26 | Panggilan Spesial

9.4K 847 29
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
Jangan lupa tinggalkan jejak. Jadilah pembaca yang bijak 😍

🐈Happy reading semua🐈

Arunika mengerlingkan netranya ketika melihat Aga yang berlarian dengan tergesa-gesa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arunika mengerlingkan netranya ketika melihat Aga yang berlarian dengan tergesa-gesa. Lelaki itu bahkan tak mengindahkan lalu-lalang siswa yang berjalan di sekitar koridor. Dari ruang kelas, Arunika menautkan alisnya dengan perasaan gamang. Tak biasanya Aga berlarian dengan sekuat tenaga, jika tidak ada masalah.

Tunggu. Apakah ini berkaitan dengan pabrik? Misinya semalam yang memang terkesan halus dan lancar.

“Kalian diskusi tanpa Ibu bisa, 'kan? Ibu ada urusan sebentar saja.” Tanpa meminta persetujuan para siswa, Arunika segera berlari untuk menyusul Aga. Di depan sana dengan jarak dua meter ada Meira yang tersenyum senang. Wajahnya tak menampilkan sirat kekhawatiran.

“Meira, itu kenapa?”

Mengedikkan bahu dengan wajah yang kentara bahagia, Meira mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Arunika. “Masalah pabrik dan pupuk yang kita curi kemarin,” bisiknya di depan telinga Arunika. “Aku rasa Pak Aga pasti sedang kelimpungan. Hahaha ... Aku seneng banget deh Ka, sukurin dapet karma kan dia.”

Memijit pelipis yang berdenyut nyeri, Arunika mengigit bibir bawahnya dengan perasaan ngeri. Dia takut Aga kena imbasnya. Pun berubah menjadi monster karena dirinya. Hari ini Aga tak seperti biasanya dengan kekalutan yang serta-merta membuat jiwanya terguncang.

Meira menarik tangan Arunika, melangkahkan tungkainya menuju pabrik yang kini sudah dipenuhi insan dengan kadar keingin tahuan tinggi.

Dari kaca jendela yang besar itu, Arunika bisa melihat Aga menendang sebuah meja menggunakan ujung kakinya. Deru napas Aga tak teratur. Jemarinya pun mengacak rambut dengan perasaan yang frustrasi.

“Ahh, sial!” umpat Aga—lagi-lagi—menumpahkan amarahnya pada meja yang tak bersalah. Isi pabrik sudah kosong, tersisa mesin-mesin pengolah yang tertata apik di tempatnya. Seluruh karung besar berisi semua pupuk hangus tak bersisa.

Para kerumunan yang berjejal di depan pintu masuk tiba-tiba menghambur ke samping ketika para jajaran tinggi dari perusahaan berdatangan. Arunika menutup mulutnya tatkala bogem mentah mendarat di wajah Aga. Sontak netranya membelalak, tubuh Arunika pun terdorong ke belakang.

Mengusap kucuran darah yang terkoyak dari bibirnya, Aga membidik ke arah pria tua dengan tubuh tambun itu. Tak hanya itu, pria yang menjabat sebagai Kepala Satuan Pengawasan Intern melemparkan bundelan dokumen tepat di dada Aga.

“Kamu di sini ditunjuk sebagai pengawas dalam pelatihan. Kerugian ditaksir puluhan juta, Aga. Semua usaha siswa di sini sia-sia, sedangkan para investor sudah mengirimkan seluruh uangnya untuk beasiswa. Jika tidak ada timbal balik dan jika seluruh investor terlibat tahu masalah ini, dipastikan mereka akan menuntut kita.” Pria yang melemparkan bundelan itu pun menghela napas kasar.

Untuk, Arunika ✔ [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now