Prolog

2.4K 53 0
                                    

Pesta perayaan ulang tahun yang ke enam belas diselenggarakan secara meriah, amat meriah seolah ini adalah pesta perayaan terakhir dalam hidup Giandra Audia.

Di tengah riuh ramai pesta, Gia mencari sosok pria yang tidak lain tidak bukan ialah Akash, kekasihnya. Bahkan pria itu tidak muncul sampai akhir pesta, tetapi Gia dikejutkan dengan Akash yang tiba-tiba ada di kamarnya setelah pesta usai.

"Kamu di sini?" tanya Gia dengan alis terangkat

"Sengaja. Gue malas turun, ribet. Kebanyakan dari orang-orang yang datang ke pesta cuma sekedar basa-basi."

Gia mengangguki. "Aku ganti baju dulu, ya, dress-nya enggak nyaman banget."

Akash tidak menjawab, tetap diam di pinggiran ranjang Gia. Tetapi gadis itu segera meraih pakaian dari dalam lemari dan keluar kamar untuk berganti pakaian dan membersihkan diri di kamar mandi.

*

Gia kembali ke kamarnya dan mendapati Akash tengah berbaring sembari memainkan ponsel.

"Udah jam sebelas lebih, kamu nggak pulang?"

Akash meletakkan ponsel di nakas sebelum menjawab, "Lo ngusir gue?"

Gia tidak berniat seperti itu, tetapi tidak etis juga jika berduaan di kamar apalagi suasana malam hari begini.

Tidak ada penolakan dari Gia, Akash segera mendudukkan tubuhnya. "Fine. Gue pe—"

"Enggak, Kash." Gia duduk di sebelah pria itu sembari menahan pergelangan tangannya. "Aku enggak ngusir kamu."

"Gue balik, deh. Sepertinya lo enggak senang gue apelin."

Gia memeluk tubuh Akash agar pria itu tidak bangkit. "Sori..." lirihnya.

Akash mengecup puncak kepala Gia sembari tersenyum miring.

"Mana kado untuk aku?" tagih Gia sambil melepaskan tubuhnya.

"Gue enggak bawa, tapi gue punya hadiah lain."

"Apa?"

Dalam sekali sentak Akash merobohkan tubuh kecil Gia ke atas tempat tidur. Lalu menindihnya dan mulai mencium bibir Gia dengan lembut.

Awalnya gia merasa senang dengan ciuman tersebut, tetapi lama kelamaan menjadi tergesa dan penuh nafsu. Gia semakin tidak nyaman saat tangan Akash mulai kemana-mana.

"Kash..." Gia ingin mendorong dada Akash, tetapi pria itu menahan.

Gundukan kenyal Gia mulai diremas-remas hingga wanita itu mulai ikut terangsang. Terus dan terus berlanjut hingga semakin intim.

"Kash, kita—"

Akash memotong ucapan Gia dengan sebuah kecupan singkat. "Gue akan tanggung jawab kalau terjadi apa-apa sama lo. Gue ini sayang sama lo. Janji, gue enggak akan ninggalin lo."

Terbuai antara nafsu yang terlanjur dibangkitkan beserta ucapan manis sang kekasih, Gia pun memyerah untuk mempertahankan dirinya.

Malam itu, Gia kehilangan kegadisannya. Di usia yang baru genap enam belas tahun.

"Happy birthday, I love you." bisik Akash setelah mengakhiri sesi percintaan panas dengan kekasihnya yang juga adik kelasnya sendiri.

*

Tiga minggu berjalan setelah malam panas itu, semua berjalan normal dan baik-baik saja. Akash pun tidak berubah, tetap dengan sikap cueknya. Tetapi juga tidak menjadi pria buruk, bisa dibilang sedikit lebih baik.

Sampai hari di mana Gia mendatangi rumah Akash yang kebetulan sedang sepi hari itu dan memberi sebuah alat tes kehamilan lengkap dengan dua garis merah.

"Aku hamil."

Tubuh Akash menegang seketika. Kehilangan kata untuk menjawab ucapan kekasihnya.

"Aku hamil." ulang Gia.

Otak Akash masih tidak bisa berpikir. Ia berharap kali ini Gia hanyalah iseng, seperti keisengan lain yang sering dilakukan gadis itu.

Gia mengguncang kuat lengan Akash. "Kamu tanggung jawab, 'kan?"

"Kita gugurin aja." tegas Akash.

Pelupuk mata yang Gia tahan sejak tadi, kini tidak mampu membendung air matanya lagi. Bulir hangat berwarna bening lolos begitu saja membasahi kedua pipinya.

"Kita masih sekolah, masa depan gue sama lo masih panjang. Lo mau kita jadi manusia enggak berguna karena bayi itu?"

"Kamu udah janji kalau kamu akan tanggung jawab." tuntut Gia memilukan.

"Gia, lo jangan mempersulit keadaan. Masalah akan selesai kalau kita gugurin kandungan lo."

Gia menampar pipi Akash dengan keras, hingga membuat pria itu menggeram marah.

"Apa-apaan, sih, lo?!" bentak Akash.

"Cowok pengecut!" sentak Gia masih dengan air mata yang menumpah ruah.

"Terserah lo."

"Gimana pun juga, aku enggak akan bunuh calon anak aku sendiri!!" tegas Gia, mengusap air matanya dengan kasar.

"Lo jangan mempersulit hidup gue, Gia! Gue belum siap punya anak. Mau gue kasih makan apaan lo nanti?"

"Aku enggak peduli gimana hidup kita kedepannya. Aku cuma mau kamu tanggung jawab!"

"Terus sekolah lo gimana?" tantang Akash.

Gia tertunduk sambil menumpu kepala menggunakan kedua tangannya. Menangis tersedu-sedu seperti orang yang teramat putus asa.

Jujur, Akash kasihan dengan Gia. Tapi bertanggung jawab bukan pilihannya saat ini. Hidup Akash masih terlalu panjang untuk menikah dan memiliki anak. Belum lagi respons orang tuanya nanti.

"Udah lah, enggak usah nangis terus. Lo ikutin aja ucapan gue. Kita gugurin, setelah itu semua masalah selesai. Kita akan baik-baik aja."

Gia bangkit dari duduknya, menatap Akash dengan sorot merendahkan. "Cowok brengsek seperti kamu memang akan dengan mudahnya melakukan hal-hal keji!"

"Gue enggak peduli lo mau ngomong apa. Intinya gue enggak siap kalau lo minta gue nikahin."

Gia berlari keluar dari rumah Akash. Gadis itu baru tahu jika ternyata Akash adalah pria yang sangat brengsek.

*

Regards,
Becca

26 Juli 2020

Madre JovenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang