BAB 21

161 13 3
                                    

"Ahhhh itu Ayah sama Bunda!" seruku pada Kak Anka saat kami melihat sosok yang kami tunggu-tunggu.

Kami berdua berjalan mendekati ayah dan bunda saat mereka keluar. Wajah bunda terlihat kaget saat melihatku yang ikut menjemputnya. Segera ia berjalan cepat mendekatiku. "Sayang.... Bunda gak nyangka kamu jemput kami juga." Ujarnya gembiran sambil memelukku.

Aku tersenyum canggung. "Ya... sekalian refreshing." Balasku.

Kemudian aku beralih memeluk ayah. "Ayah..." panggilku.

"Kenapa? Kantor sepi tanpa ayah?"

"Itu juga, tapi pekerjaanku semakin banyak tanpa ayah."Ucapku sekenanya.

Ayah terkekeh pelan dan mengacak rambutku. "Makanya nikah! Biar ada yang bantu urusin kantor! Ya kan, Anka?" ledek ayah padaku.

"Apa sih? Gak nyambung." Gerutuku pelan. Kami berempat berjalann meninggalkan bandara.

Kak Anka duduk di depan bersama ayah disampingnya. Sedangkan aku duduk berdua di belakang dengan bunda. Aku menatap bunda yang tengah memegang tanganku.

"Bunda sudah makan?" tanyaku.

Bunda mengangguk dan mengelus kepalaku pelan. "Sudah, sayang. Kamu sudah makan juga kan?" aku mengangguk sembari tersenyum. "Oiya, kemarin Peter menghubungi kami. Ya kan, Yah!"

Aku menatap ayah heran. "Peter telpon? Kenapa?"

Ayah mengangguk dan menatapku sekilas. "Ya, dia bilang ingin membahas pernikahan kalian. Dia memang sangat serius denganmu, ayah suka. Jadi ayah menyuruhnya datang malam ini, untuk makan malam. Kita akan bahas pernikahan kalian." Mataku terbelalak kaget. Sejenak aku melirik ke Kak Anka, namun pria itu hanya diam saja.

"Pernikahan? Kan Clara sudah bilang, Clara gak mau nikah dulu!"

"Loh itu kan sama pacar kamu! Bukan orang yang ayah jodohkan, masa kamu gak mau juga? Kalian udah lama loh pacarannya. Gak bagus!" balas ayahku.

Aku menatap Bunda, mencoba meminta pertolongan agar membantuku membuat ayah mengerti. "Nurut aja kenapa, sih? Ihh gemes banget bunda sama kamu! Kalian kan udah saling mencintai, ya lebih bagus lagi kan kalau nikah? Apalagi ini ide Peter sendiri. Nanti kalau kamu nolak, yang ada Peter malah cari perempuan lain, loh. Zaman sekarang susah, loh cari laki-laki yang mau ngajak serius. Kamu dikasih malah disia-siakan."

"Ya kan aku..."

"Aku apa?" potong Bunda yang langsung membuatku terdiam saat melihat bola matanya melotot. "Kata Peter dia mau nikahin kamu bulan depan atau dua bulan lagi. Nah pas itu! Minggu depan kan Ceci pulang kesini. Jadi bisa lah kalian nanti nikahnya sama-sama biar irit."ceplos bunda membuatku mengernyit bingung.

"Ceci mau bunda nikahin juga? Sama siapa?" tanyaku takut-takut.

Bunda memainkan kepalanya mengarah ke depan. "Itu, sama supir kita sekarang."

Aku terhenyak mendengarnya. "Bunda benaran jodohin Kak Anka dengan Ceci?" kataku pelan.

Bunda menatapku dengan heran. "Kamu tau dari man- Ahhh pasti dari si kembar itu! Hhhh... anak-anak itu memang gak bisa menyimpan rahasia!" gerutu bunda sambil geleng-geleng kepala.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah jemariku yang tersampir cincin dari Peter.

"Bunda ingin sekali punya anak laki-laki dewasa di rumah. Sayangnya Kellan dan Kelvin masih anak-anak bagi bunda. Dan Anka adalah sosok yang bunda idam-idam kan. Ya sudah, jadikan menantu saja. Awalnya mau bunda jodohin ke kamu. Eh rupanya kami udah ada yang punya. Ya sudah, gak dapat kakaknya, adiknya pun jadilah, ya kan, Anka?" canda bunda yang dibalas anggukan oleh Kak Anka.

Hhhh... Sepertinya aku baru saja mendengar hatiku yang baru saja retak.

❄❄❄

Aku memandang pantulan diriku sendiri di cermin. Malam ini, seperti yang ayah katakan, Peter akan datang untuk membahas pernikahan yang sementara aku sendiri masih ragu akan hal itu. Bunda menyuruhku untuk berdandan rapi karena bisa dibilang makan malam ini terbilang formal meski dilakukan dirumah kami sendiri.

Aku mengenakan dress selutut yang dibeli Ceci di Belanda, ia mengirimkan dress itu saat hari ulang tahun kami, dress yang sama yang ia miliki juga. Wajahku kupolesi dengan make up yang tipis. Rambutku juga sengaja kugerai karena tidak ingin ribet sendiri. Langsung saja aku keluar dari kamar saat kudengar suara bunda memanggilku dan mengatakan bahwa Peter sudah datang.

"Ya ampun! Kamu kenapa pakai dress hitam, sih?" omel Bunda.

"Loh emangnya kenapa?" tanyaku bingung dengan ibu-ibu satu ini.

"Kita ini mau bahas masalah pernikahan, loh. Kamu malah pakai baju hitam seperti lagi berkabung saja!" omelnya lagi.

"Gak apa-apa kali, Bun." Protesku kemudian.

"Hhhh... anak satu ini! Ya sudah, ayo! Peter sama ayah kamu sudah nunggu dibawah." Ucap bunda dan berjalan mendahuluiku.

Aku mengekori bunda yang terlihat cantik pula di usianya yang tak muda lagi. Kuperhatikan sekeliling saat kurasakan suasana rumah begitu tenang.

"Kellan dan Kelvin dimana, Bun?" tanyaku.

"Nginap di rumah Anka dan Bu Inah. Besok dia harus datang pagi-pagi ke sekolahnya. Karena rumah Anka lebih dekat, makanya mereka menginap disana." Aku hanya mengangguk mendengarkannya.

Tiba lah kami di ruang makan. Aku duduk di samping Peter. Ia tersenyum hangat saat kami saling bertatapan sekejap.

"Ehmm... ayo, kita makan dulu. Setelah itu membahas masalah pernikahan." Ujar Ayah.

❄❄❄

Di sisi lain....

Anka kini tengah berada di salah satu supermarket dekat rumahnya. Kellan dan Kelvin meminta Anka untuk menemani mereka membeli cemilan dan minuman. Anka pun ikut masuk ke dalam dan membeli cemilan untuk dirinya sendiri.

Anka berdiri di tempat buah-buahan, ia tengah memilah-milah buah kesukaannya, apel, yang akan ia beli.

"Pak Anka?"

Anka menoleh ke samping saat sebuah suara menegurnya. Ia mendapati seorang wanita yang berdiri tepat disampingnya.

"Iya?" jawabnya.

"Hhh... saya pikir saya salah orang. Perkenalkan saya Sarah, sekretarisnya Bu Clara. Kita pernah bertemu di parkiran kantor Bu Clara." Jelasnya saat ia melihat raut bingung Anka.

Anka langsung teringat dan mengangguk paham. "Oohh... iya saya baru ingat! Maaf, saya tidak langsung mengenalimu karena kita hanya bertemu sekali." Ujarnya canggung. Sarah tertawa canggung.

"Ahhh iya, tak apa. Saya lihat anda begitu dekat dengan Bu Clara?"

"Ya, keluarganya banyak membantu saya."

Sarah mengangguk dan terlihat berpikir sebentar. "Begitu, ya." Ujarnya pelan.

"Memangnya ada apa, ya?" tanya Anka kemudian karena ia tidak mengerti maksud Sarah menyapanya.

Sarah tampak gugup. "Saya tidak tahu apa saya pantas membicarakan ini pada Pak Anka. Tapi karena bapak mengenal Bu Clara dan keluarganya... apakah bapak ada waktu luang? Saya ingin membahas sesuatu."

"Membahas apa? Tentang apa?" tanyanya penasaran.

"Tentang Pak Peter."

=====

Tbc.

Next? Jangan lupa votenya....

Yuk baca ceritaku di dreamee... WHITE WEDDING. COMPLETED DAN FREE KOIN LOH.

29-07-20 

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang