28 | Lagi-lagi Aluna

10.6K 912 37
                                    

~Afwan semuanya baru update~

Vote dan komen dulu, ya. Happy reading.

 Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gregor Johann Mandel, adalah bapak genetika yang luas di kenal oleh dunia biologi. Ya, siapa yang tak kenal tokoh itu. Selain karna teori dan pengamatannya mengenai genetik, dia pun menemukan istilah yang kini di sebut sebagai Hukum Mandel. Selain karna di ambil dalam belakang namanya Mandel, beliau Di memperluas penelitian mengenai genetika. Persilangan tumbuhan yang beliau ambil kacang ercis (pisum sativum) menjadi hal yang kontras dalam persilangan.

Ya ampun ... Kenapa sekarang ia memikirkan tentang persilangan, lalu melibatkan hubungan rumit tentang mereka.

Namun, begitulah kenyataannya. Laki-laki yang ia sebut suami terlalu dominan dengan perasaannya. Menghela napas hambar, Arunika menyenderkan kepalanya di bantalan sofa double. Menenangkan kecamuk di dada yang kapan saja bisa meletupkan ereksi.

Seraya memejamkan mata yang telah berair sejak tadi, Arunika menarik napas lalu mengembuskan berulang kali. Berharap agar kabut di netra tak tumpah berkali-kali. Namun, khayalan semu itu tak bisa di bendung, karna tampaknya luapan itu sudah berapi-api.

Kan dia sudah pernah bilang. Arunika tak bisa menjadi bayang-bayang. Ya, tak masuk akal saja, ia menyerahkan seluruh hatinya, lalu di libatkan dalam perasaan menggantung bak jemuran.

“Kita nggak bisa ambil tindakan langsung, Ga. Aku rasa melibatkan anggota PPL adalah yang paling tepat. Mereka bisa membantu, untuk staff komite sudahlah mereka akan memihak perusahaan daripada kita.” Itu suara Aluna, yang kini sedang mengayunkan tungkainya seraya mengulas senyum tipis memabukkan.

Menghentikan ketukan sepatu sport-nya di ambang pintu, lantas senyuman merekah itu hilang ketika melihat jelas perempuan dengan wajah sembab yang sedang duduk anteng di sofa. Netra mereka bersirobok beberapa detik, hingga tak lama sang lawan mengalihkan pandang.

Arunika meneguk liur yang benar-benar terasa kering. Bukan hanya perempuan itu yang kini membuatnya membatu, tapi laki-laki di samping Aluna. Iya, suami durhaka yang membuatnya ingin meraung-raung bak orang gila.

“Lho, Arunika sendirian di ruangan? Yang lain ke mana?” tanya Aluna heran. Selain karna sudah jam makan siang lewat lima belas menit, ia kira para anggota PPL sudah balik ke ruangan mereka. Dan, jelas Aluna bisa mengajukan kerja sama untuk saling menguntungkan.

Mengerjap sebentar, Arunika menegapkan kembali bahu yang tadi lunglai menyentuh kepala sofa. Terutama karna ada lelaki itu, Arunika membuat raganya baik-baik saja. “Kayaknya belum selesai makan siang, Mbak—eh, Bu.”

Mendengar penuturan Arunika, lantas Aluna terkekeh pelan. Sangat pelan, bahkan terkesan anggun sekali. Dan, Arunika tak bisa menafikkan sekali, perempuan berkemeja mocca beserta jeans hitam yang membalut kaki jenjangnya sangat-sangat terkesan kasual. Belum lagi, rambut hitam bergelombang di kuncir kuda.

Untuk, Arunika ✔ [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang