mendengar itu Jana menghela napas, meringis dalam hati. Apa dia salah ngomong ya.

Ibu sudah menghilang menyisakan Jana yang masih menatap jejaknya tadi. Mengapa membentuk hubungan baik dengan Ibu sulit sekali ya. Padahal dia ingat betul pertama kali Jana tinggal, sikap Ibu sangat perhatian. Sekarang? Berbanding terbalik.

Hidup dengan orang-orang yang tanpa sadar menekan rasa percaya diri memang perkara sulit, apalagi sudah memasukkan unsur lidah. Anggota badan tak bertulang tapi siap menusuk dalam. Pertama-tama Jana sangat memikirkan sikap Ibu, apakah dia salah? Bertanya pada Gema katanya Ibu memang seperti itu. Jana tidak percaya pasti ada hal yang membuat Ibu tidak suka dengan Jana.
Lama kelamaan telinga serta hatinya menjadi bebal, seperti angin lalu saja setiap omongan Ibu. Tapi untuk yang negatif jika positif akan didengar.

Bungkusan bumbu-bumbu ingin Jana buang, sebelum itu dia mengernyit bingung. Mengambil kotak kecil bergambar mickey mouse, di bolak-balik kotak itu. Menyipit mencari tahu. Ini bukan kemasan mainan walaupun gambarnya menunjukkan animasi.

LSD. Gerakan Jana terhenti disana, dengan cepat berdiri karena pegal. Menyenderkan badan ke kulkas, membaca deretan kalimat berukuran kecil dengan seksama.

Bunyi derap langkah orang otomatis membuat Jana kelimpungan, dia harus meneliti kotak ini. Objek penelitian langsung dimasukkan dalam saku, wajah bangun tidur Gema terpampang jelas. Dia mengambil alih untuk mengangkat mie yang sudah matang ke piring. Menyajikan sambil duduk menopang dagu.

Gemas. Dengan spontan Jana mengecup pipi Gema. Lelaki itu membuka mata sekilas kemudian kembali menguap.

Memperhatikan ada kantuk Jana mengusap bahunya. "Tidur gih. Aku makan di sini aja."

Gema geleng kepala, menyender. "Sama kamu. Di kamar aja sambil nonton TV juga boleh."

Terpaksa Jana mengiyakan, tidak mungkin keukeuh ingin makan disini sementara si Ayah mudah ini terus mengikuti padahal ngantuk. Sampai kamar, Jana menyetel televisi. Hanya untuk mengisi keheningan. Gema? Sudah pasti tertidur tapi tangannya memeluk perut Jana. Kangen banget Gema yang ini.

"LSD? Apa ya," pikir Jana mengambil lagi kotak itu. Tak berbeda dari mickey mouse lain, semua normal. Saat menghirup udara dalam kotak Jana awalnya tidak membaur, beberapa kali lagi hidungnya mulai peka. Ini tak beres.

Bergerak-gerak membuat Gema terusik, dia membuka mata sempurna, memandang bingung pada kotak berada di tangan Jana.

"Apa itu?"

"Hah?" kotak itu dikantong kembali, merutuki diri tidak menyadari Gema sudah bangun. Pergerakan saat makan mungkin membuat lelaki itu bangun. Sambil tersenyum Jana mengusap rambut Gema, "bukan apa-apa. Bentar, Aku minum dulu. Baru tidur."

Peralihan sikap membuat kening Gema mengerut bingung, apalagi ekspresi dipaksakan begitu. Namun Jana keburu balik badan untuk menenggak air minum. Lebih anehnya lagi Jana memeluk, memejam tak ingin ditanya apapun. Sempat ragu akhirnya Gema angkat bahu, melanjutkan tidur.










Akrasia |✔|Onde histórias criam vida. Descubra agora