Bintang terpaku di atas motornya. Ia memang menghentikan motor tak jauh dari mereka, bersembunyi di balik sebuah mobil yang terparkir di depan rumah milik salah satu tetangga Airin. Bintang mengantupkan bibir dan melebarkan mata, memandang jauh sosok Airin yang terlihat dari sini bersama Leon. Yang bahkan mereka saling berpelukan. Bintang menghembuskan nafas dengan bahu yang menurun, merasa kembali patah.

Apa ini yang dimaksudkan orang-orang? Yang katanya, ada yang terbakar tapi bukan sampah. Ada yang retak tapi bukan kaca. Ada yang patah tapi bukan tulang. Ada yang gugur tapi bukan daun. Seseorang yang mengalaminya, pasti tahu jawabannya.

Bukan kali pertama Bintang melihat Airin dan Leon bersama seperti ini. Tapi kenapa rasanya lebih sakit dari sebelumnya. Jika sebelumnya Bintang merasa tak pantas marah pada Airin-karena ia bukan siapa-siapanya Airin-bukankah sekarang Bintang berhak marah? Dan melampiaskannya? Bolehkah Bintang mendatangi mereka lalu memisahkan keduanya? Bolehkah Bintang mengadu pada Airin kalau ia cemburu juga ingin memeluk gadis itu?

Namun, Bintang hanya mampu berdiam diri. Tak punya keberanian apapun. Ia pendam semua ini sendiri. Tak perlu berlama disini meratapi diri dengan menatap semua ini, Bintang segera beranjak pergi. Ia menyalakan mesin motor kemudian menarik gas berlalu meninggalkan dua insan yang telah menggoreskan luka di dadanya.

***


Begitu tiba di rumah, Bintang segera memasuki dapur. Setelah menaruh kantong belanjaan di meja makan, ia lalu membuka kulkas. Mengambil botol air mineral dari sana membawanya ke meja makan. Ia duduk kemudian membuka tutup botol dan menenggaknya kasar. Tanpa kehati-hatian. Berharap air dingin itu mampu menghilangkan rasa sesak dalam dirinya.

Sialnya air dingin yang melewati tenggorokannya itu tak mengabulkan harapannya. Malah sekarang ia jadi tersedak. Terbatuk-batuk dengan wajah memerah dan mata yang berair.

"Ck ck ck, minum aja gak bisa! Gak malu sama bayi!?" sindir Wulan yang datang lalu mengorek-ngorek isi kantong belanjaan yang Bintang bawa tadi. Dia sedang mencari sesuatu. "Satu hari lagi bulan puasa, pasti pesenan kue ibu banyak banget. Pokoknya lo harus bantuin! Jangan sibuk pacaran mulu!" cerocosnya.

Bintang tak menggubris perkataan Wulan. Bahkan mungkin tak mendengar, seakan telinganya tuli mendadak. Tatapannya pun kosong, seperti kehilangan kesadaran. Yang ada di pikirannya adalah peristiwa tadi. Bayangan Airin yang dipeluk cowok lain terngiang-ngiang di kepalanya. Membuat pikiran-pikiran negatif bermunculan. Yang entah kenapa membuat hatinya berdenyut sakit.

Bintang menghirup nafas dalam. Mengisi rongga dadanya yang serasa sesak. Bagaimana mungkin Bintang bisa melupakannya? Kejadian itu membuatnya ragu untuk percaya bahwa Airin telah berubah. Nyatanya cewek itu masih sama-mempermainkan perasaan orang lain. Bintang jadi merutuki diri karena percaya pada keyakinannya, bahwa Airin telah berubah.

Kejadian itu pula membuatnya semakin yakin bahwa perasaannya ini hanya sepihak. Hanya dirinya saja. Sementara Airin tidak memiliki perasaan apapun kepadanya.

Bodoh sekali Bintang mengira Airin akan berubah dan menyukainya. Bintang merasakan ada sesuatu yang menghantam keras dadanya. Dan itu menyakitkan. Tanpa sadar matanya memanas.

"Permen yang gue pesen ma ...." ucapan Wulan menggantung manakala ia mendongak mendapati Bintang dengan kedua mata yang berkabut. "Tang, lo kenapa?" tanyanya dengan cemas.

Tak kunjung menjawab, Wulan bergegas mendekati Bintang dan menepuk bahu kakaknya itu sambil berseru pelan.

"Bintang!"

Bintang tersadar dan refleks menoleh ke Wulan. Kedua matanya mengerjap kaget.

Wulan menatapnya lekat-lekat, benar-benar khawatir melihat kondisi Bintang.

Pertahanan Bintang runtuh seketika. Kabut bening di kedua matanya mengalir turun saat bersitatap dengan Wulan yang menampilkan wajah bingung, kaget, dan cemas. Tubuhnya bergerak. Suara decitan kursi pun terdengar disusul Bintang yang memeluk Wulan.

Wulan terperangah.

Ketenangan Bintang pecah. Dia menenggelamkan wajahnya pada salah satu bahu sang adik. Air matanya tumpah begitu saja membasahi baju Wulan. Bintang semakin mengeratkan pelukannya. Benar-benar erat. Dia tak kuasa lagi berusaha menahan luapan emosi yang sejak tadi ditahannya.

"Hei!? Lo kenapa, Tang?" cemas Wulan yang kaget tiba-tiba Bintang menangis dan memeluknya seperti ini. Suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Bintang menggeleng bertanda ia tak tahu sebenarnya kenapa. "Sakit ...," lirihnya dengan suara tersendat dan serak. Kata itu yang mewakilinya untuk saat ini.

Wulan berusaha menguraikan pelukan tapi Bintang justru bersikap sebaliknya. Wulan jadi mendengus kesal. Dia ini tidak tahu Bintang kenapa. Orang yang ditanya menjawab dengan jawaban yang membingungkan.

Wulan jadi bingung harus berbuat apa dalam situasi seperti ini. Sakit? Tadi Bintang bilang begitu? Daritadi pagi baik-baik saja kok. Pikiran negatif pun muncul di kepala Wulan. Apa jangan-jangan Bintang mengalami kecelakaan tadi saat di jalan pulang atau jangan-jangan ...
























Bintang kesurupan? Bisa jadi kan, pas pulang tadi ada setan yang hobinya nangis merasuki Bintang? Opsi kedua ini membuat Wulan merinding seketika.

"Kenapa Bintang? Jangan bikin gue bingung!"

Tak ada jawaban. Bintang membisu. Membuat Wulan menghela berat. Akhirnya dengan kebingungan yang makin meningkat, tangan Wulan terangkat. Dia membalas pelukan Bintang sambil menepuk-nepuk pelan punggungnya berusaha untuk menenangkan. Namun dia sudah bertekad akan membordir Bintang dengan banyak pertanyaan begitu kakaknya itu sudah tenang.






































***

Maaf kalau nemu typo😂

Jangan lupa untuk menekan tanda bintangnya dan meninggalkan komentar yang banyak!

dyawursita💜





PART SELANJUTNYA BAKALAN CEPET UPDATE KALO BANYAK YANG VOTE DAN COMENT WKWKWKWK :')











TERIMA KASIH

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 31, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BintangWhere stories live. Discover now