Kamar 7 Lantai 4 dan Areal Asrama

239 30 6
                                    

Sesampainya aku dan Flo di lantai keempat, kami edarkan pandangan dan mengambil putaran 360 derajat untuk melihat keseluruhan kamar di lantai 4 yang dibuat melingkari tangga yang telah kami naiki sebelumnya. Setiap pintu kamar menghadap ke tangga tersebut, dan jika tidak salah hitung, ada sekitar 15 kamar di lantai ini.

“Bukankah tadi di layar hanya ada 10 kelompok di lantai 4? Kamarnya lebih.” Flo menatapku serius dan setuju akan ucapanku, “Mungkin saja dulunya program ini memilih lebih banyak siswa? Lalu sekarang menyusut atau sengaja mengurangi jumlahnya. Entahlah, aku tidak tahu banyak juga mengenai program ini.”

Perkataan Flo membuatku tertarik, “Benarkan! Aku bahkan tidak tahu apapun mengenai program ini dan alasanku dibawa kemari selain karena perintah sekolah. Apa kau juga merasa jika-" Aku tidak yakin apakah Flo akan sependapat denganku mengenai hal ini, sampai Ia mengatakan isi pikiranku,

“Program ini sangat aneh dan rahasia, itu yang akan kau katakan?” Aku mengangguk, “Aku hanya merasa begitu.” Flo mengangguk balik sebagai balasan, “Aku juga merasakannya. Tapi ini baru permulaan saja, jadi marilah menganggap semua akan baik-baik saja dan menjalaninya dengan gembira.” Flo tersenyum lebar, menunjukkan senyum gusinya.

Ya, Flo dan mode periangnya telah kembali.

★★★

Pintu kamar berwarna coklat kayu dengan besi kuning berbentuk angka 7 terpaku di bagian tengah atas pintu telah terlihat di hadapanku. Tanganku meraih kenop pintu dan membuka kamar tersebut. Kamar ini berbeda dari yang kubayangkan dan juga berbeda dari anggapan 'mewah' Kay tentang program ini.

Tepat setelah aku membuka pintu kamar, dapat kulihat cat coklat dan kamar dengan luas 4×4 meter. Kamar ini adalah tipe yang memiliki langit-langit tinggi, di sisi kanan dapat kulihat dua ranjang bertingkat 3 dan dua lemari besar di ujung masing-masing ranjang. Tepat di seberang pintu, dapat kulihat pintu lainnya yang aku rasa adalah kamar mandi. Dapat kulihat pula dua meja dengan kursi yang melengkapinya di sebelah kiri pintu. Jendela berkusen kayu tampak lumayan lebar di antara kedua ranjang susun.

“Hei, tolong tutup pintunya. Aku hendak mengganti pakaianku.” Aku menoleh ke ranjang sebelah kanan jendela dan melihat seorang gadis berambut pendek melongok ke bawah, ke arahku, dan segera kututup pintu dan menekan kuncinya agar orang lain tidak masuk terlebih dahulu.

Gadis itu tidak lagi melongok dan dapat kudengar Ia mengganti pakaiannya serta suaranya, “Kau tidak perlu menguncinya, kita semua perempuan di lantai ini. Aku hanya memintamu menutupnya. Bagaimana jika ada The Genetics lain yang hendak masuk?” Gadis itu menuruni tangga setelah mengganti pakaiannya. Cepat sekali!

“Aku yang pertama datang, dan ranjang paling atas itu jadi milikku, oke?” Aku mengangguk, “Tidak masalah. Kalau begitu aku ranjang ini.”

Aku duduk di tingkat paling bawah ranjang yang sama dengan sang gadis berambut pendek, “Aku Elda.”

Perempuan itu melihatku sekilas sebelum berjalan ke arah lemari dan membukanya, aku mendekatinya karena juga penasaran dengan isi lemari.

Aku membulatkan kedua mataku saat melihat isi lemari tersebut. Terdapat tiga sekat semacam loker besar di setiap lemarinya dan ada nama kami masing-masing. “Sepertinya ini dibuat dengan teknologi, disini terdapat detektor sidik jari.” Elda menunjuk pegangan untuk membuka lemari yang lebih kecil.

Saat kubuka loker -dalam lemari- ku, dapat kulihat tiga jenis outer tergantung rapih. Satu berupa rompi, satu lagi berbentuk seperti jas, yang terakhir lebih panjang, seperti long coat. Semuanya berwarna biru gelap, nyaris hitam. Selain itu, tergantung pula 3 kemeja putih dan rok sejenis yang biasa kugunakan sehari-hari ke sekolah, warnanya abu. Terakhir, tempat tergantung 1 hoodie serta dua setel piyama, keduanya berwarna biru, tidak segelap warna biru yang digunakan pada outer.

The GeneticsWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu