BK 18

12K 767 16
                                    

"Seharusnya, ketika kau kecewa, itu membuat kau lebih kuat"
Rangga

______________________________________


"Sebenarnya dia siapanya Maurine?" Tanya Maurine dengan tangisan yang makin kencang. Rangga sudah berusaha menenangkannya namun tidak ada hasil. Rangga malu karena sejak tadi banyak prajurit berlalu lalang dan memberinya hormat, namun tatapan mereka seperti menunjukkan bahwa Rangga yang memyebabkan Maurine menangis.

"Diam ,Rin!"

"Kalau tau gini lebih baik Maurine nggak pernah ada disini. Aku sebel kenapa bisa bisanya aku baper sama Tenten, diperhatiin dikit aja langsung baper. Bisa bisanya aku nggak sadar kalau perhatian dia adalah bentuk tanggung jawab dari seorang kakak."

Rangga yang sudah geram langsung mengangkut Maurine seperti karung beras.
"Pak Rangga...!"

Rangga terus berjalan dengan Maurine dipundaknya. Sesampainya di hutan, ia menurunkan Maurine dan berkata
"Terserah kau mau terus menangis disini atau bagaimana, tugas saya bukan hanya menjaga kau" setelah itu Rangga pergi meninggalkan Maurine yang masih terduduk lemas. Mau tak mau ia harus berjalan sendiri dengan sisa tenaganya menuju camp.

Didalam camp ia hanya terdiam dengan mendengarkan para pelatih berteriak tanpa lelah. Ia ingin melanjutkan tugasnya, namun entah mengapa otaknya tidak dapat diajak kompromi  setiap hendak menulis selalu saja ia mengingat Adnan. Bagaimana keadaan Adnan disana? Mengapa pihak sana belum memberikan informasi terbaru? Apakah terjadi hal yang tidak diinginkan?.

Saat pikirannya tertuju pada Adnan, ia memilih untuk keluar dan bergabung dengan para prajurit. Tak apa jika ia harus dihukum, setidaknya ia bisa menghilangkan Adnan dalam pikirannya.

Hari mulai petang, setelah menunaikan ibadah, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Maurine sangat antusias karena sejak sore cacing di perutnya sudah meminta jatah makanan. Namun ketika pembagian konsumsi ia kecewa karena hanya diberi 1 butir telur rebus. Bukan karena kurang atau bagaimana, namun Maurine memang tidak bisa makan telur rebus.
"Rin, Makan" ucap Rangga, karena Maurine hanya menatap telur tersebut tanpa nafsu.

"Maurine nggak bisa makan telur rebus"

"Kenapa?"

"Eneg"

Mendengar jawaban Maurine, Rangga sedikit kesal karena Maurine masih belum bisa menghilangkan sifat manjanya. "Kau tak lihat itu para prajurit yang makan dengan lahap. Bersyukurlah karena kau masih diberi nikmat oleh yang kuasa. Coba bayangkan orang diluar sana yang harus menahan lapar karena tidak ada bahan untuk dimakan."

Maurine mendengarkan kultum dari Rangga sambil melihat para prajurit yang makan dengan lahap. Di wajahnya terpancar sinar kebahagiaan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Lebih tepatnya tak pernah terlihat karena ia tak pernah memperhatikan sebelumnya.

Melihat hal tersebut, Maurine segera memakan telur tersebut dengan lahap sambil menangis dan menahan gejolak yang ada di perutnya.

"Sudah, jangan nangis. Sebentar lagi kau latihan bela diri dengan Rosyid." Ucap Rangga.

Mendengar kata bela diri, Maurine kembali teringat pada Adnan bagaimana keadaan Adnan disana? Apakah dia sudah membaik? Atau malah semakin parah?. Karena keingintahuannya yang sudah sampai DNA, ia menanyakan hal tersebut ke Rangga dan Rangga masih belum tau keadaan terbaru dari Kongo.

"Pak Rangga nggak mau ke Kongo?"

"Kau kira ke Kongo sama seperti ke Amerika?" Ucap Rangga yang membuat Maurine mendengus kecewa.

"Pak Rangga, kalau ada tugas di Kongo, Maurine ikut"

"Apalah kau nih"

Sesaat kemudian datanglah seorang pria gagah tak lupa dengan baret merah berhiaskan sangkur emas di kepalanya.

Maurine memandang laki laki tersebut dengan kagum. "Ya tuhan... Mengapa kau kirimkan pangeran tak berkuda pada saat yang tidak tepat? Kuatkanlah hamba dalam menghadapi godaan ini. Namun jika sudah saatnya hamba menjalankan ibadah, hamba sanggup tuhan..."

"Sekarang, kapten?" Ucap laki laki tersebut kepada Rangga.

"Tunggu sebentar, dia baru selesai makan" Ucap Rangga dengan mengarahkan dagunya ke Maurine, namun ia kaget saat melihat Maurine menatap Rosyid dengan mulut menganga.

"Mingkem" ucap Rangga sambil menepuk lengan Maurine.

Maurine yang ketahuan mengagumi Rosyid langsung berlari memasuki tenda.
"Gila.. Maurine, Lo bego banget sih. Goblok... Bisa bisanya nganga didepan orang banyak"
Saat ia mendengar langkah kaki mendekati tenda, ia langsung membuka bukunya dan pura pura menulis.

"Mbak, dua puluh menit lagi saya tunggu didekat perapian" ucap Rosyid dari luar

"Gue bukan mbak mbak kang warteg" teriaknya

"Kan saya belum tau usia mbaknya berapa, saya panggil mbak saja agar lebih menghormati"

"Florence Marine Admiral, umur 21, Mahasiswa hukum semester 3. Hampir semester 4 tapi gara gara tugas negara jadi tetap semester 3"

Rosyid yang mendengar Maurine memperkenalkan diri dari dalam pun menahan tawanya, namun sesaat kemudian ia merasa tak asing dengan nama tersebut. Rosyid lantas menanyakan hal tersebut kepada Rangga namun ia tak mendapat jawaban yang memuaskan. Tak ingin mengurus kehidupan orang lain, Rosyid pun melihat jam dan memberi informasi kepada Maurine bahwa 15 menit lagi mereka harus latihan.

Mendengar langkah kaki yang menjauh, Maurine langsung keluar dari tenda dan menghampiri Rangga yang sedang berada disamping tenda.

"Pak Rangga, Rosyid jomblo nggak?"

Rangga yang sedang membersihkan senjata pun kaget mendengar pertanyaan Maurine.
"Apalah kau Rin! Tadi kau nangis sampai mau pingsan karena Adnan, sekarang ada Rosyid kau kek gini"

"Manusia itu harus bangkit, jangan berlarut larut dalam kesedihan".

"Seharusnya, ketika kau kecewa, itu membuat kau lebih kuat. Bukan malah seperti ini"

"Iya iya, yaudah Maurine pergi dulu" ucap Maurine yang sedang menahan tangisnya. Ia berlari menuju kegelapan, dengan begitu setidaknya saat ia menangis tak ada yang melihatnya.








Hai pembaca...
Maaf ya updatenya lama
Tugas author bejibun😭
Author tetap usahakan update cepat kok🤗

Bersamamu kaptenWhere stories live. Discover now