Tujuh belas✨

18 4 4
                                    

Happy reading 📚
Ditunggu krisarnya^^
.
.
.

"Safira bukan anak kami," ujar Anthonio dengan nada santai, dia sudah gemas dengan Diana yang tak sanggup mengatakan hal itu saja.

Seluruh pasang mata kini tertuju kepada Anthonio yang dengan santainya mengatakan hal itu kepada Safira.

Sunyi, hanya bunyi kipas angin yang berhembus terdengar di ruangan itu.

Mendengar hal itu, air mata Safira turun tanpa izin lagi. Satu tetes, dua tetes kemudian beribu-ribu tetes air mata turun dari pelupuk mata gadis itu.

Seperti ada gumpalan batu yang menghujam tepat di dada Safira, dia merasakan sesak di dadanya, dia terluka. Gadis itu terluka.

"Ma, Pa, bohong 'kan?" tanya Syifa yang sudah geleng-geleng kepala, tidak percaya dengan ucapan Anthonio.

Diana hanya bisa menggeleng, entah kenapa hatinya sedikit tidak terima dengan ucapan Anthonio yang menurutnya sedikit kasar kepada Fira.

"Gak ... Gak mungkin," gumam Syifa seraya menggelengkan kepalanya.

Hati Fira sekarang terasa teriris, dia menoleh kepada Anthonio, tetapi tidak ada raut wajah penyesalan dari wajahnya, kemudian dia menoleh ke arah Diana, dia hanya menunduk, sepertinya merasa bersalah. Kini Fira menoleh kepada Syifa yang duduk di sampingnya sekarang, Syifa sudah terisak pelan.

Cukup, sudah cukup, Safira harus pergi sekarang. Dia tidak tahu apa jadinya jika masih di sini. Fira beranjak dari kursi yang dia duduki tadi. Anthonio, Diana dan Syifa mendongak melihat pergerakan tiba-tiba dari Safira.

Safira berlari dan terus berlari keluar rumah. Gadis itu mengabaikan panggilan dari Syifa dan Diana yang memanggilnya dengan teriakan kekhawatiran dan sekarang, Fira tahu maksud dari kejutan yang diucapkan oleh Syifa kemarin.

Tak terasa Fira berlari, sekarang dia telah berada di depan gerbang sekolahnya. Seragamnya kusut, wajahnya bak tak terurus akibat menangis sepanjang jalan dan tatapannya ragu melihat gerbang sekolah yang telah berdiri di hadapannya ini.

Seorang laki-laki yang melihat Safira dengan keadaan yang buruk kemudian menghampiri Safira. Dia menepuk pelan bahu gadis itu yang bergetar hebat.

Safira menoleh sebentar kemudian memukul pelan bahu laki-laki itu seraya terisak. Dia sekarang tidak kuat lagi, dia butuh sandaran untuk menceritakan keluh-kesahnya.

Laki-laki itu menepuk pelan punggung Safira, mencoba menenangkan gadis di hadapannya ini.

Semua siswa yang melewati mereka menatap penuh heran interaksi Safira dan Dino, Dino yang menyadari itu menatap Safira sebentar lalu menarik tangan Fira agar mengikutinya menuju parkiran untuk mengambil motor Dino.

Langkah Safira hanya mengikuti Dino, dia sekarang pasrah, sangat pasrah. Dia telah kehilangan arah hidupnya. Dia tidak masalah jika terus dimarahi, dibentak, dicaci-maki Diana dan Anthonio, asalkan dirinya masih bisa bersama mereka.

Setelah Safira naik ke atas motor Dino, Dino melajukan motornya membelah jalan pagi yang nampak macet dipenuhi oleh anak sekolah dan orang yang bekerja.

Safira menatap kosong jalanan yang mereka lewati, segala masalah sekarang tengah bertengkar di pikirannya. Rasanya kepala Fira ingin pecah ketika mengingat masalah orangtuanya. Dia hancur, gadis itu hancur sekarang.

A Story About SafiraWhere stories live. Discover now